Setelah berbicara cukup panjang, keduanya pun terdiam. Membuat kamar Kriss yang dari awal terasa hening semakin hening. Keduanya benar-benar tidak kembali ke kamar masing-masing dan masih ada di kamar Kriss setelah dokter Anya selesai bercerita.
Tiffany mengatakan pada dokter Anya untuk melepaskan laki-laki seperti kekasihnya dan dokter Anya pun setuju karena sekarang sudah memiliki kenalan seperti Tiffany. Awalnya dirinya ragu karena takut kesepian, tapi sekarang dirinya punya cukup orang untuk ia ajak berbicara seperti ini.
"Anda tidak kembali ke kamar untuk tidur?" Tanya dokter Anya pada Tiffany.
"Tidak, aku harus tidur di sini." Jawab Tiffany seraya menguap lebar.
Dokter Anya pun mengangguk dan berpamitan untuk pergi, meninggalkan Tiffany berada di satu ruangan dengan Kriss. Entah kenapa dokter Anya merasa sangat lega setelah menceritakan semua masalah yang ada di hatinya, andai saja dirinya kenal Tiffany lebih awal, pasti dirinya tidak akan sampai pada titik menyakitkan seperti ini lagi.
Dua hari berlalu, keadaan Kriss sudah mulai membaik. Tiffany selalu memperhatikan Kriss selama ini, begitupun dengan dokter Anya yang membantu untuk melihat perkembangan kesehatan Kriss.
Hari ini, Tiffany tidak bisa mengambil cuti karena kemarin dirinya sudah mengambil cuti untuk merawat Kriss, jadi Tiffany hanya bisa mempercayakan Kriss pada dokter Anya yang saat ini tidak memiliki pasien itu.
Dokter Anya terdiam, menatap ke Raj Kriss yang tengah memakan buburnya dengan gerakan pelan. Sebenarnya tadi dokter Anya sudah menawarkan untuk menyuapi Kriss, tapi laki-laki itu menolaknya dan mengatakan akan memakannya sendiri. Padahal dari kemarin laki-laki itu diam saja saat disuapi oleh Tiffany.
Sebenarnya dokter Anya sedikit melihat ketertarikan Kriss pada Tiffany, hanya saja laki-laki itu tidak terlalu memperlihatkannya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Tiffany?" Tanya dokter Anya yang langsung saja membuat Kriss menoleh ke arah dokter Anya.
"Rekan kerja." Jawab Kriss seadanya.
Dokter Anya pun tersenyum lebar saat mendengarnya. Jika di pikir-pikir Kriss dan Tiffany tidak jauh beda. Keduanya sama-sama memiliki cara untuk membuat orang lain berpikir susah untuk berhubungan dengan keduanya. Benar-benar pasangan yang cukup serasi.
"Aku dengar dari Tiffany kamu melakukan penelitian, sepertinya menarik, apa aku boleh gabung?" Tanya dokter Anya basa-basi.
"Tidak," jawab Kriss seadanya.
"Aku sudah menyelesaikan makanannya dan tinggal meminum obatnya. Anda sudah bisa pergi bukan?" Lanjut Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh dokter Anya.
Bagaimanapun juga laki-laki itu sudah mengucapkan terima kasih padanya kemarin, jadi dirinya juga tidak terlalu sakit hati saat di tundung untuk pergi.
"Aku akan datang lagi dengan makan siang." Kata dokter Anya yang tidak mendapatkan jawaban dari Kriss.
Kriss menatap ke arah pintunya yang baru saja tertutup, Kriss benar-benar kesal pada pengawas yang membuatnya seperti ini. Selama dua hari ini Kriss diam-diam terus memikirkan cara untuk balas dendam pada orang yang sudah membuatnya seperti ini.
Kriss membaringkan tubuhnya dan menatap ke arah langit-langit kamar dalam diam. Malam itu dirinya mendengarkan semua percakapan antara dokter Anya dan Tiffany. Sebenarnya Kriss sedikit risih karena dirinya dibicarakan seperti itu, tapi Kriss juga tidak berbohong pada dirinya sendiri yang merasa cukup senang dengan apa yang dikatakan oleh Tiffany dalam mencegah dokter Anya mendekatinya.
Kriss merasakan hal seperti itu bukan karena dirinya juga suka pada Tiffany, tapi dirinya bersyukur karena dirinya tidak perlu repot-repot menjauhi wanita itu. Kriss benar-benar tidak nyaman memiliki banyak kenalan yang sok akrab.
Pintu kamar kembali terbuka, membuat Kriss bisa melihat ke arah dokter Anya yang kembali dengan sedikit terburu-buru itu.
Dokter Anya masuk dan menutup kembali pintunya, setelah itu dokter Anya duduk di samping Kriss.
Kriss menatap ke arah dokter Anya dalam diam, dirinya ingin bertanya tapi sedikit malas saat mengingatnya.
"Kriss, kamu mau menolongku?" Tanya dokter Anya yang langsung saja membuat Kriss menaikkan sebelah alisnya.
"Anggap saja itu sebagai balas Budi setelah aku mengobatimu, ya?" Tanya dokter Anya lagi.
Mata dokter Anya terlihat sekali memohon pada Kriss yang terlihat santai itu.
Suara ponsel yang berdering membuat Kriss menoleh, menatap ke arah dokter Anya yang terlihat gemetaran saat memegangi ponselnya. Kriss pun menggerakkan tangannya untuk mengambil alih ponsel dokter Anya dan menatap ke arah layar ponsel itu untuk tahu siapa yang menghubungi wanita itu.
"Halo," suara Kriss yang terdengar memburu dokter Anya memejamkan matanya sembari berharap agar laki-laki itu berhenti mengancamnya.
"Siapa? Dimana Anya?" Suara yang terdengar dari sebrang telpon membuat Kriss menoleh ke arah dokter Anya sekilas.
"Tidur," jawab Kriss seadanya.
"Bangunkan dia, katakan jika dia tidak menjawab teleponku aku akan menyebarkan fotonya." Kata laki-laki yang ada di sebrang telpon lagi.
Kriss memang sengaja menghidupkan speakernya agar Tiffany juga mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki yang bernamakan kekasih di ponsel dokter Anya.
"Dia baru saja tidur setelah bermain, kenapa aku harus membangunkannya? Lagipula foto itu sudah tidak berarti lagi." Kata Kriss membalas.
Kriss memang tidak pernah mengalami hal seperti ini, tapi dulu dirinya sering kali melihat seorang wanita yang mendapatkan ancaman yang sama dari para kekasihnya jadi Kriss cukup mengerti apa tujuan dan juga foto yang dimaksudkan oleh laki-laki itu.
"Dia tidur denganmu?" Tanya laki-laki di seberang telpon, terdengar sekali jika laki-laki itu tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan.
"Iya, sudah ke sepuluh kali?" Balas Kriss lagi yang langsung saja terdengar suara makian dari sana.
Kriss mematok telponnya dan memberikan ponsel itu pada dokter Anya kembali.
"Sekarang, apa dokter Anya mau tidur dengan ku?" Tanya Kriss yang langsung saja membuat dokter Anya menggelengkan kepalanya cepat.
"S*al, gue yang udah nunggu buat ambil pertama kalinya, malah diberikan sama orang lain." Kata Kriss menirukan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh laki-laki tadi.
Dokter Anya yang mendengarnya pun langsung menundukkan kepalanya dalam, malu pada Kriss karena dirinya menyukai laki-laki yang hanya mengharapkan tubuhnya saja.
"Terima kasih sudah menolong saya." Kata dokter Anya yang langsung saja berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan kamar Kriss.
Kriss tersenyum tipis, benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia ketahui. Ternyata hubungan intim seperti itu sudah terbiasa dilakukan oleh orang-orang kota.
Kriss jadi ingat bagaimana dulu Tiffany yang mendatanginya dan mengajaknya untuk berhubungan, benar-benar sangat disayangkan karena dirinya menolak hal itu. Meskipun begitu Kriss juga tidak menyesal karena dirinya memang tidak ingin berhubungan seperti itu.
"Uhuk uhuk."
Kriss memegangi daddanya yang tiba-tiba saja terasa tidak nyaman, Kriss bangun dan mengambil air minumnya untuk ia minum setelah berbicara cukup panjang tadi.
Tbc