24

1220 Kata
Seminggu berlalu, Kriss sudah mulai bergabung bersama rekan kerjanya di lab. Hampir setiap hari dirinya datang lebih awal agar tidak mendapatkan hukuman yang menyedihkan itu lagi. Selain itu, tujuan Kriss datang lebih awal karena Kriss tengah mengamati pengawas yang sudah membuatnya tidak berdaya waktu itu. Pagi dirinya melakukan penelitian di dalam lab, dan malamnya dirinya tengah memikirkan kelanjutan gamenya. Sebelum dirinya terluka dirinya pernah memiliki pemikiran hanya ingin mencaritahu dan melupakan game yang ia buat itu. Tapi setelah melihat kelakuan orang yang tidak memiliki perasaan itu, Kriss mulai memikirkan hal yang lain. Sekarang tujuannya kali ini adalah membuat benda yang bisa menarik perhatian para makhluk itu dan menjebaknya masuk ke dalam benda buatannya. Kriss memang berniat membawa makhluk itu ke dunia ini dengan benda itu, tentu saja dirinya ingin menyiksa orang itu dengan makhluk yang mengerikan itu. Kriss memegangi bukunya dan menatap ke arah pengawas itu dengan diam-diam. Dirinya belum mengungkapkan semua pemikirannya pada orang lain, sekalipun pada Tiffany yang menemaninya bergadang tiap malam. Weekend nanti, Kriss berniat mencari tempat untuk ia tinggali nanti setelah berhasil melarikan diri dari tempat ini. Selain itu, tempat itu akan ia jadikan sebagai tempat penyimpanan jika dirinya berhasil menangkap para makhluk-makhluk mengerikan itu dan juga tempat di mana dirinya bisa membalaskan dendam pada orang yang sudah membuatnya menyedihkan itu. "Ada apa? Kamu ingin balas dendam?" Pertanyaan yang terdengar membuat Kriss mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah pengawas itu dengan tersenyum tipis. "Saya siapa anda siapa?" Tanya Kriss yang langsung saja membuat laki-laki setengah baya itu tersenyum senang. "Syukurlah jika kamu tahu tempatmu." Balasnya lagi yang langsung saja pergi meninggalkan tempatnya. Pekerjaan lab di mulai, sampai saat inipun belum ada titik terang. Kriss sedari tadi terus mencatat, dulu dirinya memiliki pemikiran untuk ikut campur dan memberikan usulannya tapi kali ini dirinya memilih diam dan memikirkan semua rencana yang akan ia lakukan kedepannya. Jam istirahat tiba. Seperti biasa semua orang keluar menuju ke kantin untuk makan. Begitupun dengan Kriss dan juga yang lainnya. Tiffany berjalan di samping Kriss dengan percaya diri, Tiffany sendiri juga merasa ada yang berubah dari Kriss tapi dirinya memilih untuk memakluminya. Karena dirinya tahu pasti Kriss sangat kesal dengan apa yang menimpanya waktu itu. "Malam nanti mau makan di luar? Aku sama dokter Anya punya niatan untuk keluar." Tanya Tiffany pada Kriss yang saat ini sudah berdiri di depannya untuk mengantri mengambil makanan. "Kamu pergi dulu aja, aku masih ada kerjaan." Jawab Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. Tiffany juga tidak pernah memaksa Kriss lagi seperti dulu, karena dirinya tahu jika dirinya memaksakan kehendaknya maka Kriss akan semakin jauh dari dirinya. Setelah mendapatkan makanannya, Kriss pun melihat sekitar untuk mencari tempat duduk, langkahnya pun kembali berjalan saat melihat tangan dokter Anya yang melambai ke arahnya. "Tumben dokter makan duluan." Kata Tiffany yang tentu saja ikut gabung. Hubungan ketiganya mulai cukup dekat setelah merawat Kriss. Terlebih-lebih hubungan dokter Anya dan Tiffany yang suka berbagi cerita itu. "Tadi memang rada senggang jadi ke sini dulu." Jawab dokter Anya seraya tersenyum lebar. "Apa kamu sudah sembuh?" Tanya dokter Anya pada Kriss. Kriss yang mendengar pertanyaan seperti itupun langsung menoleh dan mengangguk pelan. Selebihnya dirinya memilih untuk melanjutkan makanannya. "Dia bahkan bergadang tiap malam, siapapun yang melihat dia bergadang pasti tidak akan percaya jika dia pernah sakit sampai hampir kehilangan nyawanya itu." Sahut Tiffany dengan kesal. Sia-sia dirinya merasa khawatir pada laki-laki itu. Karena kenyataannya laki-laki itu memang tidak pernah memikirkan dirinya sendiri dengan baik. "Semua laki-laki memang seperti itu bukan." Balas dokter Anya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. Ketiganya melanjutkan makannya dengan lebih tenang, meskipun suara dokter Anya dan Tiffany masih terdengar, setidaknya tidak ribut seperti tadi. Setelah selesai makan, dokter Anya pun membantu Kriss dan Tiffany untuk menaruh piring kotornya. Sedangkan Tiffany dan Kriss masih menunggu di mejanya dengan meminum minuman soda yang tadi didapatkan dari kulkas pendingin. "Gajimu sudah masuk bukan?" Tanya Tiffany pada Kriss. "Sudah, aku berniat membeli rumah untuk tempat tinggal nanti." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Tiffany menganggukkan kepalanya cepat. Setidaknya Kriss masih bisa memikirkan masa depannya dengan baik, berbeda dengan dirinya yang masih suka bermain-main itu. "Jangan lupa membawaku ke sana jika rumahnya sudah siap." Kata Tiffany yang langsung saja membuat Kriss menoleh ke arah wanita itu. "Aku berniat menangkap makhluk yang ada di dalam gameku dan menyimpannya di rumah itu. Apa kamu ingin jadi mangsanya karena ingin datang?" Balas Kriss seraya memberitahu niatnya membeli rumah. Tiffany pun memutar matanya malas, dirinya tahu Kriss memang secuek itu tapi dirinya juga tidak percaya jika Kriss akan menakut-nakuti dirinya dengan kata-kata seperti itu. Benar-benar sangat mengesalkan. "Bilang saja kalau aku tidak boleh datang, kenapa sampai mengancamku seperti itu." Kata Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum tipis. Dokter Anya kembali dan menatap ke arah keduanya dengan bingung. Tentu saja dirinya senang melihatnya hanya saja dirinya tiba-tiba merasa iri saat melihatnya. "Apa yang kalian bicarakan?" Tanya dokter Anya penasaran. "Dia mau membeli rumah, tapi tidak membiarkan aku datang." Jawab Tiffany yang hanya didengarkan oleh Kriss. Kriss juga tidak ingin menekankan lagi niatnya yang sudah ia beritahukan pada Tiffany tadi, karena itu salah Tiffany sendiri yang tidak mau percaya dengan apa yang ia katakan. Selain itu, wanita itu adalah anak dari pemilik perusahaan yang membayarnya, pasti dia akan membela anak buah orang tuanya dan membuatnya kesulitan untuk balas dendam. Sebenarnya Kriss menyadari banyak hal tentang Tiffany. Wanita itu memperlakukan dirinya dengan sangat baik, bahkan Tiffany juga terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya pada dirinya, hanya saja sepertinya dirinya tidak bisa menerima perasaan wanita itu. Bagaimanapun juga kehidupannya dengan Tiffany tidak bisa disetarakan. Mungkin saja otak keduanya bisa setara, tapi kastanya tidak akan pernah bisa. Tiffany adalah anak dari seorang konglomerat dan dirinya adalah anak jalanan yang bahkan pernah memakan makanan sisa yang dibuang di sampah. "Kenapa? Biarkan aku dan Tiffany datang juga." Tanya dokter Anya pada Kriss. "Aku hanya ingin membeli gubuk dan bukanlah rumah mewah. Bisa saja aku ingin membuat peternakan sapi di gubuk itu. Lalu buat apa kalian ingin datang," jawab Kriss yang langsung saja memeluk dokter Anya terdiam saat mendengarnya. Keduanya tahu kalau mereka tidak bisa memaksakan kehendak mereka pada Kriss. Meskipun Kriss terlihat baik dan lugu, tetap saja dia tidak bisa diperalat oleh siapapun. Laki-laki itu memiliki pemikiran yang tinggi, namun sangat disayangkan karena kehidupan dimasa lalunya membuat semua orang tidak bisa melihat kecerdasannya. "Ah, sepertinya kita memang tidak harus datang." Putus Tiffany pada akhirnya menyerah. "Nanti jika aku membeli rumah yang lebih bagus, aku pasti akan mengundang kalian." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan antusias dari Tiffany. "Jangan lupakan janjimu yang itu, jika tidak aku akan memp*rkosamu." Balas Tiffany seraya memelankan suaranya saat menyebut kata terakhirnya. Kriss melirik ke arah dokter Anya yang terdiam dan menundukkan kepalanya itu. Kriss tahu dokter Anya pasti tidak terlalu nyaman dengan pembahasan seperti ini. "Katakan saja saat kita hanya berdua," balas Kriss yang langsung saja membuat Tiffany menoleh ke arah dokter Anya dan menepuk kepalanya pelan karena tidak peka pada keadaan dokter Anya itu. "Dokter Anya juga harus terbiasa, lagi pula di jaman seperti ini siapa yang tidak pernah melakukan hal seperti itu." Kata Tiffany membuka suaranya. "Dia mana bisa sepertimu," balas Kriss tak suka. "Ah, kalian memang sangat kuno." Balas Tiffany seraya menatap sinis ke arah Kriss. Ketiganya pun kembali berbincang untuk menghabiskan waktu istirahat, hingga akhirnya waktu istirahat habis dan ketiganya kembali ke pekerjaannya masing-masing. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN