Dokter Anya masuk ke dalam hotel dan langsung menuju ke restoran yang ada di hotel itu. Awalnya dokter Anya merasa ragu-ragu dan melangkahkan kakinya dengan pelan, namun setelah memikirkan jika dirinya akan bebas dari mantan pacarnya dokter Anya pun memutuskan untuk kembali semangat.
Dokter Anya masuk ke restoran dan menjawab pertanyaan dari penjaga restoran, setelah dipersilahkan masuk dokter Anya pun langsung mencari keberadaan laki-laki yang katanya sudah datang dari tadi.
Mengingat postur tubuh yang pernah disebutkan oleh Tiffany, tentu saja dokter Anya langsung tahu dimana laki-laki itu berada. Dokter Anya berjalan mendekat ke arah meja paling ujung, dimana di sana kita bisa melihat pemandangan luar dan juga tidak terlalu dilihat banyak orang. Penerangannya pun tidak terlalu terang.
Dokter Anya melangkahkan diri dengan percaya diri, setelah itu dokter Anya duduk di kursi yang tersedia dan terdiam saat melihat laki-laki di depannya.
Bukan hanya dokter Anya, laki-laki itu pun juga terdiam saat melihat siapa teman kencannya malam ini.
"Pesanlah sesuatu." Kata laki-laki itu sembari memberikan buku menu pada dokter Anya.
Dokter Anya sendiri tentu saja menerimanya dengan canggung. Setelah melihat menunya, dokter Anya melirik ke arah laki-laki yang duduk di depannya itu. Dokter Anya menelan ludahnya sendiri saat melihat laki-laki itu tengah menatap ke arahnya dengan serius.
"Apakah anda sudah memesan?" Tanya dokter Anya hati-hati.
"Belum, tolong pesankan juga." Jawab laki-laki itu dengan suara yang sedikit kurang ramah.
Setelah melihat daftar menu sekali lagi, dokter Anya pun langsung memanggil pelayan dan memberitahukan pesanannya. Setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan yang mencatat pesanannya, dokter Anya pun kembali diam dan duduk dengan sedikit tidak tenang.
"Aku tidak tahu kenapa aku harus datang ke sini." Kata laki-laki itu yang langsung saja membuat dokter Anya mengangkat wajahnya dan menatap diam ke arah laki-laki yang pernah ia lihat sebelumnya.
"Karena anda membutuhkan pasangan?" Balas dokter Anya ragu-ragu.
"Apakah kamu juga seperti itu?" Tanya laki-laki yang sampai sekarang belum diketahui namanya siapa.
"Saya pribadi memang seperti itu, dan itu juga menjadi alasan utama saya datang ke sini dan bertemu anda." Jawab dokter Anya dengan hati-hati.
"Nama saya Anyalina Sarasvati, anda bisa memanggil saya Anya." Kata dokter Anya memperkenalkan diri.
Laki-laki yang ada di depannya itu tentu saja tertawa pelan, merasa lucu dengan tingkah dokter Anya yang terlihat jelas maksudnya.
"Kamu bisa memanggilku Heri." Balas laki-laki itu memperkenalkan diri.
"Apakah lengan anda sudah lebih baik?" Tanya dokter Anya tidak bisa menahan diri.
Dokter Anya tidak pernah menyangka jika dirinya pernah bertemu dengan rekan kencannya sebelumnya. Dokter Anya masih ingat saat laki-laki itu menolak ke dokter dan meminta dirinya untuk mengambil peluru yanh ada di lengannya.
"Sudah bisa digerakkan dengan baik, terima kasih karena menanganinya dengan sangat baik." Jawab laki-laki bernama Heri itu sembari merenggangkan tangannya.
Dokter Anya yang melihatnya tentu saja menahan ngilu, ini bahkan belum ada seminggu setelah dirinya mengobati laki-laki itu, tapi laki-laki itu sudah menggerakkan tangannya dengan sembarangan seperti itu.
"Anda pergi tanpa berpamitan saat itu." Ucap dokter Anya dengan suara pelan.
"Apakah uang yang aku tinggalkan tidak ada?" Tanya Heri yang langsung saja membuat dokter Anya diam saat mendengarnya.
"Malam itu aku harus segera kembali, jadi tidak sempat berpamitan dan hanya meninggalkan uang. Tapi jika uangnya hilang saya meminta maaf." Kata Heri memberitahu.
"Saya mengambil uangnya, hanya saja saya tidak berpikir jika anda akan langsung pergi begitu saja setelah mendapatkan perawatan." Jawab dokter Anya dengan suara pelan.
"Apakah anda meminum obat yang saya resepkan?" Tanya dokter Anya lagi.
"Hanya sekitar dua hari? Setelahnya aku tidak meminumnya lagi karena lenganku sudah merasa lebih baik." Jawab Heri sedikit tidak yakin.
"Ah, seperti itu." Balas dokter Anya dengan suara pelan.
Pelayan datang dan mengantarkan makanan yang sudah mereka pesan. Mereka juga menuangkan wine yang dan pergi setelahnya.
"Apakah anda sudah memesan kamar?" Tanya dokter Anya dengan suara pelan.
Heri yang baru saja ingin menikmati makanannya tentu saja langsung menghentikan gerakannya dan menatap ke arah dokter Anya yang baru saja menanyakan sesuatu padanya.
"Haruskah aku memesannya?" Tanya Heri balik.
Dokter Anya terdiam saat mendengarnya, mata keduanya bertemu satu sama lain. Dokter Anya menurunkan pandangannya lebih dulu dan memutuskan untuk memakan makanannya lebih dulu tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh laki-laki di depannya.
"Apakah kamu berniat menikah denganku?" Tanya Heri dengan terus terang.
"Uhuk uhuk." Dokter Anya terbatuk pelan saat mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh laki-laki itu.
"Kamu mengajakku tidur, apakah kamu berniat untuk menikah denganku?" Tanya Heri lagi.
"Bukankah tidur bersama sudah menjadi hal biasa bagi kebanyakan pasangan jaman sekarang? Kita bisa tidur bersama sekalipun kita tidak memiliki hubungan yang pasti?" Balas dokter Anya ragu-ragu.
Heri yang mendengarnya tentu saja langsung menganggukkan kepalanya mengerti, Heri memutuskan untuk mengambil ponselnya dan memesan kamar lewat panggilan telponnya itu.
Setelah selesai memesan, Heri pun kembali meletakkan ponselnya dan menatap tajam ke arah dokter Anya yang merasa tidak nyaman. Perutnya akan sakit jika ditatap seperti itu terus.
Heri memakan makanannya dengan cepat, dan hal itu tentu saja membuat dokter Anya berpikir jika laki-laki itu tidak sabar untuk segera ke kamar hotel.
"Makanlah dengan perlahan." Kata Heri sembari mengambil tisu dan mengelap bibirnya.
"Ah, iya." Jawab dokter Anya dengan suara pelan.
Heri meminum wine yang dituangkan oleh pelayan tadi sekali teguk, setelah itu Heri menuangkan kembali wine ke dalam gelasnya dan meminumnya lagi dan lagi.
Heri memanggil pelayan dan memesan satu botol wine lagi, dan hal itu tentu saja membuat dokter Anya terdiam saat mendengarnya.
"Apakah kamu tidak ingin memesan air putih?" Tanya Heri menoleh ke arah dokter Anya.
Dokter Anya tentu saja langsung menganggukkan kepalanya, setuju untuk memesan air putih.
"Di mana rumahmu? Bagaimana keluargamu?" Tanya Heri tanpa basa-basi.
Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam, tiba-tiba saja dokter Anya merasa susah untuk menelan makanannya karena mendapatkan pertanyaan seperti itu.
"Saya tinggal di sini sendirian, dulu saya salah satu orang yang mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan yang mempekerjakan saya sampai saat ini." Jawab dokter Anya memberitahu.
Heri yang mendengarnya tentu saja hanya menganggukkan kepalanya, setelah itu Heri meminta dokter Anya untuk menyelesaikan makanannya.
Dokter Anya sendiri kembali menganggukkan kepalanya setuju, di dalam hati dokter Anya sudah berpikir jika hubungan ini pasti tidak akan berhasil.