Jam menunjukkan pukul sepuluh malam saat dokter Anya dan Heri memasuki kamar hotel yang sudah di pesan.
Dokter Anya menatap ke arah kamar hotel yang mewah itu dengan mata yang sedikit berbinar. Bagaimanapun juga ini pertama kalinya dokter Anya akan menginap di hotel yang mahal.
Heri mengeluarkan bungkus rokok yang dari tadi ia simpan di saku celananya. Heri duduk dan menatap ke arah dokter Anya yang masih melihat-lihat sekitar.
Dokter Anya menoleh, menatap ke arah Heri yang tengah mengeluarkan sebatang rokok dengan mata yang tertuju padanya. Tiba-tiba saja dokter Anya merasa malu karena sudah bersikap sangat norak di depan orang yang menjadi teman kencannya malam ini.
"Kamu keberatan dengan asap rokok?" Tanya Heri sembari memperlihatkan rokoknya.
"Akan lebih baik jika tidak merokok di dalam ruangan." Jawab dokter Anya tanpa ragu-ragu.
"Lalu bagaimana? Aku terbiasa menghisap sesuatu setelah makan." Tanya Heri yang langsung saja beranjak bangun dan berjalan menghampiri dokter Anya yang langsung saja berjalan mundur saat mendengarnya.
Heri melempar bungkus rokoknya ke atas meja dan memilih untuk mengantongi pemantiknya ke dalam sakunya.
"Apakah kamu masih punya keluarga?" Tanya Heri menghentikan langkahnya.
"Tidak, aku seorang diri." Jawab dokter Anya sembari berbalik dan membelakangi Heri yang ada di belakangnya.
"Apakah jam segini masih terlalu sore untuk memulai?" Tanya Heri yang langsung saja membuat dokter Anya berbalik dan terkejut saat melihat laki-laki itu sudah berada tepat di depannya.
Jantung dokter Anya tidak berhenti berdebar, perasannya benar-benar campur aduk, ada rasa takut dan juga rasa penasaran tentang apa yang akan dilakukan laki-laki di depannya itu.
Heri mengulurkan tangannya dan menyentuh sisi wajah dokter Anya dengan hati-hati, dokter Anya sendiri hanya diam dan menundukkan pandangannya karena malu.
"Aku bertanya, apakah waktu ini masih terlalu sore untuk memulai?" Tanya Heri mengulangi pertanyaannya.
"Tidak," jawab dokter Anya ragu-ragu.
Heri yang mendengarnya tentu saja langsung mendekatkan wajahnya, dokter Anya sendiri sudah menutup matanya, bersiap untuk menerima ciuman dari laki-laki yang menjadi teman kencannya malam ini.
Keduanya pun berciuman dengan perlahan. Gerakan yang halus dan juga hati-hati membuat dokter Anya tidak sadar jika dirinya sudah terbaring di atas tempat tidur.
Heri menurunkan ciumannya dan mencium leher dokter Anya dengan pelan, napasnya yang panas membuat dokter Anya semakin merinding dengan wajah yang memerah. Membayangkan jika dirinya akan melepas keperawanannya malam ini pada laki-laki yang bahkan tidak ia ketahui apakah dia akan menjadi pasangannya atau tidak nantinya.
Heri menghentikan ciumannya dan kembali menatap ke arah dokter Anya yang juga menatapnya dengan pandangan sayu.
"Katakan jika kamu tidak ingin meneruskannya." Kata Heri memberikan kesempatan pada dokter Anya untuk mundur.
Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja terdiam, dokter Anya menatap ke arah laki-laki yang ada di atasnya sekali lagi. Laki-laki itu tinggi dan juga memiliki otot tubuh yang sangat kekar, selain itu wajahnya juga manis, lalu kulitnya juga tidak terlalu hitam, jadi dokter Anya berpikir tidak ada alasan baginya untuk mundur.
Dokter Anya bangun dan merangkulkan kedua tangannya pada leher laki-laki itu sebagai jawaban jika dirinya tidak akan mundur dan memutuskan untuk meneruskannya.
Heri terdiam, membiarkan dokter Anya menciumnya lebih dulu, tidak terlalu kaku dan Heri menyukainya. Apalagi bibir berwarna pink itu terlihat sangat menggoda dan juga kenyal.
Gerakan tangan dokter Anya yang melepaskan kancing kemeja milik Hero membuat Heri membalas ciuman yang dimulai oleh dokter Anya. Heri melepas kemejanya dengan senang hati, membiarkan jemari lentik dokter Anya menyentuh bagian tubuh atasnya yang sudah terbuka lebar.
Dokter Anya melepaskan ciumannya dan mulai menurunkan resleting dressnya, Heri yang melihatnya tentu saja hanya diam dan memperhatikan. Dokter Anya pikir, dirinya harus melakukan itu karena dirinya memang tidak tahu bagaimana caranya melakukan itu. Untuk itu dokter Anya berinisiatif untuk melepaskan bajunya sendiri.
Dress yang dipakai dokter Anya sudah benar-benar lepas, dan Heri bisa melihat set dalaman yang dipakai oleh dokter Anya. Apalagi lampu kamar masih menyala terang, Heri benar-benar melihat kulit putih itu dengan menelan ludahnya sendiri.
Heri mendorong dokter Anya hingga jatuh ke ranjang, dokter Anya tentu saja pasrah dan bersiap untuk menerima semuanya. Tangan besar dan sedikit kasar itu menyentuh kulitnya, dan hal itu membuat bulu kuduk dokter Anya mulai berdiri tanpa bisa ia cegah.
"Apakah kamu menyodorkan tubuh molek ini pada seorang duda?" Tanya Heri sembari menjilat telinga dokter Anya.
"Kamu sadar apa yang kamu lakukan?" Tanya Heri lagi seraya memasukkan tangannya ke dalam bra yang dipakai oleh dokter Anya. Meremas gundukan itu dengan gemas.
Dokter Anya melenguh pelan, merasa sakit dan juga terangsang. Jika boleh jujur, dokter Anya sedikit takut jika laki-laki itu akan menggunakan cara yang kasar dalam menyentuhnya. Karena bagaimanapun juga ini pertama kalinya buat dokter Anya.
"Aku tidak akan melepaskanmu malam ini, jadi jangan berpikir untuk pergi disaat kamu sudah memulainya lebih dulu." Lanjut Heri yang langsung saja menyingkap bra yang dipakai oleh dokter Anya dan mulai melancarkan serangannya di sana.
Dokter Anya tidak bisa berhenti melenguh karena rasa geli dan juga nikmat diwaktu yang bersamaan. Tangan Heri juga sudah merambah ke bagian bawah, mengelus milik dokter Anya dari luar CD, hingga tangan itu menerobos masuk dan menyentuh milik dokter Anya yang sudah basah.
Heri bangun dan melepas CD dokter Anya, setelahnya Heri mulai menenggelamkan kepalanya di antara kedua kaki dokter Anya. Dokter Anya yang terkejut tentu saja buru-buru bangun dan mencoba untuk menarik kepala Heri. Namun kekuatannya yang tidak seberapa membuat dokter Anya tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain mendesah pelan saat merasakan sesuatu masuk ke dalam inti miliknya.
Setelah merasa cukup, Heri bangun dan melepas ikat pinggangnya dengan gerakan sedikit tergesa. Dokter Anya terdiam dan hanya memperhatikan, saat Heri menarik resleting celananya dokter Anya memutuskan untuk memalingkan wajahnya dan kembali berbaring dengan menarik selimut hotel untuk menutupi tubuhnya.
Heri yang melihatnya tentu saja tersenyum tipis, Heri naik ke atas ranjang setelah melepas semua kain yang menempel di tubuhnya. Heri masuk ke dalam selimut dan menarik selimutnya untuk melihat wajah dokter Anya yang sudah merah merona.
"Kamu memulainya tapi tidak ingin melihatnya?" Tanya Heri sedikit bercanda.
"Memalukan jika kita saling melihat seperti itu." Ucap dokter Anya dengan suara pelan.
"Setidaknya kamu harus melihatnya lebih dulu, berapa ukurannya dan juga bagaimana bentuknya, karena itu yang akan masuk ke dalam milikmu nanti." Kata Heri memberitahu.
Heri menarik semua selimut dan membuangnya ke lantai. Anya tentu saja langsung menarik tangannya dan menutupi area sensitifnya.
Heri segera beranjak dan mulai memposisikan tubuhnya. Heri mengelus miliknya lebih dulu, melihat hal itu tentu saja Anya bangun dan berniat untuk memberikan kesenangan yang sama pada milik Heri yang sudah berdiri tegak itu.
"Apakah kamu mau lari?" Tanya Heri begitu melihat Anya bangun dari tidurnya.
Anya terdiam, menatap ke arah milik Heri yang ukurannya lebih besar dan juga panjang dibandingkan dengan milik mantan pacarnya yang sering mengirimkan videonya pada dirinya dulu.
"Tidak." Jawab Anya dengan suara pelan.
Mendengar hal itu tentu saja Heri langsung meminta Anya untuk kembali tidur dan membuka kakinya lebar. Anya menurut apa yang diminta oleh Heri, tidur dan membuka kakinya lebar meskipun sebenarnya Anya merasa sangat malu karena miliknya pasti terlihat jelas.
Heri meludahi miliknya sendiri sebagai pengganti pelumas, melihat hal itu tentu saja membuat Anya sedikit berdebar. Anya memejamkan matanya saat merasakan sesuatu yang keras mulai menekan miliknya dan mencoba untuk masuk ke dalamnya dengan gerakan yang sedikit memaksa.
Anya menggerakkan giginya, menahan rasa sakit yang tiba-tiba terasa.
"Bisakah berhenti sebentar?" Pinta Anya memberanikan diri.
Heri yang sedari tadi hanya fokus untuk memasukkan miliknya tentu saja langsung menoleh ke arah Anya yang terlihat mengambil napas. Heri menatap ke arah miliknya yang bahkan baru masuk setengahnya, tapi wanita yang tidur di atas ranjang itu sudah terlihat menahan napasnya terlalu banyak.
"Apakah perlu aku keluarkan lagi?" Tanya Heri yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Anya.
"Langsung sekali tekan saja, setelah itu biarkan sebentar." Kata Anya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Heri.
Tidak seperti tadi yang berhati-hati karena kesulitan untuk masuk, Heri memutuskan untuk menekan miliknya dalam sekali hentakan seperti yang dikatakan oleh Anya.
Heri melenguh pelan, menikmati rasa hangat yang menyelimuti miliknya. Berbeda dengan Anya yang memekik pelan karena rasa sakit yang ia rasakan. Anya mencoba untuk membuka kakinya lebar, agar tidak terasa terlalu mengganjal. Gerakannya tentu saja membuat Heri berpikir jika Anya ingin segera dirinya bergerak.
Heri mulai bergerak dan itu membuat Anya mencoba mendorong perut Heri agar tidak bergerak terlalu dalam, namun lagi-lagi Heri salah menafsirkan, dimana dirinya berpikir jika Anya tengah menikmati gerakannya.
Heri menarik Anya untuk duduk, Anya sendiri tentu saja tidak memiliki kekuatan untuk memberontak.
"Ssttt ah." Desah Anya pelan saat merasakan milik Heri yang masuk semakin dalam ke dalam miliknya.
Heri mencium bibir Anya dengan rakus, begitupun dengan Anya yang memutuskan untuk membalas ciuman itu untuk mengalihkan rasa ngilu yang ada tepat pada miliknya.
"Bisakah bergerak dengan pelan?" Tanya Anya saat ciuman keduanya terlepas.
Heri yang mendengarnya tentu saja langsung mengubah posisinya dan memutuskan untuk berbaring.
"Bergeraklah sendiri." Kata Heri yang langsung saja membuat Anya malu dan mencoba untuk menggerakkan tubuhnya maju mundur tanpa berani mengangkat pantatnya.
Anya memegangi perutnya pelan, entah hanya dirinya saja atau semua wanita merasakannya, Anya merasa perutnya penuh oleh sesuatu yang tidak ia ketahui apa itu.
Heri menikmati wajah dan juga tubuh Anya yang terlihat dengan jelas. Lekukan tubuhnya dan juga tubuh bagian bawahnya yang menonjol dengan sangat indah. Tidak sedikitpun kendur dan masih terlihat sangat padat berisi.
Setelah merasa tidak tahan, Heri pun mengangkat tubuh Anya dan kembali menidurkannya di pinggir ranjang. Heri membuka kaki Anya lebar dan mulai bergerak dengan tempo yang tak beraturan. Hal itu tentu saja membuat dokter Anya terus memekik, antara sakit dan juga nikmat diwaktu bersamaan.
"Aku akan keluar." Kata Heri memberitahu.
Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja merasa sangat lega, karena akhirnya berakhir juga.
Teriakan terdengar dari bibir dokter Anya seiring dengan gerakan Heri yang dipercepat. Heri tentu saja sangat menikmatinya, milik Anya benar-benar sangat ketat hingga membuat dirinya ingin segera ejakulasi.
Heri menghentakkan pinggulnya ke depan sebagai akhir dari permainannya, mengakhirinya dengan mengeluarkan ejakulasinya di dalam milik dokter Anya.
Dokter Anya segera menarik napasnya dalam-dalam, mengisi napasnya agar kembali stabil setelah dirinya berdau dengan rasa sakit dan juga nikmat diwaktu yang bersamaan.
Heri menarik miliknya dan terkejut saat melihat lelehan spermanya yang berwarna merah muda. Heri mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Anya yang terbaring dengan mata terpejam, napasnya naik turun setelah apa yang terjadi. Heri sadar, ini pertama kalinya buat wanita itu dan dirinya bahkan tidak menyadari hal itu.
Bukannya tidak mau mengakui kesalahannya, tapi dijaman ini siapa yang masih menjaga keperawanannya? Bahkan saat dirinya tidur dengan istrinya pertama kalinya, istrinya pun bukanlah seorang perawan. Untuk itu Heri tidak pernah berpikir jika dirinya akan meniduri seorang perawan.
Heri naik ke atas tubuh Anya dengan tubuh yang ia bebankan pada ranjang. Heri memposisikan wajahnya tepat di atas wajah wanita itu. Mata yang terbuka secara perlahan dengan tatapan sayu membuat Heri semakin menggila saat melihatnya.
Heri memberikan kecupan singkat pada bibir Anya, dan hal itu membuat Anya tersenyum tipis. Sekarang Anya tidak akan penasaran lagi bagaimana rasanya, Anya pikir itu benar-benar nikmat, tapi baginya tidak terlalu nikmat. Sangat menegangkan saat dirinya harus menahan rasa sakit dan juga nikmat diwaktu yang bersamaan.
"Aku akan memulainya lagi, jadi bersiaplah." Bisik Heri yang kembali memberikan serangan pada leher Anya.
Anya tentu saja terkejut saat mendengarnya, Anya pikir malam ini sudah selesai dan laki-laki itu akan pergi meninggalkannya, tapi apa yang terjadi? Kenapa tidak seperti itu?
Malam itu, kamar hotel itu penuh dengan jeritan Anya dan juga desahannya. Heri tidak memberikan celah dan terus menikmati tubuh Anya yang sudah disodorkan padanya.
Sudah lama Heri tidak melakukannya, lalu tiba-tiba ada seorang perawan yang memberikan tubuhnya secara cuma-cuma, jadi kenapa dirinya harus diam? Heri sudah memutuskan untuk tidak menyia-nyiakannya dan menikmatinya hingga puas.
Entah sudah berapa lama keduanya bergelut di atas ranjang, jam menunjukkan pukul tiga dini hari saat Anya sudah tidak memiliki kekuatan untuk mengeluh. Hanya desahan pelan yang keluar dari bibirnya. Tubuhnya pun sudah terbaring tengkurap dengan Heri yang masih semangat di belakangnya.
Entah berapa kali Anya merasakan tubuhnya bergetar hebat dan merasa nikmat berkali-kali. Rasa sakit itupun sudah tidak terasa lagi, dan semuanya benar-benar nikmat, hingga Anya tidak bisa meminta laki-laki itu berhenti untuk menyentuhnya.
Sekali lagi, Heri mengeluarkan ejakulasinya di dalam milik Anya, Heri melakukannya dengan sadar dan tidak ada yang ia sesali dari hal itu.
Heri jatuh menindih tubuh Anya, Anya yang sudah lemas tentu saja tidak bisa mengatakan apa-apa, kecuali memejamkan matanya. Menikmati sesuatu yang mengalir masuk ke dalam miliknya.
Karena lelah, Anya pun tertidur pulas. Berbeda dengan Heri yang memutuskan untuk memposisikan tubuh Anya agar tidak tidur tengkurap, setelah itu Heri mengambil selimut yang tadi ia buang dan tidur di samping wanita itu. Heri mematikan lampu hotel dan memutuskan untuk tidur dengan memeluk wanita yang akan mengisi kehidupannya untuk kedepannya. Karena dengan dirinya berani menidurinya, maka Heri juga berani untuk menikahinya, terlepas dari apa yang wanita itu miliki saat ini.