Bab 8

2751 Kata
Tian merasa sangat lega. Karena sudah mengatakan perasaannya secara jujur kepada Adelia. Sedangkan Adelia, wanita itu sangat terkejut. Seakan tidak percaya. Saat mendengarkan pengakuan Tian. "Jadi maksud Bang Tian, Abang suka sama Adel?" tanya Adelia yang memastikan, tentang perkataan pria itu. Entah keberanian darimana membuat Tian berani mengungkapkan perasaan yang sebenarnya terhadap Adel. Semenjak kedatangan Galang membuat dia sedikit khawatir. Ia takut Galang akan merebut Adel dari dirinya. Makanya Tian berpikir, ia harus bertindak cepat untuk menyatakan perasaannya terhadap Adel. Urusan diterima atau ditolak itu urusan nanti, yang penting sekarang ia merasa lega karena Adel telah mengetahui perasaan dia yang sebenarnya. "Iya Del, kamu berbeda dengan kebanyakan perempuan yang pernah Abang temui. Bagi Abang kamu perempuan spesial, yang berada di hati Abang sekarang," jawab Tian berusaha jujur kepada wanita itu. Seketika Adel terdiam dengan perkataan Tian. Ia bingung harus menjawab apa. "Kamu jangan khawatir, Abang nggak minta jawaban kamu sekarang kok. Dan Abang harap, setelah kamu mengetahui perasaan Abang yang sebenarnya, tolong jangan jauhi Abang Del. Walau kamu menolak, kita masih bisa berteman kan?" tanya Tian yang tidak ingin wanita itu menjauhi dirinya. "Iya Bang pasti. Sebenarnya Abang juga sosok laki-laki baik yang pernah Adel kenal. Adel senang bisa dekat sama Abang. Tapi untuk membuka hati, terkadang Adel merasa takut," jawab Adelia yang tidak begitu yakin dengan perasaannya sendiri. "Kamu takut kenapa Del?" tanya Tian penasaran setelah mendengar jawaban dari wanita itu. "Adel hanya takut dibohongi Bang. Apa lagi dengan pria kaya. Biasanya mereka hanya bisa mempermainkan hati perempuan seenaknya saja dengan uang mereka. Tapi itu tidak berlaku untuk Bang Tian. Karena menurut penilaian Adel, Abang laki-laki sederhana yang jujur dan Adel akan memikirkan tentang perasaan Abang ke Adel. Tolong kasih Adel waktu ya Bang, untuk menjawabnya," pinta wanita itu yang tidak ingin gegabah. Karena ia tidak mau merasakan kekecewaan untuk yang kedua kalinya. "Iya Del, semua keputusan sekarang ada di tangan kamu." Tian pun pasrah. Ucapan Adelia barusan benar-benar mengganggu pikiran pria tersebut. "Bagaimana kalau Adelia tahu tentang status sosial ku yang sebenarnya? Apakah dia akan marah dengan kebohonganku selama ini? Bagaimana kalau dia tau akulah Mr Tajir yang mendadak kere demi untuk merebut hatinya? Semoga saja suatu saat nanti Adel dapat mengerti dan memahami alasanku melakukan semua ini," tanya Tian dalam hati, sambil menatap wanita yang dicintainya itu. *** Sedangkan di kamar hotel, Galang sedang bersama dengan teman-temannya. "Bagaimana Lang, acara ketemuan lo sama si Adelia? Apa lancar? Adel masih mau ngomong sama lo kan?" tanya Robi memastikan. "Ya begitulah Bi. Sikap Adel sangat dingin sama gue. Sepertinya dia masih belum bisa memaafkan, kesalahan gue di masa lalu," jawab Galang dengan nada sedih. "Lo yang sabar, Bro. Saat ini yang penting lo sudah minta maaf sama dia," jawab Tio menguatkan hati sahabatnya. "Iya si, Yo. Tapi kok gue merasa hati gue seperti belum tenang ya. Kayak ada yang mengganjal gitu," ucap Galang kepada sahabatnya. "Perasaan lo saja kali, Lang. Mendingan sekarang lo fokus. Bukannya tujuan kita datang ke Jambi karena lo mau ikut lomba balapan besok," ucap Robi yang memberikan semangat kepada sahabatnya. "Iya Bi, gue tahu. Tapi sepertinya gue bakalan lama deh tinggal di Jambi." Mendengar hal itu, membuat Tio dan Robi merasa heran. "Kenapa lo? Masih penasaran dengan mantan lo itu si Adelia. Terus kerjaan lo di kantor bokap lo, bagaimana Lang?" tanya Robi. "Gue punya rencana Bi, nanti gue akan telepon bokap gue. Gue akan bilang ke Beliau, kalau gue akan berkerja di supermarket Kak Tian, yang ada di Jambi. Dengan begitu, gue akan sering-sering deh bertemu dengan Adelia," jawab Galang yang memiliki rencana tersebut. "Lalu, apa Abang lo setuju? tanya Robi. "Gue yakin dia pasti setuju, kan alasan gue untuk berkerja," jawab Galang dengan penuh percaya diri. "Tapi nanti Abang lo bisa curiga, Lang. Kok lo mau-mau saja kerja jauh di supermarket dia, yang ada di luar kota." "Kalau masalah itu, nanti gue bilang saja Bi kalau gue mau mandiri, jauh dari keluarga. Gue yakin Kak Tian pasti ngijinin gue kok." "Kalau itu ya terserah lo saja, Lang. Semoga semua berjalan sesuai rencana lo " "Amin, semoga saja, Bro. Thank's ya," jawab Galang. Malam pun tiba. Galang pun sudah bersiap-siap untuk menelpon Tian kakaknya. Drrt! Drrt! "Bos ponselnya berbunyi tu," ucap Rendi yang kini tengah bersantai sambil menonton TV. "Galang, mau apalagi dia menelepon malam-malam," ucap Tian ketika melihat Galang adiknya, yang melakukan panggilan telepon tersebut. "Sudah angkat saja Bos. Mana tau penting." Tian pun segera mengangkat telepon dari adiknya itu. "Halo Assalammu'alaikum, Kak," sapa Galang lewat panggilan telepon. "Wa'alaikumsalam, ada perlu apa lagi kamu menelepon Kakak, Lang?" tanya Tian, yang sebenarnya tahu. Jika Galang memiliki maksud tertentu jika meneleponnya. "Ada yang mau Galang omongin sama, Kak Tian," jawab Galang. "Ya apa? Cepatan kalau mau ngomong." "Galang mau kerja di supermarket Kakak, yang ada di luar kota." "Maksud kamu apa Lang? Supermarket Kakak yang mana?" tanya Tian yang merasa heran. Saat mendengar permintaan aneh dari adiknya. "Departemen Store Rembulan Jambi, Kak." Deg! Tian sangat terkejut. Saat mendengar permintaan adiknya. Ia yakin, keinginan Galang ini, pasti ada hubungannya dengan Adelia. "Jauh banget kamu mau berkerja di sana, Lang. Bukannya kamu bilang, kamu sudah berkerja di perusahaannya Papa." "Iya Kak, tapi Galang pengen mandiri. Terserah dech Kakak mau ngasih Galang posisi apa, yang penting izinkan Galang kerja di sana ya, Kak." Galang berusaha merayu Tian kakaknya. "Nggak bisa, Lang. Kamu jangan main-main dengan pekerjaan. Asal kamu tahu, nyari pekerjaan jaman sekarang itu susah. Kakak nggak akan mengizinkan kamu kerja di sana. Sebaiknya kamu bantu saja Papa di perusahaannya," jawab Tian dengan nada tegas. "Tapi Kak, Galang janji kali ini Galang akan serius berkerja." pinta Galang sekali lagi, berusaha meyakinkan kakaknya. "Ya sudah, kalau begitu kamu kerja saja di supermarket Kakak yang ada di Jakarta atau di Bandung. Nggak usah kamu jauh-jauh ke pulau Sumatra. Dengan begitu Kakak akan mudah mengontrol kerjaan kamu," jawab Tian memberikan alasan. Galang hanya terdiam mendengar ucapan kakaknya. Ia tidak tahu lagi harus menjawab apa, karena rencananya untuk mendekati Adelia telah gagal. "Oh ya Lang, sekarang kamu ada di mana?" tanya Tian memastikan keberadaan adiknya. "Di luar kota Kak," jawab Galang. "Ya di mana?" tanya Tian lagi. "Di Jambi Kak." Galang pun akhirnya mengatakan keberadaannya sekarang. "Ngapain kamu jauh-jauh ke sana, mendingan sekarang kamu pulang ke Jakarta," perintah Tian dengan tegas kepada adiknya. "Nggak bisa, Kak. Besok turnamen balapannya akan di mulai. Nggak mungkin Galang sudah jauh-jauh datang ke sini, malah disuruh pulang," protes Galang. "Kamu juga, sudah cukup kamu main-mainnya. Untuk apa kamu balapan, kalau nggak ada manfaatnya." Tian pun berusaha untuk menasehati adiknya. "Kak ini dunia Galang, please kali ini Kakak dukung Galang," pinta Galang dengan nada memelas. "Kakak akan mendukung kamu, jika kamu mengisi hidup kamu dengan kegiatan yang lebih berguna. Jadi Kakak minta sama kamu, sebaiknya kamu segera pulang ke Jakarta." "Maaf Kak, Galang nggak bisa. Galang janji, setelah selesai balapan baru Galang akan pulang. Galang tutup dulu telponnya. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Tut! Tut! "Dasar tu anak berandalan, susah banget diaturnya." Tian pun merasa sangat kesal dengan kelakuan adiknya saat ini. "Yang sabar, Bos," ucap Rendi, ketika melihat raut wajah kesal yang ditunjukkan oleh Tian. "Mana saya bisa sabar Ren, kalau ternyata pria yang dulu pernah menyakiti perasaan Adel adalah Galang, adik saya sendiri." "Iya juga si, Bos. Saya juga tidak menyangka kalau ternyata Adelia dan juga Mas Galang, dulunya pernah punya hubungan khusus." "Iya Ren, gara-gara perbuatan Galang di masa lalu membuat Adel trauma untuk berdekatan dengan pria kaya. Karena baginya semua pria kaya itu sama saja, ia dengan seenaknya mempermainkan hati wanita dengan uang yang mereka miliki," ucap Tian yang makin bertambah kesal. "Itu artinya Anda harus ekstra lebih keras lagi Bos, untuk meyakinkan Adel kalau tidak semua pria kaya bersikap demikian." "Kamu benar Ren. Tadi juga saya sudah mengungkapkan perasaan saya terhadap Adel. Saya bilang kalau selama ini saya suka sama dia." "Terus apa jawaban Adel Bos, Anda diterima?" tanya Rendi penasaran. "Belum tau Ren. Sepertinya Adel masih ragu untuk menerima saya." Tian pun menghela nafas saat mengatakan kalimat itu. "Kalau begitu, Anda harus sabar Bos. Tidak semudah itu untuk menaklukan hati seorang wanita seperti Adelia," jawab Rendy berusaha menyemangati bosnya. "Iya Ren, makanya sebelum Adel mengetahui jati diri saya yang sebenarnya, saya ingin Adel menerima saya terlebih dahulu untuk menjadi pasangannya. Dengan begitu saya bisa sedikit lebih tenang untuk menjelaskan siapa diri saya." "Semangat Bos! Saya doakan semoga perjuangan Anda kali ini tidak sia-sia, dan Anda bisa bersama dengan wanita yang Anda cintai selamanya." "Amin, semoga saja Ren. Thank's ya atas do'anya." "Iya Bos sama-sama," jawab Rendi, yang berharap semoga bosnya bisa bersama dengan wanita yang dicintainya, Adelia. *** Saat ini di kediaman Adelia. Sedari tadi setelah makan malam, Adelia hanya duduk termenung memikirkan sesuatu yang dari tadi mengganjal pikirannya. "Anak gadis Mama kenapa duduk termenung dari tadi? Lagi mikirin apa sayang?" tanya Sarah menghampiri putrinya. "Nggak kok Ma, Adel nggak lagi mikirin apa-apa," jawab Adelia berbohong kepada mamanya. "Jangan bohong, Sayang. Mama tau ada sesuatu yang mengganjal di pikiran kamu. Kalau kamu ada masalah cerita ke Mama sayang. Mana tau Mama bisa bantu kamu,"' ucap Sarah sambil membelai rambut putrinya. "Adel bingung Ma," jawab Adelia. "Kamu bingung kenapa, Nak?" tanya Sarah yang penasaran, saat mendengar perkataan putri sulungnya. "Ini soal Bang Tian Ma," jawab Adelia yang berusaha jujur kepada mamanya. "Tian teman kerja kamu itu?" tanya Sarah lagi. "Iya Ma." Adelia menghela nafas. Saat mengingat apa yang dikatakan Tian kepadanya. "Ada apa memangnya dengan Nak Tian, Sayang?" tanya Sarah yang makin penasaran. "Tadi Bang Tian ngomong ke Adel Ma, Bang Tian ngungkapin perasaannya ke Adel. Bang Tian bilang kalau Bang Tian suka sama Adel." "Berarti dia nembak kamu dong, Sayang." "Iya Ma, begitulah." "Terus kamu jawab apa Del?" "Adel belum kasih jawaban Ma, Adel bingung." "Sekarang Mama tanya sama kamu. Kamu suka nggak dengan Tian?" tanya Sarah, memastikan apa yang dirasakan putrinya. "Ya, Bang Tian orang yang baik Ma. Dia juga perhatian dan bertanggung jawab, tapi Adel masih belum yakin dengan perasaan Adel. Terus terang, Adel masih takut Ma untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Adel takut nantinya Bang Tian hanya mempermainkan perasaan Adel saja." "Kamu tidak boleh punya pikiran seperti itu sayang. Jangan karena dulu kamu pernah dikhianati oleh seorang pria, kamu menganggap semua pria itu sama. Kalau menurut Mama, coba dech kamu buka hati kamu. Tanyakan sama hati kecil kamu, Mama yakin kamu pasti akan mendapatkan jawaban atas keraguan kamu selama ini." "Iya Ma, makasih atas sarannya. Sekarang Adel sudah agak sedikit lega." "Iya Sayang, dan jangan lupa juga kamu berdoa, minta petunjuk dari Allah. Semoga Allah memberikan yang terbaik buat hidup kamu," saran Sarah kepada putrinya. "Amin ya Allah, semoga saja Ma." Adel sedikit lega setelah berbicara dengan mamanya. Beban pikirannya pun berkurang, sekarang ia tau apa yang harus dilakukannya sekarang. Keesokan hari telah tiba. "Bagaimana, Bro? Lo sudah siap untuk balapan?" tanya Robi yang menghampiri Galang sahabatnya. "Sip Bro! Doain gue ya," pinta Galang kepada sahabatnya. "Iya Pasti, lo juga harus rileks, Lang. Masalah semalaman jangan terlalu dipikirkan. Lo harus tunjukkan ke Abang lo, kalau lo juga bisa berprestasi," ucap Robi menyemangati sahabatnya. "Iya Bi, gue akan tunjukkan pada mereka. Agar mereka percaya dan nggak meremehkan gue lagi," ucap Galang dengan penuh percaya diri. "Ok Bro! Good luck buat lo." Galang pun telah bersiap-siap bersama peserta yang lain. Sebenarnya saat ini pikiran Galang agak sedikit kacau. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang karena ia tidak ingin mengecewakan kedua sahabatnya Robi dan Tio yang selalu mensupport-nya. Balapan pun di mulai. Galang langsung menarik gas motornya dengan kencang. Beberapa lap berlalu dengan aman, bahkan Galang sempat memimpin balapan mengalahkan para pesaingnya. Tapi ternyata keberuntungan tidak berada di pihak Galang. Pada Lap terakhir motor yang di kendarai Galang tiba-tiba tergelincir mengakibatkan Galang jatuh terpental dari atas motornya. Robi dan Tio yang melihat kejadian itu menjadi panik, mereka pun berlari menghampiri sahabatnya itu. "Lang! Bangun, Lang!" Lo harus kuat, Lang! Tunjukan pada mereka kalau lo bisa! Lo bukan Galang yang lemah!" teriak Robi ketika melihat sahabatnya sudah tidak sadarkan diri. Kini para tim medis pun sedang berusaha menyelamatkan Galang. Karena tidak ada reaksi yang diberikan oleh Galang, akhirnya mereka pun segera merujuk Galang untuk dibawah ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit. "Maaf, siapa wali dari pasien?" tanya salah seorang perawat kepada Robi dan Tio. "Kami teman sekaligus walinya, Sus," jawab Robi kepada Suster itu. "Maaf, Mas, Apa pasien tidak memiliki keluarga dekat? Soalnya pasien harus segera dioperasi untuk menghentikan pendarahannya. Untuk itu kami memerlukan persetujuan dari keluarga pasien sekaligus untuk mendiskusikan masalah biaya operasi pada keluarga pasien," jawab suster itu menjelaskan. "Bagaimana ya Sus? Tapi nanti saya akan coba telepon kakak pasien." "Baik, Mas. Kalau bisa secepatnya, suruh keluarga pasien datang ke rumah sakit," pinta suster itu. "Iya Sus, akan saya usahakan," jawab Robi. Setelah Kepergian suster itu. "Yo! Mana ponselnya Galang?" tanya Robi yang berniat ingin memberitahu Tian, tentang musibah yang dialami Galang saat ini. "Memangnya lo mau menelepon Kak Tian, Bi?" tanya Tio kepada temannya. "Ya nggak ada jalan lain, Yo. Kita harus kasih kabar ke Kak Tian." "Nanti kalau Kak Tian marah sama kita bagaimana Bi? Bukannya semalam dia sudah melarang Galang untuk balapan?" tanya Tio yang merasa khawatir. "Ya sekarang kita nggak punya pilihan lain lagi, Yo. Saat ini keselamatan Galang yang paling penting. Urusan Kak Tian nanti marah sama kita, itu urusan belakangan," jawab Robi. "Ya sudah ini ponsel Galang, tapi lo yang telepon ya." "Iya, sini cepatan." Robi pun langsung menelepon Tian, dengan perasaan agak sedikit was-was. Drrt! Drrt! "Nggak diangkat Yo." "Coba lagi Bi, menelepon orang sibuk memang seperti itu," jawab Tio. Pada panggilan kelima, barulahTian mengangkat panggilan telepon dari ponsel Galang. "Halo, Assalammu'alaikum. Ada apa lagi, si Lang? Kamu mengganggu Kakak terus dari kemarin? Kan semalam sudah Kakak bilang, sebaiknya kamu segera pulang ke Jakarta. Bantuin papa kerja di kantor, jangan asyik keluyuran nggak jelas, dengan teman-teman berandalan mu itu." Robi yang mendengar perkataan Tian menjadi sedikit takut. "Maaf Kak Tian, ini bukan Galang, tapi Robi temannya Galang," jawab Robi memberanikan diri. ",Apa?! Galang mana? Kenapa kamu yang menelepon saya, pakai ponselnya Galang?" tanya Tian merasa heran. "Anu Kak, saya ingin menyampaikan berita, yang agak sedikit kurang mengenakkan untuk Kakak." "Apa maksud ucapan kamu?" tanya Tian lagi. "Hmm, sekarang Galang ada di rumah sakit, Kak. Kondisinya kritis, akibat jatuh dari motor." Deg! Tian sangat terkejut. Setelah mendengar perkataan dari teman adiknya barusan. "Apa?! Kamu lagi nggak bohongin saya kan!" tanya Tian memastikan. "Nggak, Kak. Saat ini pihak rumah sakit ingin bertemu dengan keluarga Galang, karena mereka ingin mengoperasi Galang secepatnya," jawab Robi dengan sedikit takut-takut. "Baik, saya akan segera ke rumah sakit. Sekarang juga kamu share lokasinya." "Iya Kak, saya akan share lokasi rumah sakitnya ke ponsel Kakak." Tut! Tut! Tian langsung menutup panggilan telepon tersebut. Rendi yang melihat raut wajah khawatir yang ditunjukkan oleh bosnya, menjadi penasaran. "Ada apa Bos?" tanya Rendi. "Ren, saya harus pergi sekarang juga," jawab Tian dengan tergesa-gesa. "Memangnya Anda mau pergi kemana?" tanya Rendi lagi. "Saya mau ke rumah sakit Ren, Galang kritis akibat kecelakaan motor." "Saya ikut Bos." Rendi merasa khawatir setelah mendengar perkataan dari bosnya itu. "Tidak usah, kamu tetap berada di supermarket ini saja. Saya tidak mau Adelia curiga ketika saya pergi." "Baiklah Bos, jika itu yang Anda inginkan," jawab Rendi yang menuruti permintaan Tian. "Saya pergi dulu Ren." "Iya Bos, hati-hati di jalan." Setelah berganti pakaian, Tian pun segera pergi menuju rumah sakit tempat Galang di rawat. Sesampainya Tian di rumah sakit ia langsung menemui Robi dan Tio. "Mana adik saya?" tanya Tian dengan nada marah. "A-ada di dalam Kak, lagi diperiksa sama dokter," jawab Robi dengan terbata-bata. "Ingat ya, jika terjadi apa-apa dengan Galang, saya tidak akan segan-segan untuk menghancurkan perusahaan orang tua kalian!" Kini, Tian sudah diliputi oleh rasa emosi. "Ma-maaf Kak, kami berdua benar-benar menyesal. Kami juga tidak tahu kalau musibah ini akan menimpa Galang. Kami mohon, jangan libatkan orang tua kami dalam masalah ini." "Baik, tapi saya minta sama kalian, mulai hari ini jauhi adik saya! Apa kalian mengerti?!" "Iya Kak kami mengerti," jawab Robi yang akhirnya pasrah, menerima amukan dari pria itu. "Ya sudah, sekarang kalian boleh pergi! Setelah mengucapkan kalimat itu, Tian pun langsung pergi menemui dokter yang sedang menangani Galang." "Saya keluarga dari pasien bernama Galang. Bagaimana kondisi adik saya sekarang dokter?" tanya Tian penasaran. "Silahkan duduk Pak. Ada yang ingin saya bicarakan tentang kondisi adik, Anda," ucap Dokter Herman. "Baik dokter." Tian pun langsung duduk berhadapan dengan Dokter Herman, dokter yang sekarang menangani Galang." "Saat ini kami harus secepatnya melakukan operasi untuk menghentikan pendarahannya Pak. Tapi, itu tidak menjamin kalau kondisi adik Anda akan baik-baik saja." Deg! Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN