Aku Gak Cantik?

1185 Kata
“Aku hari ini mau pergi,” ucap Luna saat dia bertrmu dengan Danis di tangga. “Apa peduliku!” Danis melanjutkan langkahnya menuju ke dalam kamarnya. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Luna. Dia tidak mau terlalu banyak terlibat dengan hidup sang gadis. Luna mempoutkan bibirnya saat dia melihat Danis menanggapi dirinya datar. Dia menyesal meminta ijin ke Danis. Dia menoleh ke belakang dan meninju kepala Danis dari jauh. “Dasar orang ga punya perasaan. Bisa-bisanya dia sebentar jadi baik eh ga lama kemudian dia udah jad nyebelin lagi. Itu orang apa bukan sih?” gerutu Luna sambil turun dari tangga. “Makan apa dia selama ini. Kok ada orang nyebelin kaya gitu. Untung aja cakep, masih bisa di liat, kalo ga ... uh bakalan aku remes-remes tuh muka!” “Coba remes sini kalo berani!” Terdengar suara seorang pria dari arah belakang Luna. Luna segera menoleh ke belakang dan mendapati Danis sedang berdiri di belakangnya. “Ngomong apa tadi? Ayo remes kalo berani. Nih mukaku ada di sini. Danis memajukan wajahnya sehingga menjadi sangat dekat dengan Luna. Luna memundurkan badannya dengan semakin dekatnya wajah Danis dengannya. Karena Danis makin mendekat, otomatis badan Luna makin condong ke belakang. Dia mulai kehilangan keseimbangannya. “Eeeh ... eehh ...” Luna mencoba mencari pegangan untuk menjaga dirinya tidak jatuh dengan menggerak-gerakkan badannya. Danis yang tahu Luna akan jatuh segera saja menarik tangan Luna. Mereka masih di anak tangga yang tinggi saat ini. Kalau Luna sampai jatuh dan terluka, bisa saja dia akan mendapat masalah dari orang tuanya. Tangan Danis menarik tangan Luna dengan cepat. Tubuh Luna jatuh dalam dekapan Danis. Aroma parfum Danis yang terhirup hidung Luna membuat gadis itu seperti kehilangan nyawanya dalam sekejap. Dia tidak mampu berpikir dan menggerakkan badannya. Deg! Ada pukulan hebat di jantung Danis. Pukulan yang terasa sangat menyakitkan saat kepala Luna masuk dalam dadanya yang bidang. Rasa tidak nyaman yang sulit untuk diartikan. “Minggir sana ... minggir!” ucap Danis sambil mendorong kening Luna. “Ih apaan sih, Dan,” berontak Luna. Luna menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk membenarkan rambutnya. Dia juga menata poni barunya juga di depan mata Danis. ‘Ya ampun imut banget sih dia kalo kaya gini. Kaya kucing baru mandi. Gemesin banget. Eh ya ampun otakku error lagi! Ga bener ini!’ seru Danis dalam hati saat melihat pemandangan di depannya. “Minggir sana!” ucap Danis sambil menggeser badan Luna dengan tangannya. Danis melangkahkan kakinya menuruni tangga. Dia baru sadar kalau dia seharusnya ke atas tapi karena tadi dia mengganggu Luna, kini dia harus melangkah ke bawah. Demi menghilangkan gengsi, dia harus berpura-pura mengambil air minum. Luna masih berdiri di tangga. Dia tidak melangkahkan kakinya kemana pun. Aroma parfum Danis yang menempel di hidungnya masih membuat kesadarannya belum kembali secara total. Dia mash kehilangan separuh kesadarannya. “Nyonya ... anda harus berangkat 30 menit lagi. Harap segera bersiap,” ucap Lisa menyadarkan Luna. “30 menit lagi? Ya udah, aku bersiap dulu. Siapkan mobil.” “Baik Nyonya.” Luna berbalik arah. Kini dia akan kembali lagi ke kamarnya. Dia tidak lagi memperdulikan Danis yang sedang asik minum di depan matanya. Danis minum sambil melirik dan mendengarkan apa yang dibicarakan Luna dan asistennya itu. Dia jadi ingin tahu ke mana Luna akan pergi. “Lisa! Sini bentar,” panggil Danis saat melihat Luna sudah masuk ke dalam kamarnya. “Iya, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Lisa. “Dia mau ke mana?” tanya Danis sambil melihat ke arah kamar Luna. “Nyonya Luna? Nyonya diminta oleh Nyonya besar ke butik untuk memilih baju yang cocok untuk nanti malam.” “Nanti malam? Tunggu, maksudmu dia bakal datang ke pesta itu?” “Iya, Tuan. Nyonya akan datang bersama Tuan nanti malam.” “Aduuuh ... kerjaan lagi. Sandiwara lagi.” “Sandiwara? Bukankah Nyonya Luna adalah istri Tuan?” “Sudah diem kamu! Banyak tanya lagi.” “Maaf, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Danis menghembuskan nafasnya berat. Dia meletakkan gelas yang ada di tangannya di atas meja. Dia melihat ke arah deretan kamar yang ada di lantai atas. “May ... kamu ke mana sih, sayank. Kenapa kamu pergi gitu aja? Kalo kamu bilang kamu di mana, pasti aku bakalan susul kamu sekarang juga. Jangan biarkan pesona gadis ga jelas itu membuat aku lupa sama kamu. Balik ya, balik cepet.” “Aduuh ke pesta bareng gadis udik. Kudu sabar ini nanti.” Danis menghela nafas lagi. Dia beranjak dari tempat duduknya dan segera melangakah menuju ke kamarnya. Dia tidak bisa membayangkan kalau saja malam ini Luna akan membuatnya malu di depan keluarga besar dan juga orang penting yang ada di sana. Saat Danis hendak menutup pintu kamarnya, dia melihat Luna keluar dari kamarnya. Dia melihat sebentar penampilan sang gadis yang sudah menjadi istrinya itu. Rok mini baju over size dan juga sling bag yang dia kenakan sangat bagus untuk penampilannya. Ditambah dengan potongan rambut barunya yang lebih pendek tapi makin membuatnya segar itu menyita perhatian Danis. “Apa liat-liat? Aku cantik ya?” ucap Luna saat dia melihat Danis di depannya. “Apa? Cantik? Apa kamu ga punya kaca di dalam kamar kamu. Penampilan kaya gitu kamu bilang cantik, aduuuh belajar dulu sana,” Danis segera menutup pintu kamarnya. “Dasar orang aneh. Semua orang di rumah ini bilang aku makin cantik, kenapa dia doang yang ga komentar aku cantik. Secantik apa sih Maya itu? Dasar menyebalkan!” gerutu Luna kesal. Luna segera turun ke bawah dan berjalan menuju ke teras rumah. Dia bertemu dengan beberapa pelayan di rumahnya. Mereka memuji betapa cantik dan segarnya Luna saat ini. Sanga berbeda dengan Luna yang pertama kali datang. “Silahkan masuk, Nyonya,” ucap sopir keluarga sambil membukakan pintu. “Makasih.” Luna duduk di kursi belakang sedangkan Lisa duduk di kursi depan dengan sopir. Mobil mewah yang ditumpangi Luna itu segera meluncur ke butik tempat dia akan memilih baju untuk pesta nanti malam. “Lisa, bolah aku bertanya satu hal ga?” “Silahkan, Nyonya.” “Menurut kamu, aku sekarang ini cantik ga? Cantik mana aku yang sekarang dengan aku yang dulu?” “Mohon maaf sebelumnya kalau jawaban saya nanti tidak enak untuk di dengar. Menurut saya, Nyonya yang sekarang jauh lebih cantik dan segar di bandingkan dengan yang dulu.” “Benarkah?” “Tentu saja, Nyonya. Nyonya sekarang ini lebih terlihat lebih terawat dan sangat imut. Sangat sesuai dengan umur Nyonya.” “Bearti mata dia yang salah. Ato emang mata dia yang terbuat dari benda lain.” “Mata siapa?” “Mata orang buta,” jawab Luna sambil melemparkan pandangannya keluar jendela. Mobil terus menembus padatnya arus lalu lintas kota Gerga. Luna terus melayangkan pikiran ke arah Maya. Dia sangat penasaran bagaimana Maya sebenarnya, kenapa Danis bisa sangat mencintai wanita itu. Seolah tidak ada ce;ah bagi wanita lain yang ingn menggantikan Maya. Menggantikan wanita istimewa itu. Mobil telah sampai di butik. Luna segera masuk untuk menemui orang yang sedang menunggunya di dalam sana. “Luna ... ya ampun kamu cantik banget,” sebuah sapaan yang membuat Luna mengembangkan senyum lebarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN