Jangan Pergi

1272 Kata
“Luna ... ya ampun kamu cantik banget,” sebuah sapaan yang membuat Luna mengembangkan senyum lebarnya. Luna berjalan mendekati orang tersebut. Dia memamerkan senyumnya lagi saat ada di depan Niken. “Apa kabar, Ma?” “Baik Lun. Ini rambut kenapa jadi bondol gini?” tanya Niken sambil memegang rambut baru Luna. “Bagus ga, Ma?” “Hmmm bagus ... bangus banget. Ya ampun kamu beneran keliatan muda dan seger banget. Kamu lebih ceria kalo kaya gini.” “Benerkah?” “Pastinya. Yuk kita buruan pilih bajunya. Mama udah siapkan beberapa baju yang harus kamu cobain dulu. Yuk masuk." Niken mengajak Luna masuk ke dalam butik. Mereka di sambut olah manager butik dan para stylist yang siap untuk mendandani Luna jadi sangat cantik. Ya, Luna harus menjadi seorang bintang saat ini. Luna akan di sorot sebagai istri Danis sang calon penguasa Tanjaya yang baru. Dia akan mulai di lihat dunia tenang apa saja yang akan di lakukannya. Menjadi seorang istri sah seorang pewaris salah satu kerajaan perusahaan besar. “Menantunya muda bener ya. Cantik, imut banget lagi. Pantas saja Tuan Danis suka.” “Pastinya. Kalo dia ga cantik pasti Danis ga akan mau. Lun, kamu ikut mereka ya. Mama tunggu di sini. Mama udah ga sabar liat kamu.” “Iya, Ma.” Luna mengikuti dua orang stylist yang siap membantunya mencoba beberapa model pakaian yang akan dia pakai nanti malam. Dia sangat berharap mendapatkan baju yang terbaik yang akan membuat Danis melihatnya malam ini. Luna masuk ke dalam sebuah podium yang ditutupi dengan kelambu besar dan tebal. Di dalam sana ada cermin besar dan juga beberapa gantungan baju serta sepatu yang sepertinya harus dia coba saat ini. Dengan sigap para stylist segera membantu Luna untuk berganti pakaian. Mengganti baju casual Luna dengan sebuah gaun pesta. “Waaah ... kamu cantik banget, Lun. Menantuku cantik kan?” ucap Niken saat horden terbuka. “Iya benar, dia emang sangat cantik. Tapi kenapa aku ga suka liat sama bajunya ya, Madame.” “Apa yang kamu ga suka?” tanya Niken pada sang desaigner.” “Kaya ada yang kurang.” “Kurang? Apa yang kurang?” “Kaki ku kurang jenjang seperti gadis lainnya. Sehingga pake baju panjang gini akan buat aku makin tenggelam,” ucap Luna. Sang designer melihat ke arah Luna. Dia tidak menyangka Luna akan mengomentari dirinya sendiri. Niken yang mendengar apa yang dikatakan Luna pun segera menoleh ke sang designer. Dia seolah meminta jawaban kepastian dari sana. “Aku akan ganti baju satu kali lagi.” Luna menyuruh para stylist untuk menutup kembali horden tebal itu. Dia kemudian memilih koleksi baju yang ada di gantungan dan juga sepatu yang akan dia pakai. “Bantu aku memakainya,” ucap Luna sambil memberikan baju yang ada di tangannya. “Baik Nyonya Muda.” Sementara itu Niken yang masih duduk di depan ruang ganti bersama dengan sang designer pun berdiskusi. Niken menanyakan apa yang dikatakan oleh Luna tadi. “Sepertinya menantu Madame itu orang yang tau fashion. Coba kita liat dulu ya, kaya gimana baju pilhannya. Aku pengen kenal menantu Madame dari baju pilihannya.” Secara perlahan horden besar itu mulai terbuka. Niken dan sang designer tidak sabar melihat kejutan apa yang akan diberikan Luna saat ini. Saat horden itu sudah terbuka sebagian dan tubuh Luna sudah terlihat semuanya, dua orang yang duduk sambil menyilangkan kakinya itu menatap lurus ke arah Luna. Mereka seolah tidak ingin berkedip dan terus melihat ke arah Luna. Mereka benar-benar mengagumi pilihan Luna kali ini. “Apa ini bagus?” tanya Luna. “Bagus banget. Sangat bagus.” “Iya bener, ini bagus banget, Lun. Waah ga nyangka kamu bisa milih apa yang pantes kamu pake ya. Bungkus yang ini,” ucap Niken. Luna senang dengan reaksi yang dia dapatkan dari mertua dan dari orang yang ada di sana. Dia juga ikut puas dengan apa yang dipilinya. Dengan harapan Danis nanti juga akan menyukainya. *** “Mana Luna?” tanya Danis saat dia menunggu pasangannya untuk datang ke pesta penting itu. “Nyonya masih di atas, Tuan. Sepertinya beliau sedang berdandan.” “Suruh cepet! Dandan apa, paling ya mukanya tetep aja stamndar begitu,” ucap Danis ketus. “Baik, Tuan.” Lisa segera meninggalkan Danis yang duduk di ruang tengah. Dia sudah siap berangkat dengan setelan jas berwarna hitam formal lengkap dengan dasi kupu-kupu yang membuatnya makin tampak sempurna. Danis memainkan ponselnya untuk melihat kabar yang terjadi hari ini. Dia juga mencoba melihat semua akun media sosial Maya, berharap ada petunjuk baru yang dia dapatkan. “Tuan sudah menunggu di bawah, Nyonya.” “Iya. Biarin aja. Cwe kalo lag dandan emang lama.” Luna mulai keluar dari kamarnya. Dia memang melihat Danis sedang bermain ponselnya di ruang tengah. Mendengar ada yang berbicara, Danis pun menoleh ke arah sumber suara. Matanya menangkap sosok gadis yang dia kenal di lantai atas. Seseorang yang membuat matanya terpaku pada setiap langkah sang gadis. Luna turun dari tangga. Dia melihat Danis melihat ke arahnya. Melihat dengan pandangan takjub terpesona. Luna senang dengan keadaan saat ini. Sebuah mid dres dengan potongan sederhana berbelahan d**a lebar tanpa lengan berwarna telur asin membalut sempurna tubuh Luna. Detail yang disuguhkan oleh baju itu sungguh bisa menutupi kekurangan yang ada di badan Luna. ‘Gila cantik banget ni cwe. Kok bisa ya dia secantik ini,’ gumam Danis dalam hati. ‘Yes! Yes! Yes! Akhirnya Danis liat gw. Danis liat kalo gw cantik,” sorak Luna dalam hati. Luna telah ada di depan Danis. Dia tersenyum manis pada pemuda itu. Senyum yang memamerkan betapa cantiknya dia malam ini. “Kita pergi sekarang?” tanya Luna. “Ayo,” jawab Danis mantap. “Danis,” panggil Luna. “Apa lagi?” “Aku cantik ga?” Danis menyapu penampilan Luna dari atas ke bawah, ‘Cantik banget. Sempurna!’ ucap Danis dalam hati. “Hmmm Biasa aja tuh,” jawab Danis. Senyum yang mengembang di bibir Luna meredup, “Biasa aja? Aku ga masih ga cantik juga?” “Biasa aja. Ayo buruan berangkat,” ucap Danis sambil melangkah pergi terlebih dahulu. Luna yang kecewa dengan apa yang dikatakan Danis, masih saja berdiri di tempat itu tanpa bergerak. Dia malah cemberut karena apa yang dia harapkan sangat berbeda. “Jangan cembertu. Terus senyum. Kalo cemberut gw tinggalin di rumah nanti.” “Ga mau. Aku mau ikut, Dan!” Luna segera mempercepat langkah kakinya untuk menyusul Danis yang berjalan di depan. Sebuah sedan mewah yang biasanya di naiki Danis sudah terparkir di depan rumah. Danis tampak berdiri di dekat pintu mobil menunggu Luna datang. Dia menatap Luna lagi dengan semua kekaguman yang ada pada dirinya. “Buruan nama sih. Itu kaki orang apa kelinci, lama amat jalannya,” ucap Danis. Luna melihat ke arah Danis dengan mempoutkan bibirnya, “Bisa ngomong yang baik ga?” “Kalo ga senyum tinggal aja di rumah!” “Ga mau,” ucap Luna sambil segera masuk ke dalam mobil. Danis tersenyum tipis melihat tingkah polos Luna. Dia memastikan Luna duduk dengan nyaman, setelah itu dia masuk ke dalam mobil juga. Dengan segera mobil pun meluncur membelah jalanan kota Gerga yang kini di penuhi dengan lampu kota yang indah. “Selama di pesta jangan pergi jauh dari aku. Jangan pernah bilang tentang status perjanjian kita dan jangan sampe kamu buka tentang jati diri kamu yang sebenarnya. Jaga nama baik aku dan keluarga. Kamu ngerti?” “Trus kalo aku ditanyain gimana?” “Senyum aja. Dan terus di dekat aku.” ‘Jangan jauh-jauh. Kalo kamu dilirik orang lain dalam keadaan begini bisa bahaya,’ ucap Danis dalam hati. “Iya ... aku ikut apa kata kamu aja.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN