“Halo”
Luna menunggu balasan jawaban dari orang tang menghubunginya. Dia sedikit takut kalau saja dia melakukan kesalahan lagi kali ini.
“Luna, kamu sudah tidur?”
“Belum, Ma. Masih mau ganti baju. Ada apa?”
“Lun, Mama mau kasih tahu kamu kalo kita ada undangan dari salah satu relasinya Papa. Kamu dateng ya ama Danis.”
“Haahh?? Luna harus dateng ke pesta bareng sama Danis? Ini kayanya ga mungkin deh, Ma.”
“Kok ga mungkin itu kenapa?”
“Danis ga akan setuju, Ma. Lagi pula, Luna ga pernah dateng je pesta orang kaya. Luna takut kalo nanti bakal bikin malu Danis.”
“Udah pokoknya kamu tenang aja. Kita bakal berangkat bareng ya. Ga enak kalo kamu sebagai istrinya Danis ga dateng.”
“Tapi, Ma ....”
Tut tut tut
Panggilan telepon itu terputus bahkan saat Luna belum menyelesaikan kalimatnya. Luna memegang ponselnya dan melihat layar ponsel tersebut.
“Dateng ke undangan ama Danis? Ya ampun, mimpi apa gw.”
Luna berdiri di atas tempat tidurnya. Dia melompat-lompat bahagia. Dia bahkan juga tertawa-tawa dan bersorak sendiri. Luna meluapkan rasa senangnya.
“Aduuh ntar kan Danis pasti pake jas ya, trus gw pake gaun. Gaun apa ya yang bakal gw pake. Gaun kaya apa yang di sediakan buat gw. Apa ntar Danis bakal terpesona lagi kaya dia pas liat gw fi nikahan kami? Eh ya ampun kok malu sendiri gw.”
Kali ini Luna menjatuhkan badannya ke tempat tidur dan menutupi wajahnya dengan guling. Dia merasa sangat malu saat dia membayangkan kalau dia akan menjadi cantik lagi.
Khayalan Luna mulai melayang. Dia tidur terlentang sambil menatap langit-langit. Dia tidak tahu bagaimana dia akan berubah di malam itu.
“Kalo tiba-tiba Tuhan kembali baik ama gw gimana ya. Tiba-tiba ntar jadi kaya cinderella. Dia terpesona ama gw dan akhirnya kami pun beneran saling jatuh cinta.”
“Danis tampan tapi gw juga yakin, dia sebenernya baik. Kalo dia ga baik, ga mungkin kan dia bakal nurut ama orang tuanya.”
Pikiran Luna terus melayang. Entah sampai pukul berapa dia melayangkan pikirannya dengan bebas. Luna bahkan tertidur dengan sendirinya saat ini.
Dia masih tidur dengan menggunakan pakaian yang tadi dia kenakan. Tidur tanpa membersihkan muka dan mulut serta berganti pakaian. Sepertinya mengkhayal menjadi pendamping yang di inginkan Danis terlalu membuatnya menjadi sangat lelah.
Tok tok tok
Ada suara ketukan di pintu kamar Luna. Luna yang masih tertidur pulas pun mencoba membuka matanya. Tapi sepertinya mata itu tidak menurut padanya. Mata itu tetap saja tertutup.
Tok tok tok
Ketukan itu kembali terdengar. Luna menyuruh mata dan mulutnya terjaga. Tapi sepertinya dia memang masih malas untuk bangun. Bukan mata dan mulutnya yang merespon, tapi justru tangannya merespon untuk menarik selimutnya lagi.
“Sepertinya Nyonya Luna masih tidur, Nyonya,” ucap Lisa pada Niken yang datang ke rumahnya pagi ini.
“Udah biarin aja. Dia pasti capek ngurusin Danis. Kasian anak itu. Danis udah bangun belum?”
“Sepertinya Tuan Danis juga masih ada di dalam kamarnya. Beliau sepertinya masihtidur juga.”
“Tumben banget dia belum bangun. Emangnya sampe jam berapa semalam teman-temannya di sini?”
“Sepertinya sebelum jam 12.”
“Luna nungguin sampe jam segitu juga?:
“Tidak, setelah acara makan malam dan Tuan Danis sudah masuk ke ruang kerja, Nyonya muda segera masuk ke kamar.”
“Maaf, Nyonya. Ada yang ingin saya sampaikan tentang Nona Maya.”
“Maya?”
Lisa melaporkan tentang apa yang dia tahu tentang Maya. Dia menyampaikan dengan lengkap tanpa ada yang tertinggal dan terlewatkan.
Niken memperhatikan apa yang di katakan oleh orang kepercayaannya itu. Dia mencoba berpikir sambil mendengarkan apa yang akan dia lakukan sekarang.
“Apa tanggapan Danis?”
“Tuan masih bingung. Karena belum tahu alamat yang jelas.”
“Kirim orangmu untuk memastikan keadaan di sana. Pastikan semua masih aman dan dia tidak akan kembali lagi.”
“Baik, Nyonya. Akan saya kirim orang ke sana untuk memastikan semuanya.”
Karena semua penduduk utama di rumah itu masih tidur, Niken pun kembali pulang. Dia tadi datang ke rumah putranya untuk mengajak mereka sarapan bersama.
Dia sengaja membawa makanan dari luar untuk di makan bersama. Tapi karena penduduk rumah utama ini masih tidur lelap, dia jadi sedikit kecewa. Tapi dia senang kalau rumah ini menjadi lebih baik dengan Danis tidak lagi bersikap kasar pada Luna.
Sinar matahari mulai menggoda Luna dari balik horden kamarnya. Sinar itu mengintip dari balik horden yang masih tertutup rapat dan hanya memiliki sela-sela kecil saja.
Mata Luna mulai bergerak-gerak karena godaan sinar ity. Sinar yang menyilaukan karena sepertinya matahari sudah mulai meninggi.
“Huaaaa ....”
Luna mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan badannya yang masih belum terkumpul sempurna nyawanya. Matanya mulai terbuka perlahan dengan pandangan kabur yang makin jelas secara perlahan.
“Udah jam 8 pagi. Udah siang banget ya. Tapi ga papa lah, hari ini kan weekend. Boleh donk kalo gw bangun lebih siang,” gumam Luna sambil menguap.
Luna membalik posisi badannya menghadap ke ruangan kamarnya. Ruangan itu masih gelap dan hanya mengandalkan sinar matahari yang sedikit mengintip di jendela.
“Ya ampun aku semalam tidur ga ganti baju ya. Pantesan kok sesak rasanya. Aduuh, mandi ah dulu.”
Luna segera mematukan pendingin ruangan di kamarnya. Dia segera mandi untuk membersihkan dirinya. Dia harus segera mengecek semua keadaan rumahnya hari ini. Dia juga harus bersiap mendapatkan makian Danis karena dia bangun terlambat.
Tok tok tok
“Masuk,” ucap Luna dari dalam kamar.
Lisa membuka pintu dan melihat majikannya sedang mengeringkan rambut, “Maaf Nyonya, sarapan Anda di bawa ke kamar atau akan makan di bawah?”
“Sarapan? Kamu udah masak?”
“Tadi pagi ada Nyonya besar datang membawa sarapan.”
“Haahh ... Mama ke sini? Kok kamu ga bangunin aku?” ucap Luna sambil menghentikan kegiatannya.
“Saya sudah membangunkan, tapi sepertinya Nyonya tidak bangun.”
“Aduuh harusnya kamu bangunin aku terus. Mama pasti kecewa.”
“Beliau mengerti mungkin Anda lelah. Beliau hanya menitipkan sarapan untuk Anda dan Tuan Muda.”
“Tuan Muda. Maksudmu, Danis juga ga bangun waktu Mama dateng?”
“Iya, beliau masih tidur. Saya baru saja mengirimkan sarapannya ke kamar sebelah.”
Luna melihat Lisa dari pantulan cermin di depannya. Dia tertegun dengan kalimat yang mengatakan kalau Lisa mengantarkan makanan di kamar sebelah.
“Maksudmu, Danis ada di kamar Maya?”
“Iya, Nyonya. Tuan Danis sepertinya tadi malam tidur di sana.”
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja tubuh Luna menjadi sangat lemas dan tidak bertenaga. Dia tidak ingin beraktivitas lagi rasanya saat ini.
Tapi dia teringat kalau rumah ini masih menjadi tanggung jawabnya. Dia tidak boleh mengikuti hatinya yang kecewa pada Danis. Sejak awal, Danis memang bukan miliknya.
“Siapkan sarapanku di bawah. Setelah itu aku akan berkeliling rumah untuk melihat pekerjaan semua pelayan,” ucap Luna.
“Baik, Nyonya. Akan segera saya siapkan.”
Lisa berpamitan keluar dari kamar Luna. Gadis yang usianya lebih tua dari Luna itu pun segera melaksanakan apa yang diminta oleh majikan barunya.
“Sadar Lun, sadar. Hati Danis itu bukan buat elu. Hati Danis itu cuma buat Maya. Meskipun Maya hilang, tapi bukan berarti Danis bisa buka hatinya ama lu. Sadar, Lun!” ucap Luna sambil melihat pantulan dirinya di cermin.