Luna keluar dari kamarnya. Dia melihat sebentar ke arah kamar yang dulu digunakan oleh Maya saat dia masih serng menginap di rumah Danis.
Pintu kamar itu tertutup rapat. Dia tdak tahu apa yang di lakukan oleh Danis di dalam sana. luna tidak ingin terlalu terbawa perasaan, dia memutuskan sehera meninggalakan lantai dua.
“Mana makanan yang di bawakan Mama Niken?” tanya Luna pada pelayan yang kebetulan ada di sana.
“Nyonya mau makan sekarang?”
“Iya. Lisa mana? Kenapa aku galiat dia?”
“Nona Lisa sedang mengawasi tanaman yang baru datang.”
“Tanaman? Tanaman apa?”
“Tanaman untuk taman, Nyonya. Ada beberapa tanaman yang selalu di ganti untuk taman di rumah ini setiap bulannya.”
“Oh ya, sepertinya aku harus liat juga. Siapkan makanku segera.”
“Baik, Nyonya.”
Luna duduk di ruang makan sambil menunggu makanannya yang sedang di opanaskan lagi itu. Dia berinisiatif untuk mnghubungi Niken yang tadi telah datang ke rumah tapi dia tidak menemuinya.
Luna ingin meminta maaf pada mama mertuanya yang sudah sangat baik pada dirinya itu. Luna sedang menunggu sambungan teleponnya tresambung pada orang yang dia tuju di seberang sana.
“Halo Lun,” sapa ramah Niken.
“Halo Ma. Ma maafin Luna ya, tadi Mama ke sini Luna malah masih tidur.”
“Ga papa. Tadi emang ga ada niatan mau mampir kok. Tapi inget kalian berdua, jadi sekalian beliin sarapan aja. Kamu udah makan?”
“Ini baru mau di makan.”
“Kamu makan yang banyak ya. Oh ya Lun, Mama pengen kamu rombak penampilan kamu biar lebih keliartan manis dan cantik kamu mau ga?”
“Waah siapa juga yang ga mau keliaan cantk, Ma. Poasti Luna mau.”
“Ya udah, kamu mulai sekarang manfaatin salon yang ada di rumah situ ya. Kamu bakalan di bikin cantik ama mereka. Tadi mama udah kasih tahu ke mereka. Jadi sebelum kita berangkat ke undangan kamu jadi lebih bersinar lag dari yang sekarang.”
“Iya, Ma. Luna bakal ikutin kata Mama.”
“Nanti kita beli ghaun yang tepat buat kamu ya.”
“Tapi gaun pesta di kamar Luna juga mash banyak, Ma. Malah belum ada yang pernah di pake.”
“Kita liat aja ntar, kira-kira gaun yang ada di sana cocok apa enggak buat ke pesta ya.”
“Iya, Ma. Ma, makanan Luna sudah datang. Luna makan dulu ya.”
“Oh iya, makasih ya udah telepon Mama.”
Luna menikmati sarapan paginya sendirian. Dia makan sambil membaca novel online di ponselnya. Dia menikmati makanannya dengan bak. Makanan yang diberikan Niken terasa sangat enak.
“Maaf, Nyonya. Nanti siang kita memasak apa?” tanya chef dapur.
“Masak apa ya?” Luna melihat pintu kamar yang menyembunyikan Danis di dalamnya.
“Kamu sudah berapa lama kerja di sini?”
“Saya sudah 2 tahun, Nyonya.”
“Bearti kamu tahu makanan kesuakan Maya, kan?”
“Maya? Maksud Nyonya, Nona Maya?”
“Iya. Kamu tahu kan?”
Chef menunduk tidak berani menjawab. Luna tahu pelayannya itu sedang ragu untuk menjawab.”
“Buat masakan kesukaan Maya hari ini,”
“Baik Nyonya,” ucap chef dengan sedikit ragu.
Luna menghela nafas dalam. Dadanya terasa sesak dan dia sedikit kesusahan bernafas saat dia menyebut nama Luna. Entah kenapa dia merasa sakit hari saat menyebut nama wanita yang ada di hati suaminya itu.
Meskipun dia tidak dianggap sebagai stri oleh Danis, tapi tetap saja dia sangat merasa tidak terima jika ada orang lain di rumah ini. Apa lagi itu di dalam hati sang suami.
Luna segera menyegerakan makannya. Dia tidak ingin berlama-lama di dalam rumah. Hatinya bisa meledak kalau dia tetap melihat kamar yang menjadi penghalang antara dia dan Danis untuk saling mengenal dan mendekat.
“Selamat pagi, Nyonya,” sapa penjaga pintu saat Luna membuka pintu besar itu.
“Pagi. Katanya ada tanaman dateng. Di mana itu?”
“Oh itu. Ada di samping rumah Nyonya. Nyonya ingin ke sana?”
“Iya, aku mau liat tanamannya.”
“Mari saya antar Nyonya,” penjaga itu segera mengambil payung yang ada di dekat pilar besar di depan rumah.”
“Jangan pake payung! Aku mau mandi matahari,” ucap Luna.
“Tapi Nyonya.”
“Aku tidak mau. Ato aku akan jalan sendiri.”
“Baik Nyonya.”
Penjaga itu mengawal langkah pendek Luna menuju ke halaman samping rumah. Di sana mulai terlihat ada beberapa pelayan dan tukang kebun yang sedang sibuk memindah tanaman di dalam pot.
Mereka bekerja sambil bercanda dengan ceria. Mereka tampak sangat akrab satu sama lain. Tapi keadaan menjadi berbeda saat Luna datang ke tempat itu.
“Selamat Pagi, Nyonya.”
“Selamat pagi.”
Suasana jadi sangat tenang. Tidak ada lagi canda tawa dan juga suara ledekan yang tadi Luna dengar. Keadaan menjadi sangat kaku.
“Kenapa pada diem sih? Tadi kalian pada bercanda kan?”
“Maafkan kami, Nyonya.”
“Bercanda aja lagi. Kalo kalian kerja sambil bersantai kan semua kegiatan bakal cepat selesai dan terasa lebih ringan. Santai aja sama saya. Lisa berikan saya satung tangan itu. Saya juga pengen ikut nanem.”
“Baik Nyonya.”
Para pekerja saling melihat satu sama lain. Mereka takut untuk menjawab. Mereka takut itu hanya jebakan Luna untuk membuat mereka bercanda lagi lalu akan dimarahi.
“Kenapa semua diam? Apa aku menakutkan?” tanya Luna pada Lisa yang mendampinginya menanam.
“Maaf Nyonya, semua d rumah ini patuh dengan aturan yang dibuat Nona Maya.”
Tangan Luna berhenti mengaduk tanah, “Maya? Aturan apa yang dia buat dirumah ini?”
“Nona Maya menetapkan aturan kalau di rumah ini para pelayan tidak boleh bercanda saat mereka sedang bekerja. Mereka harus serius karena Nona Maya tidak suka ada kesalahan.”
Hati Luna makin geram pada Maya. Dia berani mengatur rumah ini bahkan sebelum dia menjadi Nyonya rumah.
Tangan Luna segera saja menancapkan sekop kecil yang di tangannya pada gundukan tanah. Dia segera berdiri dan menghadap ke semua pelayannya yang ada d sana.
“Dengarkan aku semuanya!”
Semua pelayan menghentikan pekerjaan mereka. Termasuk para penjaga yang kebetulan juga ada di sana. mereka kini menghadap ke Luna yang berada di dekat mereka.
“Dengarkan peraturan baru yang aku buat. Ini adalah peraturan yang akan berlaku mulai hari ini. Kalian tahu kan kalo aku adalah Nyonya di rumah ini. Aku adalah istri sah Tuan Danis. Jadi aturan ku yang akan berlaku.”
“Mulai sekarang, aku tidak mau lagi ada suasana kaku seperti ini saat ada aku. Aku ngin suasana yang kekeluargaan dan nyaman. Aku berasal dari golongan seperti kalian, aku mengenal susahnya bekerja kalau kita tidak santai. Oleh karena itu santailah, tapi tetap bekerjalah seperti biasa. Jangan segan untuk mengajak aku bercanda, aku juga suka bercanda dan bermain. Aku masih sangat muda, aku tidak ingin cepat tua karena lingkungan yang seperti ini. Kalian mengerti?” papar Luna panjang lebar.
Semua pelayanj masih ragu untuk menjawab. Mereka masih akan takut d salahkan jika nanti Danis sebagai pemilik rumah tahu.
“Paling tidak lakukan itu saat kalian bersama Nyonya. Lakukan itu tanpa kalian melupakan siapa Nyonya Luna. Gunakan adab dan etika kalian saat bicara dan bercanda dengannya. Jadilah teman yang baik untuk Nyonya Luna,” ucap Lisa menambahkan.
Setelah mendapatkan penguatan dari Lisa, suasana di sana secara berangsur menjadi lebih melunak. Mulai ada senyum dan canda tawa di sana. Meski mereka masih sedikit takut tapi mereka mulai membiasakan diri saat Luna juga mulai menanggapi bahkan tertawa lepas saat mendengar candaan receh para pelayannya.
“Jangan terlalu padat dengan tanahnya, Nyonya. Itu nanti akan membuat potnya meledak saat dia membesar,” ucap seorang tukang kebun.
“Meledak? Kamu pikir aku sedang menanam bahan peledak di sini?” ucap Luna sambil tertawa.
Suara tawa di taman itu mengusik ketentraman seseorang yang sedang menahan rindu di lantai dua. Danis melangkahkan kakinya menuju ke pnggiran balkon dan melihat apa yang terjadi di bawah.
“Apa-apaan itu! Kenapa Luna bisa bercanda dengan para pelayan rendahan seperti itu. Oh iya, dia kan memang dari kelas mereka. Pantas saja kalo dia bisa bergabung ama mereka. Beneran beda ama Maya. Dia tidak berkelas sama sekali!”