Identitas Baru

863 Kata
Mata Aru melebar saat tahu apa yang ditabraknya. Sebuah peti mati. Siapa yang meninggal? Kenapa dia harus berada di sini. Aru merasakan buku kuduknya meremang.  Aru membeku beberapa saat. Suara bisik bisik menyadarkan dia berada di mana. Mata Aru memutar, dia berada di sebuah lapangan. Dengan peti mati berada di tengah-tengah. Di belakang peti mati itu ratusan orang berdiri.  Aru menepuk jidatnya sendiri. Dia membungkukkan badannya. Mencoba meminta maaf atas kelakuan bodohnya.  Orang - orang  berpakaian putih dipadu bawahan hitam sedang berdiri di belakang peti mati. Mereka tentu saja ingin tahu apa alasan Aru menabrak peri dan menganggu upacara pemakaman.   Aru ingin kabur segera dari sana. Tapi kemana?  Aru tersentak ketika lengannya diapit oleh dua laki laki dan digeret entah kemana. Dia hanya pasrah ketika dibawa ke dalam gedung. Aru menengok ke belakang, melihat peti itu. Dia memejamkan mata berdoa semoga tenang di alam sana. Seperti ada lampu yang menyala, dia melihat pemakaman ibunya. Tubuh ibunya sudah terbaring kaku. Dan Aru hanya bisa meneteskan air mata. Suaranya mendadak hilang. Tubuhnya terkulai lemas.  Kedua orang yang mengapit lengannya kini mencekam kuat memaksa tubuhnya tetap tegak.  Aru merasa kepalanya pusing. Dia masuk ke dalam ruangan. Didudukkan di sofa empuk. Aru menyenderkan kepalanya ke sofa.  "Apa itu tadi? Nggak mungkin ibu sudah meninggal. Pagi tadi aku baru saja berpamitan." Aru bergumam sendiri.  Seorang lelaki paruh baya masuk dan duduk di depan Aru. Dia mengajukan beberapa pertanyaan seperti kenapa Aru di sana, apa alasan Aru membuat acara sedikit kacau, dan identitas Aru.  .Entah jawaban apa yang keluar dari mulut Aru, kepalanya masih mencerna apa yang dilihatnya tadi. Apa hanya karena melihat peti mati, kemudian alam bawah sadarnya membuat penampakan palsu.   "Anda tidak perlu berteriak. Saya tidak tuli." Suara orang itu berat.  Aru merasa malu. Dia tidak sadar telah berteriak. Dia menganggukkan kepalanya. "Maaf, pikiranku sedang kalut. Aku hanya ingin pulang." "Tentu. Kami ingin memeriksa tas Anda, boleh?" Aru meletakkan tasnya di meja dan mendorongnya ke dekat pria itu.  Pria itu memeriksa barang -barang yang ada di tas Aru. Handphone, notebook, lipbalm, dompet dan amplop coklat.  Mereka membuka dompet dan memeriksa identitas Aru. Aru duduk bertopang dagu.  "Anda mahasiswi sini rupanya! Tapi cuti sejak tiga tahun yang lalu." Perkataan orang itu membuat Aru langsung terpana. "Hah? Aku masih siswi SMA. Bukan mahasiswa sini"  "Ini kartu mahasiswi Anda kan? Atau punya orang lain?"  Aru merebut kartu itu. Foto dan namanya memang dirinya. Tetapi bagaimana mungkin dalam sehari dia bisa menjadi mahasiswi?  Dia kemudian mengambil handphonenya dan menelpon Junior. Dia baru melakukan sekarang. Dia mengecek nomer kontaknya nomer tidak terhubung.  Orang itu membuka amplop coklat dan menemukan bahwa Aru baru saja keluar dari rumah sakit.   " Mungkin Anda bingung, Anda baru saja keluar dari rumah sakit. Apa perlu kami antar kembali ke rumah sakit?"  Aru menggeleng lemah. Manapun selain rumah sakit.  Seorang pria berdasi mendatangi mereka. "Kami sudah mengabari keluarga Kiandra untuk menjemput Anda." "Keluarga Kiandra siapa?" Mereka berpandangan. "Keluarga yang mengadopsi Anda. Tentu saja. Bagaimana mungkin Anda tidak tahu?" Aru memilih diam. Dia sebenarnya punya asumsi, dia terlempar ke dunia pararel yang sering disebut sebut oleh Dewanti. Tetapi dia benar benar akan mencari tahu apa yang terjadi dan dunia macam apa yang ditinggalinya sekarang.   Perwakilan dari Keluarga Kiandra datang dan menjemput Aru. Mereka meminta maaf kepada pihak kampus dan membawa Aru pergi.  Mereka sama sekali tidak ramah pada Aru. Apakah benar dia diadopsi oleh mereka? Keluarga yang memiliki jiwa sosial seperti  mengadopsi anak harusnya ramah dan  senang menyambutnya. Tetapi mereka bahkan tidak melihat wajah Aru.  Sampai di rumah keluarga Kiandra yang seperti istana. Aru sudah merasa tempat ini bukan tempat tinggalnya. Dia tidak akan berada di sini.  Apalagi anak perempuan keluarga ini sama sekali tidak menunjukkan sikap ramah. Dia hanya melihat Aru dari atas kepala sampai ujung kaki, tanpa mengucapkan satu katapun.  Dia sebaiknya mencari tempat tinggal lain.  "Kemana saja kamu selama ini? Menghilang dari rumah sakit kemudian muncul di kampus dan membuat kacau?" Aru diam saja. Dia sibuk mengamati satu per satu anggota keluarga ini.  Hanya ada tiga orang di rumah yang luas ini. Sang ayah, ibu dan anak perempuan mereka. Aru bisa membayangkan mereka menempatkan para pelayan di gedung belakang sehingga tidak satupun yang bisa mengganggu privasi mereka.  Aru tersenyum getir melihat Lelaki itu menyodorkan sejumlah uang. Benar apa yang dipikirkannya. Keluarga ini bertindak dengan uang.  "Kami tidak bisa mengizinkanmu tinggal di rumah ini. Tidak ada kamar kosong. Jadi sebaiknya kamu mencari tempat tinggal lain," ucapnya langsung tanpa basa basi. Bahkan tanpa menyuruh Aru duduk.  Aru garuk garuk kepala. Dia bukan pengemis. Tetapi uang itu tentu bisa buat hidup dia selama sebulan. Dia bisa mencari alternatif lain nanti. Setelah keluar dari rumah ini.  Seorang pelayan, masuk dan membawa nampan berisi minuman. Aru hendak mengambil minuman itu tetapi pelayan itu malah berjalan melewati Aru. Nampan diletakkan di meja. Sedangkan anak perempuan itu duduk membelakangi Aru.  "Ambil saja dan pergi dari sini! Aru mengambilnya dan menunduk kepala sebentar. "Terima kasih." Bagaimanapun dia harus bertahan hidup. Dengan uang ini dia akan mencari tempat tinggal dan membeli makanan.  Pilihan Aru ada di daerah pedesaan. Ada rumah kontrakan yang murah, harga makanan juga murah. Akses transportasi menuju kampus juga mudah.  "Sekarang tinggal mencari tahu kota apa ini." Ketika dia sedang berkeliling desa melihat persawahan. Orang orang langsung mengajaknya pulang. Bahkan mereka setengah memaksa. Aru ingin melihat matahari terbenam di sawah.  "Ayo pulang. Sebelum gelap, Neng."  Alasan harus pulang sebelum gelap membuat Aru mengernyit. Setan yang menghantui kota ini membuat malam yang penuh dengan bintang menjadi malam mencekam. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN