Latihan Menjadi Umpan

1006 Kata
Bayu mengerjapan mata. Dia tidak yakin harus menjawab apa. Tetapi dengan waktu bersama yang mereka jalani, Bayu yakin Arunika lelah dibohongi.  "Kau pasti bagian penting dari kota ini. Makanya disebut Dewanti, senjata pamungkas," jawab Bayu. Apakahh jawaban itu memuaskan atau tidak. "Apa ingatanku tentang duniaku itu palsu atau tidak? Apakah aku benar memiliki ibu atau tidak?" Arunika memberikan pertanyaan bertubi-tubi. "Aku belum tahu dunia yang kau maksud. Tetapi aku tahu satu hal, semua orang yang terlahir ke dunia ini memiliki ibu. Mereka tidak lahir dari batu. Hanya saja, tidak semua orang bisa mendapatkan kasih sayang dari ibu. Kau lihat anak panti kan? Mereka kehilangan kedua orang tua, entah itu kecelakaan, kematian, atau ketidaksanggupan untuk merawat mereka. Setiap orang memiliki alasan tentunya." Bayu menangkup kedua wajah Arunika. "Yakinlah, setiap yang terjadi pasti ada alsannya. Alasan kenapa kau kemari? KIta cari tahu bersama." "Kenapa Dewanti tidak mengatakannya?" "Mungkin dia juga tahu," kata Bayu. Melihat raut tidak percaya di wajah Arunika, Bayu menambahkan, "Mungkin juga demi melindungimu." "Dari apa? dari wewe?" "Lihat sudut pandang lain. Semua yang dia lakukan adalah untuk membuatmu tetap aman." Arunika tidak membantah. Dia tahu, kata-kata Bayu benar. Mungkinkah hal yang disembunyikan Dewanti adalah untuk melindunginya.  "Ayo ikut ke markas. Aku ada urusan di sana." *** Kiandra menerima busur dan panah itu dengan hati-hati. Dia tidak pernah menggunakan senjata apapun. Dan kini ketika sudah menyetujui dia aman menjadi umpan. Maka dia pun harus bisa melindungi dirinya sendiri.  Airlangga bercakap pinggang. Dia sangat kaget ketika diberitahu Kiandra akan menjadi umpan. Dia nyaris meninju Bayu. Tetapi Bayu meninjunya balik. Airlangga tahu, Bayu serius kali ini. Airlangga mengawasi putri semata wayangnya dengan penuh khawatir. Dia menyembunyikan dan melindungi Kiandra dari dunia. Namun dia tahu, takdir tidak bisa diubah. Kiandra adalah titisan Sang Bulan. Yang artinya, dia akan menjadi incaran banyak wewe. Sebab Wewe adalah pemuja Sang Bulan. Dan Sang Bulan memberikan kekuatan hakiki pada mereka. Ketika dia tahu akan terjadi gerhana matahari. Artinya, kekuatan bulan akan berada puncaknya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kota ini. Dia ingin melarang Kiandra terjun ke medan perang. Tetapi dia juga tidak mampu melindunginya dari gerhana matahari. Dia kesal karena keterbatasannya. Dia kesal karena takdir itu menimpa anak gadisnya. Panji merasakan aura tidak bersahabat dari Airlangga. Dia mengumpat dalam hati, kenapa harus dia yang menyerahkan senajata itu pada Kiadra. Bahkan harus melatihnya. Panji sudah lama tidak latihan memanah. Sejak dia menggunakan senjata level A, biola. Dia melepaskan panahan dan beralih ke biola. Dan sekarang dia memegang bersekutu dengan Naraya. Biola yang dioakai sekarang bisa berbah menjadi pedang dan tameng sesuai keinginan hatinya.  "Aku sudah lama tidak latihan memanah," kata Panji sungkan. "Kalau begitu, cari guru lain!" hardik Airlangga. Panji menghela napas. Mulai lagi, orangtua kolot ini. "Sudahlah, Ayah. Akan butuh waktu, untuk mencari guru. Panji pernah menggunakannya. Jadi dia pasti bisa melatihku dari dasar," kata Kiandra. Sejujurnya Kiandra tidak nyaman kalau dilatih orang lain, di bawah tatapan Naraya. Siapapun pasti akan kabur. "Tetapi, Nak!" kata Airlangga. Kiandra memberikan isyarat pada ayahnya untuk diam. Dia menoleh ke arah Panji," Bagaimana memegang alat ini dengan benar?" Panji menyuruh Kiandra meletakkan wadah anakpanah di punggung, seperti membawa tas ransel. Dan memberikan contoh memeganh busur yang benar. Kiandra kesulitan berlatih karena dia mengenakan gaun. Dia tidak bebas bergerak. Jadi dia meminta waktu untuk berganti pakaian. "Tidak usah. Nanti saja. Karena aku akan bertugas, kita tidak punya waktu," kata Panji sambil melihat jam di tangannya. Panji menyuruh Kiandra untuk berlatih menarik dan melapaskan anak busur berulang kali. Dengan posisi yang benar. Sekitar setengah jam, mereka latihan, Panji meminta izin untuk kembali ke markas.  "Besok kau bisa menggunakan pakaian yang nyaman untuk latihan," kata Panji. "Oke," jawab Kiandra. Kiandra merasa tangan dan bahunya pegal. Tetapi dia senang, dia sudah bosan menjadi putri yang dikurung dalam istana megah. Wajahnya berseri-seri. Dia akan menjadi pribadi yang baru. *** Bayu sudah duduk anteng di belakang kemudi, Dan Panji baru saja menuruni undakan teras. "Kau duduk di belakang," kata Bayu pada Panji. Panji mengintip siapa yang duduk di depan. Ternyata Arunika. "Wah, aku jadi obat nyamuk!" Seru Panji."Diam kau!" kata Arunika. Setelah Panji duduk di kursi dan menutup pintu mobil. Bayu menginjak pedal gas, dan mobil bergerak meninggalkan kediaman Airlangga. Di dalam mobil Arunika dan Panji masih adu mulut. Tetapi Bay tidak menimpali satupun. Dia menganggap mereka sedang bermain kata. Panji duduk mepet dengan kursi sopir. "Paman, apa rencanamu hari ini?" "Kita akan bergerak ke wilayah Pakubumi." "Wah, kenapa ke sana?" "Mencari jejak musuh." "Kita bukan ke markas?" tanya Arunika. "Awalnya begitu, sayangnya aku dapat informasi baru dari Pakubumi. Untuk itu aku segera meluncur ke sana." Bayu melirik pada Panji."Kau sudah melatih Kiandra?" "Aku kan hanya melatihnya sekitar setengah jam. Biar dia terbiasa lebih dulu. Tetapi kalau aku ikut ke wilayah Pakubumi, bagaimana dengan latihan selanjutnya?" tanya Panji. "Aku sudah mengirim orang lain. Kau tenang saja."  Arunika memandang ke kaca samping. Dia penasaran seperti apa wilayah Pakubumi. Pakubumi dikenal menjaga gunung berapi. Wilayahnya pasti subur, dengan pemadangan pohon-pohon yang rindang dan sejuk. Pasti berbeda dengan Haya. Arunika senang menikmati perjalanannya. "Paman, kau ganti mobil lagi? Mobilmu ada berapa sih?"  "Ada banyak. Inventaris kantor. Mobilku banyak yang rusak. Dirusak oleh beberapa musuh," kata Bayu singkat. Arunika ingat, insiden mobil Bayu yang meledak. Dan itulah pertemuan pertamanya dengan Bayu yang berkesan. Mulanya dia menyangka, Bayu adalah lelaki yang sombong dan mata keranjang. Karena bagaimanapun dia adalah bagian dari keluarga Laksamana. Namun mengenalnya hari-hari ini, Bayu tidak pernah menggoda perempuan lain kecuali dia. "Semakin tinggi harapanmu, semakin sakit kalau tidak terwujud," gumam Arunika. "Kau memikirkan apa?" tanya Bayu geli. Dia melihat perubahan mimik Arunika dari pantulan kaca. Dari senang, mengernyit, kemudian manyun. "Bukan apa-apa," jawab Arunika. "Hei cewek jadul, kita bertaruh. Siapa paling banyak yang bisa mengalahkan wewe, dia pemenangnya," tantang Panji. "Apa hadiahnya?" tanya Arunika. "Hemm, kau boleh mengambil pamanku." Arunika menggerling tidak percaya. "Tidak tertarik!" "Hei, apakah aku kurang menarik?" tanya Bayu kecewa. Arunika mengabaikan Bayu. "Hadiah yang lain, yang aku tidak punya." "Jadi  maksudmu, pamanku itu punyamu?" ledek Panji. Bayu tersenyum. Arunika memasang wajah tanpa ekspresi. "Pede sekali kau!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN