61. Lupa vs Ingat

1016 Kata
Seperti biasa, Raga bakal mendarat di toilet agar tidak ada yang curiga. Apalagi kalau ada yang sampai melihatnya terlihat secara tiba-tiba, bisa gawat tujuh ratus tahun turunan nanti. Bukan lagi tujuh turunan yang ada. "Ngirit ongkos banget 'kan?" kekeh Raga yang merasa bangga karena bisa ngirit ongkos pulang pergi, jadi dia bisa menabung uang itu untuk keperluan lainnya. Usai memastikan tidak ada siapa-siapa di area toilet, Raga langsung keluar dengan penuh percaya diri. Banyak adik kelas yang menyapanya, bahkan akhir-akhir ini ada yang memberinya hadiah seperti coklat dan snack lainnya. Jelas saja Raga akan menerimanya karena dia tidak mau menolak pemberian orang lain selama itu hal baik. Seperti pagi ini, Raga sudah mendapatkan tiga batang coklat dan ada sekitar lima snack yang diberikan adik kelasnya. Tanpa malu, Raga membawa semua jajanan itu ke kelas. Dari kejauhan, Raga mendengar ada sedikit ribut-ribut antara Ify dan Via yang seperti sedang memperdebatkan sesuatu. "Palingan itu mimpi lo semalam, Fy." Via yakin betul kalau Ify pasti sedang mengingat-ingat mimpinya semalam. "Gue nggak cerita tentang mimpi, Via. Gue seriusan, apalagi lo tahu sendiri kalau itu orangnya selalu ingat apa yang gue lakukan." Ify masih ngotot kalau yang dia hilang dari ingatannya itu bukan karena dia tidak ingat. "Mungkin ingatan lo hari kemarin sama hari kemarinnya tercampur kali, Ify." Via mencoba mencari alasan yang sekiranya logis, walau dia juga tidak yakin apakah Ify akan memaklumi dirinya. "Nggak mungkin Vi, gue tuh punya ingatan kuat banget." sahut Ify dengan suara ngototnya. "Ya tapi lo bilang nggak inget, Ify!" Via tak kalah ngototnya dengan Ify. Sebenarnya, Via juga tidak menyangkal kalau daya ingat dan daya serap yang dimiliki otak Ify itu bisa dibilang sangat luar biasa, tetapi hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dan baru kali ini Ify mengeluh kalau dia tidak ingat apa-apa mengenai kejadian kemarin saat sebelum dia pingsan di rumah Rio. "Gue yakin, pasti ada yang salah. Pasti Rio pakai guna-guna atau apa yang bisa bikin gue nggak inget sama apa yang terjadi pada diri gue kemarin." Ify masih meyakini tentang apa yang dia katakan mengenai Rio memiliki ilmu hitam semacam guna-guna atau ilmu sihir yang bisa membuatnya lupa ingatan sebagian. "Lo kira Kak Rio harus pakai kayak begitu? Tanpa dia pakai ilmu hitam pun, dia udah bisa bikin orang lupa segalanya karena kegantengannya." "Huek... Najis." Ify seketika memeragakan seperti orang yang hampir muntah karena mendengar Via memuji Rio tampan. Raga yang dari tadi hanya samar-samar mendengar, dia langsung meletakkan tas dan semua jajanan tadi ke atas mejanya. Jelas saja Raga penasaran tentang apa yang sebenarnya Ify dan Via bahas sampai harus adu mulut dan otot begitu. "Kalian lagi bahas apaan sih? Kayaknya serius amat?" secara terang-terangan Raga menanyakan rasa penasarannya pada kedua gadis yang sekarang jadi sama-sama diam. Dari raut wajahnya, sudah jelas kalau Ify enggan menjawab. Dan harapan Raga sekarang hanya Via. "Itu, kemarin Ify ke rumah Kak Rio 'kan? Dia bilang kalau dia nggak inget kenapa dan bagaimana dia bisa pingsan." Akhirnya seperti yang diharapkan oleh Raga, Via mau menjawab pertanyaannya. Sementara Ify, meski dia diam tapi dia juga tidak terlihat keberatan saat Via menceritakan mengenai apa yang mereka perdebatkan tadi. "Ya 'kan lo pingsan, Fy. Jelas dong, kalau lo nggak bakal inget." Raga mencoba mencari alasan yang logis agar Ify tidak terus-menerus curiga pada apa yang dia alami kemarin. "Gue juga udah bilang gitu tadi, tapi Ify ngotot kalau dia itu nggak inget bukan karena pingsan. Tapi karena ada hal lain yang sengaja bikin dia nggak bisa inget." jelas Via lagi membuat Raga mengerutkan keningnya. Tatapan Raga ke Ify sekarang sedikit berubah. Bukan berubah jadi bagaimana-bagaimana, tapi hanya berubah tidak seperti tadi lagi. "Nggak usah dipikirin, Fy. Itu hal wajar kok, karena ibarat kata 'kan kalau pingsan tuh lagi istirahat. Nggak bisa denger dan nggak bisa lihat, bisa jadi lo nggak inget karena dua hal itu." sebagai rasa simpatinya, Raga juga ikut mencoba menenangkan Ify agar tidak gelisah lagi. "Gue inget pas gue turun dari taksi, tapi setelah itu gue nggak inget apa-apa lagi. Dan bangun-bangun, gue udah ada di kamarnya Rio." sahut Ify yang masih tidak mau kalah. Raga akhirnya menyerah, dia membiarkan Ify bergelut dengan spekulasinya sendiri. Begitu pula Ify yang juga memilih diam ketimbang banyak bicara karena satu hal yang sama dan tidak ada habisnya. Raga langsung kembali ke bangkunya karena dia lebih memilih membuka buku pelajaran. "Fy, ada film baru rilis kemarin. Lo mau nonton bareng gue nggak ntar balik sekolah?" Sudah bisa ditebak bukan, itu suara siapa? Betul sekali! Yang barusan bicara adalah Ray. Lelaki itu masih belum ada kapoknya mendekati Ify, padahal sudah ditolak berkali-kali dan bahkan beberapa di antara penolakan Ify tadi ada cara yang menyakitkan. Tanpa menatap Ray, bahkan melirik saja Ify enggan. Gadis itu terus melihat ke depan, seolah semua berjalan dengan lancar meski sebenarnya tidak ada yang berjalan sesuai keinginannya. Salah satunya Ify yang entah sudah berapa ratus kali menolak Ray dari cara halus sampai ke cara kasar. "Yah Fy, nemenin nonton doang. Lagian filmnya juga bagus kok. Gue jamin, nggak bakal ngecewain lo." Satu gebrakan meja yang cukup kencang menyita seisi kelas. Ify kesal karena Ray susah sesekali untuk beradaptasi dan tidak bisa konvensional. "Gue udah bilang nggak bisa! Lo ngerti nggak sih?" dengan nada kesalnya Ify mengatakan ini pada Raga. Dalam hati, sebenarnya Ify sangat ingin mencaci maki Ray lebih dari ini. Tetapi Ify mengurungkan niatnya karena sudah terlalu malas pada orang yang susah dikasih tahu. "Kasihan tahu Fy, aku melihat Ray digituin terus dari tadi sama kamu." Raga berkomentar mengenai sikap Ify yang selalu dingin kepada Ray. Ini bukan yang pertama Raga melihat Ify kasar ketika menolak Ray, tapi sudah berulang kali. "Tapi Ray juga keras kepala sih, dia sudah tahu kalau Ify nggak suka sama dia tapi dia masih saja maksa." Via turut memberikan komentar. Raga seketika diam, dia tidak mau menyerang kedua gadis itu. Raga sadar diri kalau dia tidak akan menang melawan Via, apalagi Ify. Sudah jelas kalau itu mungkin saja hanyalah angan-angannya belaka. "Dapet banyak jajanan tuh, minta dong satu." Via melirik ke arah Raga yang baru saja duduk lalu membuka tas ranselnya dan ketika itu Via seketika mengambilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN