“Duduk!” ucap Mike ketika Mia sudah berada di depan meja kerjanya, namun tak kunjung menarik kursi tersebut.
Mia dengan pikiran gamang, menuruti ucapan Mike.
“Kamu sudah tahu jika kamu diterima menjadi personal fashion stylist saya, ‘kan?” Mike membuka percakapan terkait pekerjaan yang akan mengikat Mia.
Dalam duduknya, Mia memegang erat handbag seperti saat dia melangkah mendekat tadi. Kepala perempuan itu pun menunduk, sebelum akhirnya mendongak dan membalas tatapan Mike.
“Setelah memikirkannya berulang kali, saya rasa, saya akan mundur dari posisi tersebut,” ucapnya untuk pertama kali sejak dia bertemu Mike.
“Kenapa? Bukankah kamu sudah setuju?” tanya Mike, sesaat setelah Mia menyelesaikan kalimatnya.
Mia masih sangat ingat bagaimana dia merasa bahagia, mendapat kabar jika dia diterima untuk menjadi personal fashion stylist, namun setelah tahu untuk siapa dia bekerja, Mia ragu.
Mike.
Laki-laki itu bukan laki-laki yang baru dia kenal hari ini, dia sudah mengenalnya untuk waktu yang lama dan sempat terikat hubungan sebelum mengakhirinya tanpa membicarakannya terlebih dahulu. Bekerja dengan Mike tentu bukan pilihan yang bagus saat ini, juga saat yang lainnya.
Mike menyandarkan punggung, memposisikan dirinya agar lebih rileks dengan tangan terlipat di depan d a d a, menatap Mia yang kembali menunduk.
“Kamu terlihat sangat tidak profesional dengan mundur secara tiba-tiba. Tapi, Mia, dengan kamu datang dan duduk di sini, itu artinya kamu sudah siap dengan setiap konsekuensi ke depannya. Kamu tidak bisa mundur hanya karena kita pernah memiliki hubungan di masa lalu. Bukankah itu alasannya, Amour?”
Amour, panggilan familier yang biasa Mike gunakan saat mereka masih menjadi sepasang kekasih dulu, dan kini kembali Mia dengar. D a d a Mia bergetar, mendengar panggilan dengan suara yang terdengar lebih berat dan serak.
“Tidak –.”
Kalimat Mia terhenti lantaran dia bingung harus memanggil Mike dengan sebutan apa.
“Call me Sir, jangan lupa dengan posisi kita sekarang, Amour,” ucap Mike yang memahami kebingungan Mia.
Harga diri Mia terasa tercoreng ketika Mike mengingatkan posisi mereka, apalagi melihat seringai puas yang menghiasi wajah Mike. Namun, dia harus tetap bersikap sopan lantaran keadaannya yang tak seperti dulu.
“Bukan alasan itu yang membuat saya mundur, Sir.” Mia membasahi bibirnya yang terasa kering sesaat kemudian.
“Tatap mata saya, Mia. Tidak sopan berbicara tanpa melihat lawan bicaramu, apalagi saya bosmu sekarang,” tegur Mike.
Tatapan lembut yang biasa Mia dapatkan dulu, kita telah menghilang. Kini dia hanya mendapat tatapan datar yang biasa diiringi dengan seringai, yang mana hal itu membuat Mia merasa asing dan segan.
“Katakan, apa alasan yang membuatmu mundur? Walaupun kecil kemungkinan saya akan melepaskanmu, tidak ada salahnya untuk mencoba, siapa tahu saya memiliki sedikit belas kasihan untuk orang sepertimu,” titahnya setelah Mia berani membalas tatapannya.
Mia bingung, pikirannya buntu, memikirkan alasan yang harus dia katakan karena dia memang tidak memiliki alasan lain selain status mereka di masa lalu, seperti yang Mike katakan tadi.
“Saya belum memiliki banyak pengalaman untuk menjadi fashion stylist Anda. Saya rasa, ada banyak fashion stylist di luar sana yang lebih baik dari saya, dan akan cocok untuk Anda.”
“Belum memiliki—memiliki arti yang berbeda dengan tidak memiliki. Setidaknya kamu memiliki pengalaman, dan kamu banyak mendapatkan review positif.”
Mike menarik salah satu berkas, dia menyerahkan berkas itu kepada Mia yang telah kehilangan harapan untuk menjauh dari Mike.
“Itu kontrak kerjamu, kamu bisa baca tentang aturan dan ketentuan yang sudah saya buat. Ambil waktu yang kamu butuhkan, dan tanda tangani berkas itu sebelum keluar dari sini. Kamu tidak bisa mundur karena kamu yang saya pilih.”
Seringai itu kembali muncul di wajah Mike, membuat Mia mengkhawatirkan dirinya sendiri. Sejak masuk ke ruangan ini dan merasakan aura yang berbeda dari diri Mike, Mia tahu jika Mike telah banyak berubah. Pria itu memiliki aura dominan yang sangat kuat dan tatapan intimidasi serta kepercayaan diri yang tinggi, berbeda jauh dengan Mike sepuluh tahun yang lalu yang memiliki aura hangat dengan tatapan lembut.
“Jika kamu tidak ingin membacanya, kamu bisa langsung menandatanganinya. Tidak ada hal yang akan membuatmu merasa keberatan dan mendapat kerugian sedikit pun.”
Mia tersentak kaget, dia tidak sadar jika sedari tadi setelah Mike menyerahkan berkas itu, dia menatap Mike dalam diam.
“Saya akan membacanya,” ujarnya dengan tangan yang mulai membuka map tersebut, dan mata yang tertuju pada deretan huruf.
Menit berlalu dengan Mike yang duduk tenang, menatap Mia yang menaruh seluruh fokusnya pada berkas tersebut. Mia di foto dan Mia yang ada di depannya, keduanya sama-sama cantik.
Tidak, Mia sudah cantik sejak awal Mike tahu keberadaan perempuan itu. Mike menggelengkan kepala dengan cepat sebelum hatinya mengambil alih semuanya. Mike pun memilih beranjak dari duduknya, lalu berjalan menuju kaca yang memperlihatkan area kolam rumahnya.
“Kenapa saya harus tinggal dengan Anda? Bukankah itu berlebihan hanya untuk memastikan penampilan Anda sempurna di acara formal? Saya bisa datang kapan saja. Namun, saya keberatan untuk tinggal bersama Anda.
“Di sini juga tertulis jika saya harus bersama Anda di saat Anda menginginkannya, bukankah itu tidak diperlukan? Saya hanya mengurus wardrobe, hal itu seharusnya dilakukan sekretaris Anda. Juga menuruti setiap perintah Anda, apa saya memiliki job desk lain di luar bidang saya?” tanya Mia setelah selesai membaca kontrak tersebut dan menemukan poin-poin yang tak diperlukan.
Mike berbalik tanpa melangkah mendekat.
“Pekerjaan kamu tidak hanya mengurus penampilan saya untuk acara formal dan penting, kamu harus memastikan penampilan saya sempurna setiap saya akan berangkat ke kantor atau saat saya harus ke luar kota untuk urusan bisnis, dan hal itu bisa terjadi kapan pun.
“Dengan kamu tinggal dengan saya, hal itu akan lebih mudah untuk kamu juga untuk saya. Jika kamu tidak tinggal dengan saya, saya memang bisa memanggil kamu kapan saja, tapi ada waktu yang harus dibuang hanya untuk menunggu kamu datang. Dan itu menyebalkan,” papar Mike, menjawab pertanyaan Mia yang pertama.
“Kenapa saya meminta kamu untuk ikut ketika saya ingin, hal itu tentu untuk memastikan penampilan saya sempurna sepanjang acara. Pertanyaan kamu yang terakhir, sebagai atasan dan bawahan sudah seharusnya kamu menuruti setiap perintah saya. Sesimpel itu.”
“Perintah apa yang Anda maksud?”
Mike mengangkat kedua alis, kembali dengan seringai di wajahnya. “Ada aturan tak tertulis di mana bawahan harus menyenangkan atasannya. Aku sudah menggajimu dengan jumlah yang berkali-kali lipat lebih besar dari yang biasa kamu dapatkan, sudah seharusnya kamu menyenangkan atasanmu. Kamu tahu maksud saya?” jawabnya dengan langkah yang mulai mendekati meja kerja.
“Jika yang Anda maksud menyenangkan Anda adalah melakukan s e x, saya menentang keras!” Kedua alis Mia hampir menyatu dengan wajah dipenuhi amarah.
Mike terdiam sejenak sebelum tawa sarkas terdengar di rungu Mia. Pria itu pun sudah berada di depan mata Mia, membuat Mia harus memundurkan wajah, lantaran kursinya berada di bawah kuasa Mike.
“Sepuluh tahun berlalu, ternyata kamu jadi perempuan yang nafsuan, kamu pikir menyenangkan atasan hanya dengan s e x? Kamu tidak perlu berpikir sejauh itu karena saya bukan orang yang bisa s e x dengan sembarang orang, apalagi kamu sering melakukannya dengan pacar-pacar kamu sebelumnya, ‘kan?”
**