BAB 14. Gaun Gala Dinner

1199 Kata
Sabrina menjatuhkan badan ke salah satu ranjang. Mereka mendapat kamar hotel dengan twin bed. “Ahh kamar ini nyaman banget! Dengar-dengar ini hotel bintang empat loh.” Rayya meletakkan barrel bag berukuran cukup besar di dalam lemari. Dia tidak langsung membongkar isinya. Lalu berjalan menuju kaca besar, melihat keluar kamar, viewnya adalah kolam renang hotel. “Hemm yaa, kamu tau sendirilah Pak Juna, fasilitas selalu nomor satu Bali “Yaa beruntung banget ya kita kerja di ASP. Meskipun bosnya galak begitu, tapi nggak pelit.” Sabrina merentangkan kedua tangan dan kedua kaki. Dia begitu menikmati kenyamanan ranjang hotel ini. Kedua matanya terpejam, tapi bibirnya tersenyum. Rayya menoleh sebentar ke belakang. Dia tersenyum sinis. Lalu kembali melihat pemandangan di luar kaca jendela. Kamu beruntung karena aku yang merekomendasikanmu pada Pak Juna, meminta lowongan pekerjaan untukmu di perusahaan ASP. Langsung pada CEO, dan aku juga yang membantu dengan memberi masukan pada HRD. Makanya kamu bisa bekerja di perusahaan ini, Sab. Tapi … kenapa kamu malah membalasku dengan begitu jahat? Apa salahku padamu, Sab? “Aku mau regangin otot dulu. Mau jalan-jalan sebentar di luar.” Rayya langsung berjalan menuju pintu dan keluar kamar. Tanpa mengajak Sabrina. Tentu saja dia malas mengajak Sabrina. Sebab hatinya kembali harus menahan emosi yang membuncah. Setiap kali mengingat tentang kebaikan apa yang pernah dia berikan pada Sabrina, maka dia juga akan kembali mengingat hari di mana memergoki sahabatnya itu sedang b******u mesra dengan suaminya. Lalu mereka berdua tertawa ketika membahas tentang uang asuransi atas kematian dirinya. Sungguh biadap, pikir Rayya. Sabrina terduduk di ranjang. Menatap pintu kamar yang tertutup rapat. Lalu dia tersenyum tipis. “Hemm aku penasaran baju apa yang akan dipakai Rayya untuk gala dinner nanti malam? Pasti deh kampungan lagi kayak tahun lalu,” gumamnya pelan. Lalu juga tertawa pelan sambil menutup mulut. Mengejek. Sabrina masih ingat persis, bagaimana hebohnya saat acara gala dinner tahun lalu. Di Lombok. Rayya dengan tubuh rampingnya memakai gaun yang kedombrangan. Itu adalah gaun yang dibelinya di online, Sabrina ikut membantu memilihkan. Tapi ukurannya justu kebesaran. Tadinya Rayya ingin membawanya ke tukang jahit untuk dikecilkan, tapi Sabrina bilang tidak akan cukup waktu. Maka terpaksa Rayya tetap memakai gaun itu dengan terus memeganginya dengan kedua tangan saat sedang berjalan. Itu belum seberapa, ada lagi satu kesalahan yang semakin memperburuk penampilan Rayya. Yaitu dia tidak membawa sepatu pesta atau sepatu formal. Ya, Rayya hanya membawa sepatu kets putih kesayangannya. Kebetulan Sabrina membawa dua sepatu pesta, sebab dia pikir menginapnya selama dua malam, jadi akan ada acara dua malam berturut-turut. Dan Sabrina sangat mempedulikan penampilan. Jadilah Rayya meminjam satu sepatu Sabrina—dengan model stiletto—dan dengan ukuran satu nomor di atas ukuran kaki Rayya. Sangat cukup membuat Rayya semakin sulit melangkah. Hingga terjadilah kejadian memalukan itu. Saat dia akan menaiki panggung untuk memberi sambutan sebagai perwakilan dari para produser ASP, Rayya tersandung. Dia terjatuh di depan seluruh staff ASP, termasuk di depan sang CEO, Arjuna. “Hahahaaa ….” Sabrina tidak dapat menahan tawanya mengingat kejadian tragis itu. Dia geleng-geleng kepala. “Dasar Rayya, produser tapi culunnya minta ampun. Yah tapi nggak apa-apa deh, nguntungin punya teman begitu.” Sabrina beranjak dari ranjang, dia melihat pintu yang tertutup rapat, lalu melihat pintu lemari pakaian yang terbuka sedikit. Terlihat tas milik Rayya mengintip dari dalam lemari. Sedangkan koper milik dirinya sendiri masih teronggok di lantai dekat ranjang, belum sempat dia buka. Berjalan cepat ke arah pintu, lalu dia kunci. Sabrina memicingkan kedua mata, dia penasaran dengan gaun apa yang akan dipakai Rayya nanti malam. Dibukanya tas milik Rayya. Tanpa perlu bersusah payah, Sabrina langsung melihat sebuah gaun berwarna biru pucat, dengan dua tali di bagian pinggang, terlipat rapi. Disentuhnya gaun itu dengan kening mengernyit. Lalu Sabrina terkekeh kecil. “Cih! Gaun macam apa ini? Mau gala dinner atau mau tidur hahahaaa … dasar Rayya ck ck bukannya belajar dari pengalaman, malah makin bodoh saja penampilannya.” Sekali lagi disentuhnya gaun itu. Dicermati modelnya meskipun Sabrina tidak mengeluarkan dari tas. Terlihat model leher berbentuk V dan agak rendah. “Astaga Rayya! Gaun untuk acara kok bahan katun begini, mana warnanya pucat banget, modelnya juga sederhana begini. Huft! Pantas saja Mas Yudhis tertariknya sama aku.” Dengan rasa puas hati, Sabrina menutup kembali restleting tas. Lalu dia menutup pintu lemari dengan rapat. Supaya Rayya tidak curiga, dia buka kunci pintu dari dalam. Lalu dengan santainya mulai membongkar koper. Senyumnya langsung melebar begitu mengeluarkan mini dress warna merah. Terlihat begitu seksi. Sabrina mengambil hanger lalu menggantung gaun itu di dalam lemari. Lalu dia mulai membongkar satu tas yang berisi make up. Disusunnya di atas meja yang menghadap ke cermin, di pojokan kamar. Pemberitahuan di group bahwa sebentar lagi para karyawan ASP diundang ke restoran di dalam hotel untuk makan siang bersama. Sabrina menari-nari senang membacanya. Rayya masuk ke kamar. Dia melihat sahabatnya bersemangat sekali. “Pasti kamu habis baca group. Iya kan?” “Iya dong! Menu makan siangnya pasti banyak dan enak-enak deh! Aku mau mandi dulu ahhh, biar cantik dan haruumm!” Sabrina mengambil satu stel baju dari dalam koper lalu masuk ke kamar mandi. Rayya melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Lalu dia menoleh ke arah pintu lemari pakaian, sudah tertutup rapat. Rayya tersenyum. Ketika Sabrina keluar dari kamar mandi, Rayya sudah selesai bersiap. Dia hanya menyisir rambut lalu menguncirnya ke belakang. Tanpa berganti pakaian. Tanpa memoles wajahnya dengan make up kembali. Dia hanya mengandalkan make up tipis yang dipakainya dari rumah tadi pagi. “Loh, kamu nggak mandi dulu, Ray? Atau … dandan gitu?” Sabrina melirik dengan kedua alis terangkat. Dia sedang sibuk mengeringkan rambut dengan hair dryer. “Nanti saja, sore. Aku sudah siap kok ini. Mau bareng atau aku duluan?” “Eh, tungguin dong Ray! Sebentar aku make up an dulu.” Rayya menunggu Sabrina dengan sabar. Dia memilih duduk di atas ranjang lalu sibuk dengan handphonenya. Rupanya Rayya sedang chat dengan Yudhis. Pacarnya itu mengajak makan satu meja. Tidak lupa Yudhis mengingatkan supaya Rayya juga mengajak Sabrina. Yahh tentu saja, pikir Rayya. “Eh iya Ray, kamu udah siapin baju untuk gala dinner nanti?” Sabrina yang sedang memoles lipstik pada bibirnya, melirik Rayya sekilas lewat cermin.” “Sudah.” Sabrina menoleh ke belakang. Sorot matanya terlihat bersemangat. Membulat sempurna. “Oh, ya? Aku mau lihat dong! Tapi … nggak kebesaran kayak tahun kemarin kan?” Tampak menahan senyum. Padahal ingin rasanya dia tertawa lepas sekarang juga. Ingatan gala dinner tahun lalu kembali menggelitik pikirannya. Rayya tersenyum tipis. “Hemm kamu masih ingat ya? Itu sungguh—memalukan.” Tentu saja aku masih ingat, Rayya! Bahkan aku punya videonya. Dan aku yakin, semua orang juga masih—sangat ingat. Sabrina menggeleng pelan. “Aku sudah nggak terlalu ingat, Ray. Waktu itu aku sibuk mencoba berjalan ke depan, melewati orang-orang norak yang asyik menontonmu jatuh. Aku mau menolongmu tapi syukurlah kamu sudah berdiri lagi waku itu kan.” “Yaa.” Rayya mengangguk. “Semoga malam ini nggak ada kejadian seperti itu terulang.” Sabrina tersenyum. Lalu kembali mematut wajahnya di cermin. “Yahh … semoga.” Tapi dengan gaun bututmu itu, kamu akan sama memalukannya seperti tahun lalu, Rayya. Sabrina berdiri. “Yuk Ray, kita ke restoran sekarang. Aku sudah siap.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN