4. Hari pertama menjadi murid

1114 Kata
Gawat, gawat, gawat, gawat. Dia hampir terlambat. Bersyukur suara cempreng teman barunya membangunkannya. Jika tidak, dirinya pasti akan benar - benar terlambat. Ya, anak bernama Sabin itu setidaknya memang baik meskipun dia mengajaknya berteman lantaran tidak ingin menambah saingan untuk memperebutkan hati si ketua kelas. Kali ini dia harus berterimakasih pada gadis itu. Bangkit dari ranjang, Sherly mengusap wajahnya kemudian membuka pintu kamarnya. Wanita itu menyembulkan kepalanya ke balik pintu dan melihat Sabin sudah berdiri di depan pintu kamarnya dengan seragam berwarna hitam rapi khas Black Militer sembari menenteng tas totenya. “Haaa… kau baru bangun?” Sherly meringis, “Kau berangkatlah duluan, aku belum mandi.” Jawab Sherly, melirik jam yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Dia tentunya tidak mau membuat seseorang terlambat karenanya. Sabin menelusuri diri Sherly kemudian menghela nafas, “Jika kau tidak cepat, kau akan telat. Sarapan di kantin pasti akan habis.” Sherly menggeleng, “Aku tidak akan sarapan.” Netra biru Sabin sontak melebar seolah keputusan tidak sarapan itu adalah keputusan yang salah, “Kau tidak akan sarapan?” Sherly mengangguk, “Tidak ada waktu lagi, aku harus segera bersiap.” “Tapi ~” Jeda sejenak Sabin kemudian menebak bahwa tadi pagi, murid baru ini juga tidak ikut apel pagi. Hmmm, dia kemudian menghela nafas, “Oke baiklah, aku pergi dulu.” Sherly mengangguk. Perempuan itu segera menutup pintu kamarnya kemudian melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 06.33, bicara dengan Sabin tadi membuang waktu tiga menit, tapi setidaknya masih ada waktu untuk dirinya mempersiapkan diri. Ya, walaupun hari ini terpaksa dirinya harus bersekolah dengan perut kosong. Tetapi tidak masalah untuk tidak sarapan, bukan? Toh dirinya masih akan baik - baik saja. Ini juga bukan prtama kali dirinya bersekolah maupun bekerja tanpa sarapan sebelumnya. Dan dirinya sampai sekarang masih sehat walafiat. Dia pun langsung bergegas menuju kamar mandi. Mandi seefisien mungkin kemudian bersiap. Jangan sampai di hari pertama ini dirinya terlambat. Apalagi sekolah militer ini sangat ketat. Sherly telah membaca beberapa peraturan yang terpampang di dinding kamarnya, jadi setidaknya dirinya telah mengetahui poin - poin aturan yang ada di sini. ### Memutuskan untuk menjadi mata - mata, Sherly tentunya mengorbankan beberapa hal. Salah satunya ialah memotong rambut panjangnya yang indah sampai pundak. Ya, meski tidak ada aturan wajib yang mengharuskan murid perempuan menggunakan potongan rambut tertentu, tetapi dirinya terpaksa memotong rambutnya lantaran guna menyamarkan identitas. Ya, setidaknya ketika suatu saat dirinya berjalan ke tempat umum dan tidak sengaja berpapasan dengan tetangga atau siapapun itu yang berkenalan dekat dengannya, setidaknya mereka tak akan langsung menyangka bahwa ini adalah Sherly, karena sekarang dia telah menjadi Cecil siswi Black Militer berusia 17 tahun. Huh.. Sherly menghela nafas. Menepuk - nepuk pipinya, perempuan yang sudah tidak sempat mengoleskan bedak atau apapun itu ke wajahnya segera melangkah menuju ke tempat dimana para siswa - siwi Black Militer belajar. Oke Sherly, hal apa yang akan kamu jalani ketika menjadi murid di sini? Entah apapun itu, kau harus siap. Setengah berlari, Sherly bergegas menuju ruang sekolah mengikuti beberapa anak - anak lain yang tampak juga berlarian mengejar waktu sebelum lonceng sekolah berbunyi. *** “Ku dengar ada murid baru di sini?” Seorang pria duduk berselonjor di atas balkon asrama. Tampak santai dan tenang. Tangan lelaki itu memegangi lolypop kemudian memasukkannya ke mulutnya seolah tengah menghisap batang rokok. “Rekomendasi kepala sekolah?” Imbuhnya yang terkesan seperti pertanyaan tetapi sejujurnya itu adalah tebakan. “Sepertinya begitu.” Sahut salah satu temannya, pria berambut kribo yang mengenakan tage name Sebastian Lizard, “Benarkan Maxwell?” Dia melirik laki - laki di sampingnya yang sedari tadi berdiri diam, bersandar pada dinding sembari bersendekap dengan mata terpejam. “Hmmm.” Maxwell hanya menjawab dengan gumaman singkat. Tak mengiyakan maupun mengelak. Lalu ketika suara alarm tanda masuk berbunyi, pria itu membuka matanya kemudian menjetikkan jarinya dan dalam waktu kurang dari satu detik, sosok pemuda itu menghilang bagai angin meninggalkan temannya yang masih duduk di balkon gedung. Teman - temannya mendengkus. “Maxwell memang selalu seperti itu bukan?” Si kribo terkekeh yang dibalas dengan senyuman dari si pemegang lolypop. “Ya, sepertinya tebakanku benar.” Pria itu kemudian bangkit dari duduknya. Berdiri di depan balkon dan menunduk, melihat para murid Black Militer berhamburan masuk ke gedung sekolah. Dia menyeringai, “Seperti biasa aku akan menguji seberapa hebatkah orang yang si tua itu kirimkan.” Si kribo terkekeh. Mengangguk - angguk lalu berbalik meninggalkan rekannya yang masih berdiri di atas balkon, “Ku harap kau tidak terlalu keterlaluan Leon.” Serunya. Leon hanya menyeringai dengan manik birunya yang berkilat jahat. Ya, dia adalah Leon cucu si kepala sekolah itu sendiri. Dan pria itu memang tidak menyukai bila kakeknya yang licik itu selalu memasukkan orang - orang yang tidak berguna menjadi bagian dari pasukan Black Militer. Orang - orang yang bersekolah di sini dan menjadi pasukan penumpas para Daemon harusnya adlah orang - orang yang memiliki kekuatan tinggi. Tetapi kakeknya itu sedikit menyalahi aturan yang dengan sembrononya memperbolehkan orang - orang dengan ekuatan lemah maupun tanpa kekuatan masuk ke dalam sekolah ini hanya demi menambah pundi - pundi uang. Leon ada untuk menyingkirkan orang - orang yang tidak berguna. ### Sherly berlari sekuat tenaga mengejar keinggalan. Perempuan itu terengah - engah dan menyandarkan punggungnya di dinding. Mengatur nafasnya yang luar biasa sesek karena berlari. Padahal dirinya sudah mengerahkan laju larinya, dan dirinya tadi melihat beberapa siswa tampak santai berjalan di belakangnya. Namun ajaibnya sekarang hanya dialah yang tertinggal, sementara beberapa siswa dan siswi yang berada di belakangnya tadi …. Sherly menoleh. Mulutya ternganga ketika menyadari mereka telah menghilang. What? Sherly mengerjap saat sadar bahwa dirinya bukan belajar di sekolahan biasa. Melainkan di tempat di mana para murid - muridnya memiliki kekuatan supranatural yang di luar nalar. Ohh ya ampun, ya ampun. Dia menepuki pipinya, lalu saat nafasnya kembali normal, gadis itu kembali berdiri tegak dan melangkah mencari ruang kelasnya yang bertuliskan kelas Grand B. Baiklah, hari pertama dirinya menjadi murid baru memang menjadi anak yang tidak patuh karena terlambat. Tetapi dia sudah menemukan alasan yang tepat mengenai keterlambatannya. Ya, tinggal bilang di tempat yang luas ini dirinya sebagai orang baru belum hafal mengenai seluk beluk sekolah dan sempat tersesat. Para master pasti akan memakluminya bukan? Melihat kanan - kiri, Sherli kemudian berjalan menaikki tangga dan menuju lorong - lorong kecil. Manik kelam wanita itu melebar ketika dirinya berjalan ke sudut lorong, dan mendengar suara rintihan seseorang. Mengikuti nalurinya, dengan pelan ia menuju ke tempat dimana arah suara itu berasal. Manik kelamnya melebar ketika melihat seorang pemuda berlutut di lantai dengan tali membelit tubuhnya, dan yang membuatnya lebih terkejut ialah seseorang dengan jahatnya menginjak punggung anak yang sudah ketakutan memohon ampun. Whuaa, di hari pertamanya kembali bersekolah, dirinya sudah menyaksikan penindasan. ###
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN