Maura terbangun kaget. Jarum jam baru menunjukkan pukul tiga pagi. Keringat membasahi dahinya. Jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil air minum. Meneguknya perlahan. Mencoba menenangkan dirinya sendiri. Siang tadi ada seseorang mengiriminya bunga ke butik. Tanpa nama. Tanpa ucapan. Hanya dari jenis dan warna bunga itu, Maura menjadi curiga tentang pengirimnya. Pernikahannya tinggal tiga pekan lagi. Ia tak ingin gagal. Maura tak bisa tidur lagi setelah itu. Ia ingin menghubungi Andre tapi enggan. Laki-laki itu masih sibuk dengan banyak pekerjaan. Andre bilang akan menyelesaikan pekerjaannya agar bisa mengambil cuti dengan tenang. Laki-laki itu semakin sulit ditemui. Bahkan sekedar telepon dan pesan saja semakin sulit tersambung. Jika tidak karena keluarga Ranuwijaya yang kerap menghu