4. Jangan

1285 Kata
Zizi terus berlari setelah melihat posisi mobil Raka sudah berada diluar dan pria itu tengah menunggunya bersandar didepan mobil sambil wajahnya menengadah melihat langit malam. "Huh.., huh..ada apah huh pak?" napas Zizi masih berantakan saat sampai didekat Raka. Raka melirik Zizi, ia melirik penampilan wanita itu sekilas, sepertinya ia ingin berkomentar tapi ia lebih memilih diam dan melemparkan kunci mobil pada Zizi. Hampir saja kunci mendarat mulus di jidat Zizi kalau saja ia tak menangkapnya dengan cepat. Tentunya Zizi masih bingung, Raka tak bicara apapun dan memilih berjalan duluan masuk ke mobil di bangku belakang. "Mau kemana sih malam-malam dingin begini?" omel Zizi kini ikut memasuki mobil mengambil posisi mengemudi. "Mau kemana pak?" Zizi kembali memastikan setelah menghidupkan mobil pada Raka yang masih saja diam. "Terserah," "Lah kok??" pastinya wanita bermata besar itu terkejut ditambah bingung. Raka menghela napas malas, "kemana aja asal saya bisa lihat laut," "Maksud bapak saya ambil jalan yang di pinggir-pinggir laut gitu?" Zizi memastikan karena permintaan bosnya yang terdengar aneh. "Cepat, nggak usah banyak nanya!" tiba-tiba Raka malah emosi. Zizi mengambil napas dalam menenangkan jantungnya yang berusan seolah akan copot karena Raka mendadak bicara ngegas. "O.., ok., oke pak," * Zizi terus melajukan mobilnya disepanjang jalan ditepi laut yang tidak begitu ramai. Untung saja Zizi tahu daerah ini, jadi ia bisa memenuhi keinginan Raka yang sedari tadi terus diam dibelakang. Lewat kaca spion Zizi melirik Raka. Pria itu terus diam sambil melamun menatap pemandangan laut lewat kaca jendela yang ia buka lebar. Apa dia tidak merasa dingin sedikitpun? Heran Zizi yang sejak tadi sudah menggigit-gigit bibirnya menahan dingin karena jendela yang Raka buka. "Pak, nggak dingin jendelanya dibuka? Nanti masuk angin loh..," Zizi memberanikan dirinya untuk bersuara setelah suasana yang begitu hening sejak mereka pergi tadi. Tidak menjawab, Raka lebih memilih menutup jendela begitu saja sesuai apa yang Zizi katakan. Zizi sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Sesekali Zizi kembali memperhatikan Raka yang diam, pria itu kini menyenderkan kepalanya di kaca sebelahnya terus melihat kearah laut. Sumpah demi apapun Zizi penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada Raka? Bukannya tadi dia tersenyum lebar di kamarnya saat mengangkat sebuah panggilan telfon? Tapi sekarang dia seolah kehilangan seluruh kebahagiaannya. Gatal sekali mulut Zizi ingin bertanya. "Bapak lagi ada masalah ya?" tanya Zizi tak sanggup lagi penasaran lebih lama. Tidak ada jawaban seperti yang Zizi duga. Zizi memutar otaknya bagaimana membuat Raka berbicara, diam-diaman seperti sekarang rasanya sungguh tidak nyaman. "Daripada kita mutar terus, gimana kalau kita turun pak? Lihat lautnya bisa lebih asik dan dengan mendengar bunyi ombak mungkin bisa bikin bapak merasa lebih baik," saran Zizi sambil berdoa agar Raka merespon ucapannya. Masih tidak terdengar suara beberapa saat sampai terdengar suara pelan dari belakang, "ayo kita berhenti sebentar," Senyum Zizi tanpa sadar terkembang, "baik pak!" dengan semangat Zizi mencari tempat yang pas untuk mereka berhenti. * "Huaaaaahhhhh!!" Zizi sedikit berlari keluar dari mobil melihat pemandangan laut didepannya, terdapat beberapa kapal di kejauhan dengan lampu menyala, benar-benar cantik. Raka berjalan pelan dibelakang Zizi sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan. Wajahnya tampak sedikit lebih rileks dari sebelumnya. "Gimana pak? Bagus kan??" Zizi berbalik dengan tawanya untuk memastikan pendapat Raka. Raka hanya mengangkat sedikit ujung bibirnya merespon kegirangan Zizi, sepertinya gadis itu juga senang bisa menikmati waktu menenangkan seperti sekarang. Melihat respon kecil Raka membuat Zizi tertawa, setidak nya itu lebih baik. "Ayo kita duduk disana!" Zizi melihat sebuah tempat yang nyaman untuk bisa menikmati suasana laut malam ini dengan suara ombak yang tenang. Ia sudah berlari duluan meninggalkan Raka yang berjalan dengan langkah lambat. Sedari tadi pergerakannya selalu demikian. "Ini membuatku lebih rileks..," gumam Zizi yang sudah duduk memejamkan matanya menikmati semilir angin menyapu wajahnya. Raka juga sudah duduk disebelah Zizi, diam-diam ia memperhatikan Zizi yang sedari tadi terus tersenyum senang. Berbeda dengan senyum yang biasa Raka lihat saat Zizi bekerja dengannya menghadapi rekan-rekan kerjanya. Zizi begitu santai sekarang. Raka ikut memejamkan matanya mencoba benar-benar membuat dirinya lebih baik. Ia mencoba menenangkan pikiran dan melupakan sejenak segala permasalahan yang kini seolah tengah melilit batinnya. Saat ini Zizi sudah membuka matanya dan memperhatikan Raka yang memejamkan matanya seperti apa yang ia lakukan tadi. Tanpa sadar Zizi tersenyum melihat Raka yang tampaknya sudah semakin membaik. Lihat saja, wajah Raka terlihat damai. "Lebih baik kan pak?" tanya Zizi saat perlahan Raka membuka matanya. Raka mengangguk sekilas tanpa menoleh pada Zizi. Ia menatap pemandangan di depannya. "Kalau boleh tahu, bapak ada masalah apa?" walau ragu Zizi tetap bertanya. "Ingin membuat mood saya memburuk lagi?" suara Raka sudah terdengar normal seperti biasanya, seperti sedang mengajak bertengkar. Artinya dia sudah benar-benar membaik pikir Zizi. "Bukan gitu pak, saya cuma penasaran aja. Padahal tadi saya lihat bapak ngangkat telfon wajahnya senang banget," Raka menolehkan kepalanya pada Zizi dengan wajah heran, "tahu darimana? Kamu memata-matai saya!?" "Enggak kok pak!" Zizi dengan cepat mengelak karena Raka malah emosi, "saya nggak sengaja lihat bapak ngangkat telfon tadi di hotel saat di balkon. Saya juga lagi di balkon kamar saya, bapak aja yang nggak sadar," "Benarkah?" Zizi mengangguk, "bapak kan memang kurang peka sama lingkungan sekitar bapak," namun dengan cepat Zizi sadar ia terlalu bicara terus terang, ada sedikit penyesalan dan lega karena akhirnya bisa menyampaikan pikirannya disaat bersamaan. "Maksud kamu?" tidak seperti bayangan Zizi yang mana Raka akan marah, Raka malah terheran. "Oh anu, maksud saya gini pak. Bapak sering terlalu fokus pada satu hal jadi kadang nggak memperhatikan hal lain. Sama saya saja bapak sering nggak lihat kalau kita jalan berselisih di kantor, padahal saya udah senyum mau nyapa," curhat Zizi selaku perwakilan sekian banyak orang yang sering hendak menyapa Raka namun tidak diacuhkan sama sekali. Raka mengangguk kecil seolah paham dengan apa yang Zizi ceritakan, "saya hanya merasa lebih nyaman dengan diri sendiri." "Tapi saya pikir nggak ada salahnya bapak agak peka sedikit saja," "Apa saya terlihat seperti orang aneh?" Ingin sekali Zizi langsung berteriak "IYA!!" tapi dia menahannya. "Nggak aneh kok pak, cuma agak unik saja." Raka terkekeh pelan yang membuat Zizi kaget, pria ini akhirnya bisa tertawa juga. "Hubungan saya dan kekasih saya baru saja berakhir," tanpa dipaksa Raka mulai bercerita sendiri. Zizi terkejut mendengarnya, "jadi ini yang bikin bapak galau?" "Wajar bukan?' "Ya wajar sih pak, bapak kan manusia," komentar Zizi turut prihatin. Zizi yakin jika berita Raka baru putus beredar dikantor, pasti semua pegawai wanita akan senang dan penampilan mereka akan berubah menjadi lebih baik untuk menarik perhatian bosnya ini. Zizi ingin tertawa sebentar membayangkannya, namun tertawa disaat seperti ini tidak tepat bukan? "Tapi kok bisa sih pak?" Zizi ingin tahu lebih. Raka menghela napas lelah, "entahlah, mungkin karena saya tidak peka makanya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi," Zizi jadi merasa bersalah mendengar kalimat Raka barusan. "Yang sabar ya pak, pasti bapak bakal nemu cewek lain yang lebih baik dan nerima bapak apa adanya," Zizi mencoba menghibur selaku pendengar yang baik. "Padahal saya sudah berkorban banyak. Argh!!!!!" Raka mendadak meninju pasir didepannya sekuat tenaga yang membuat Zizi terkejut bukan main. Kini pria itu malah berdiri dan pergi berjalan entah kemana dengan langkah sempoyongan. Zizi yang masih membeku segera tersadar berteriak, "Pak Raka mau kemana!? Pak jangan aneh-aneh!!!" Raka terus berjalan tidak mempedulikan Zizi yang kini kebingungan harus melakukan apa. "Itu orang gak bakal bunuh diri kan ya? Dibiarin apa dikejar ya? Duh ini gimana sih??" Zizi panik sendiri menentukan pilihan menanggapi kegalauan bos nya itu. "Mungkin dia butuh waktu sendiri," gumam Zizi masih memperhatikan Raka yang terus berjalan menjauh, "tapi kok bikin cemas ya? Kalau dia kenapa-napa nanti siapa yang mau ngegaji aku dong?" "Yaudahlah ikutin diam-diam aja kali ya?" dan akhirnya Zizi memilih ikut berjalan dibelakang Raka diam-diam untuk memastikan bosnya itu tak melakukan sesuatu diluar logika seperti mencebur ke laut dan memulai kehidupan baru di Bikini Bottom.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN