H2 - 3

2133 Kata
Alih-alih menjawab, pria itu malah menarik Tif dan melempar tas kecil yang sedari tadi tersampir di badannya setelah melepaskan secara paksa dari tubuh wanita itu. Lalu mendorong wanita itu ke atas ranjangnya. Ia sudah mengetahui sejak lama mengenai rencana Tif yang mendekatinya agar dapat mengencani sepupunya. Namun, melihat wanita itu tidak menyangkalnya sama sekali malah membuat dirinya semakin marah dan merasa terhina karena di khianati. Sebelum wanita itu dapat bangkit, regan terlebih dulu menjatuhkan badannya sendiri di atas tubuh Tif dan menciuminya lagi terus menerus, tiada henti seolah ini kesempatan terakhir pria itu dapat merasakan bibis manis tif di bibirnya. “Tebak karena ulah siapa aku memperlakukanmu seperti itu?” Pria itu bertanya seakan-akan sedang mengadakan kuis dadakan di kelas. Bibir pria itu turun menuju leher Tif dan meninggalkan jejak panas dari bibirnya di sana selagi Tif memikirkan perkataan pria itu tadi. Ia tidak ingat kapan ia pernah mengatakan itu pada Regan tetapi nampaknya itu memang sesuatu yang pernah ia katakan pada seseorang. Dan seseorang yang mengetahui rencana itu hanyalah Christina, sahabatnya. Tapi ia tidak ingat pernah membicarakan mengenai hal itu di sekitar Regan. Tangan pria itu kini sudah masuk ke dalam baju dan meraba perutnya sementara bibirnya turun ke d**a wanita itu membuat pikiran Tif berhenti dan tidak dapat berpikir lagi mengenai jawabannya. “Tunggu, tunggu.” Pinta Tif sambil menahan kepala pria itu agar berhenti menciumnya. Namun, pria itu tidak menghiraukan dan malah meneruskan ciumannya. Tubuh Tif merespon dengan baik saat tangan pria itu menyentuh payudaranya. Tiba-tiba ia mendapat ingatannya kembali. Ia pernah membicarakan mengenai rencananya dengan Chris melalui pesan teks. Sepertinya pria itu mengetahuinya dari sana walaupun ia tidak tahu mengapa Regan bisa tahu isi percakapan mereka. “Reg, kamu membaca pesan-pesan di ponselku kan dulu?” Tanyanya di tengah-tengah kesibukan Regan yang sedang bermain dengan payudaranya. Pria itu menengadah. “Sekarang kamu ingat mengenai rencana busukmu sendiri?” Tanya pria itu dengan sinis. “Seharusnya kamu bertanya sebelum menyimpulkannya sendiri!” Bentak wanita itu. “Lalu apa, kamu akan menjelaskannya jika aku bertanya? Kalau begitu jelaskan padaku sekarang, akan aku dengar.” Tangan pria itu berhenti sepenuhnya dan perhatiannya tercurah pada Tif yang sedang bimbang akan menjawab apa. Pria itu benar, walaupun seandainya dulu Regan bertanya mengenai hal itu, ia tetap saja tidak bisa memberikan jawaban yang tepat. “Ayo, aku menunggu penjelasanmu.” “Aku tidak bisa.” Jawab Tif. “Tidak bisa, karena itu memang benar. Tidak ada yang bisa kamu jelaskan.” Wanita itu hanya diam saat Regan melanjutkan aksi meng-explore tubuhnya kembali dan melepaskan pakaian atasnya. “Kamu membenciku tapi tidak dapat menahan tanganmu, ya?” Laki-laki itu berhenti dan tertawa saat mendengar sindiran yang keluar dari mulut Tif. “Benar, aku membencimu namun tanganku tidak dapat berhenti. Bukankah kamu sudah terbiasa melakukan ini untuk mendapatkan apa yang kamu mau?” Regan sungguh berpikir bahwa wanita di depannya akan melakukan apapun untuk mendapatkan yang ia inginkan. Buktinya selama ini, Tif tidak keberatan bercinta dengannya demi dapat bersama Gilang. Si b******n yang beruntung itu. Tif melayani permainan regan karena ia terlanjut terhanyut oleh gairah yang diciptakan pria itu. Ia mengalungkan lengannya pada leher pria itu dan menarik bibirnya agar menyatu dengan miliknya. Kali ini giliran lengannya yang masuk ke dalam kemeja untuk meraba tubuh pria itu. Jarinya menelusuri otot yang terbentuk di perutnya lalu sedangkan lengan satunya membuka kancing kemeja itu satu persatu. Regan sadar apa yang wanita itu tengah lakukan dan ia membantu prosesnya agar lebih cepat. Setelah kemeja itu terlepas ia menanggalkan seluruh sisa pakaian yang masih menempel ditubuh mereka berdua. * Walupun sebelumnya pria itu mabuk tetapi ia sadar sepenuhnya saat ia bercinta dengan Tif hingga keduanya kehabisan tenaga untuk bergerak. Regan masih berada diatas tubuh Tif setelah beberapa menit berlalu usai o*****e yang mereka berdua alami. Tif mendorong tubuh pria itu ke samping saat ingat bahwa ia sedang mengandung dan mungkin saja berat tubuh Regan akan membuat kandungannya dalam bahaya. “Kenapa, tiba-tiba pria itu terpintas dalam pikiranmu saat ini ya?” Tanya Regan salah mengartikan perlakuan Tif barusan. Ia mengira bahwa Tif merasa bersalah pada gilang karena telah bercinta dengannya, itu sebabnya wanita itu menyingkirkan pria itu. “Minggir, kamu berat.” Jawab Tif sambil memejamkan mata karena lelah. Pria itu masih memandanginya dalam posisi menyamping. Lengannya memeluk perut wanita itu dan menarik tubuh Tif agar mendekat padanya. Tif merasa ia sedang melakukan hubungan dengan musuh. Pria itu membencinya namun menginginkan tubuhnya. “Kamu akan menyelesaikannya besok?” Tanya pria itu tiba-tiba. “Apa?” Alis Tif bertaut saat ia menoleh pada pria itu untuk bertanya. Ia tidak mengerti maksud pertanyaan pria itu. “Dengan gilang. Kamu akan menyelesaikannya, kan?” Tif terdiam lalu mengalihkan wajahnya memandang ke arah berlawanan dari pria itu. Kesal karena wanita itu tidak menjawab membuat Regan bangun dan menahan tubuhnya dengan siku untuk memastikan wanita itu menatapnya. Rahang pria itu mengeras dan amarah kembali muncul dari dirinya. “Apa yang membuatmu ingin bersamanya saat tubuhmu juga menginginkanku?” Pada akhirnya ia memang tidak bisa menyembunyikan ini terlalu lama, bukan. Namun ini bukan saat yang tepat untuk memberitahu pria itu. “Aku punya alasan.” Tif akhirnya menatap wajah pria itu dan menjawab pertanyannya. “Keberatan jika kita bicarakan ini besok?” Tangan tif menangkup kedua pipi pria itu dan mengusapnya pelan. Pria itu menghembuskan napas, amarahnya perlahan surut dan ia akhirnya menyerah. Berguling kembali ke tempatnya membawa serta wanita itu ke dalam pelukannya. Tif membiarkan dirinya beristirahat dalam dekapan pria itu. Ia terlalu lelah memainkan sandiwara ini selama sebulan belakangan. Hanya temannya, Christine, yang bisa ia jadikan tempat mengadu selama ini. Itupun hanya sesekali ia mengeluh karena Tif tidak ingin membuat temannya itu bosan karena masalah pribadinya. Sekali ini ia ingin egois dan membiarkan dirinya mendapatkan apa yang ia inginkan sebelum besok ia harus kembali ke panggung sandiwara dan memainkan peran sebagai orang lain. Dengan begitu, Tif mendongak pada Regan untuk mengecup dagunya, lalu menjalar naik pada pipi kirinya kemudian melintasi hidung dan berakhir di bibir pria itu. Regan menahan kepala wanita itu agar dapat menciumnya lebih lama sampai tangan Tif mencubit dadanya hingga ia kesakitan dan melepaskan wanita itu sebelum tertawa. “Aku hanya ingin mencium, bukan dicium.” Ucap wanita itu. “Lakukan apapun yang kamu inginkan pada tubuhku.” Tif tersenyum mendengarnya lalu ia kembali merebahkan kepalanya di atas d**a pria itu dan tertidur sambil memeluknya sementara tangan Regan berada dipunggungnya mendekap wanita itu erat agar ia yakin bahwa kali ini Tif tidak akan pergi lagi dari sisinya.   =-= Tif tidak yakin itu adalah bunyi alarm atau dering ponselnya yang berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Tangannya menutupi mata karena silau cahaya matahari menembus melalui jendela kamar itu dan mengenai matanya. Sebuah tangan melingkari perutnya dengan erat dan membuat wanita itu tidak dapat bergerak. Kaki mereka saling bertautan membelit satu sama lain dan membuat Tif terperangkap. Tangannya mencoba menguraikan pelukan Regan dari tubuhnya dengan perlahan agar ia tidak membangunkan pria itu. “Diam, Tif.” Oh, crap.  Tif langsung berbalik dan mendapati pria itu berbicara tetapi masih menutup matanya. “Ini hari libur.” “Aku tahu.” Tif menghentikan usahanya lalu berbalik pada pria itu. Menciumi seluruh wajahnya dan membuat regan terbangun sepenuhnya. “Tapi kita harus bangun, aku lapar.” Regan tersenyum padanya, “Well, you have no idea how hungry I am. Of you.” Tangan Regan menarik tengkuk Tif untuk mendekat lagi padanya dan menghadiahi wanita itu beberapa ciuman selamat pagi. Tangannya mengangkat kemeja milkinya yang dipakai wanita itu di tengah malam saat tif mendadak bangun karena kedinginan. Namun Tif berhasil menghalanginya dan berlari-lari kecil setelah turun dari tempat tidur menuju kamar mandi pria itu untuk mencuci muka. “Aku beneran laper, Reg.” Teriak wanita itu dari dalam kamar mandi. Regan tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat wanita itu bertingkah konyol. Untuk pertama kalinya, apartemen yang ia tempati serasa hidup dengan adanya keberadaan wanita itu disini. Ia melihat keadaan disekitarnya yang berantakan karena ulahnya semalam. Petugas kebersihan telah datang dan membereskan pecahan kaca di ruang tamunya tadi pagi tetapi ia melarang petugas itu untuk merapikan kamarnya karena Tif masih tertidur dengan lelap setelah perkelahian kecil mereka yang berbuah manis semalam terjadi. Tif melangkah keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di sekeliling tubuhnya. Ia memutuskan untuk mandi sekalian dibanding hanya mencuci mukanya. “Aku harap kamu ngga keberatan aku pakai sampo yang wanginya cowok banget ini.” Ujar wanita itu sambil melangkah ke arah ranjang. Regan mengulurkan tangannya meminta wanita itu menghampirinya. “Hm, you always smells good in everything you use.” Hidungnya mencium aroma sabun dan sampo, yang biasa ia kenakan, di tubuh gadis itu. Suara ponsel berdering kembali mengingatkan Tif ada sesuatu yang harus ia kerjakan. Wanita itu memutar matanya lalu beranjak dari sana meninggalkan pria itu, untuk mengambil ponsel yang sejak malam berada di dalam tas kecilnya. Wanita itu menahan umpatannya dalam hati saat melihat Gilang menghubunginya sejak satu jam yang lalu. Ia menekan tombol reject lalu mulai membaca beberapa pesan yang belum terbaca sejak pagi. Kabar baik yang ia dapatkan dari gangguan di pagi hari itu adalah Gilang mengirimkannya pesan berisi suatu kalimat yang berhasil membuat Tif lebih bahagia dari sebelumnya. Gilang : talked to Clara yesterday, we already broke up. (07.45) Gilang : where r u? (07.48) Gilang : Can I see u ? (08.05) Tif masih memandangi ponselnya dan bingung harus membalas apa. Ia sedang tidak berada di apartemennya, apa yang harus ia katakana pada Gilang? Bahwa ia sedang di tempat Regan sekarang? “Ada apa?” Regan bertanya dengan curiga karena merasakan ada sesuatu yang membuat Tif terpaku pada ponselnya selama itu. Gadis itu menggeleng, “Oh, its just my sister.” Lalu ia menaruh kembali ponselnya setelah mengetikan sesuatu pada Gilang. Tiffany : i’ll call u asap. Tif berpakaian dengan cepat setelah memunguti potongan-potongan pakaiannya yang berserakan di lantai kamar apartemen itu. Ia tidak sadar bahwa Regan memperhatikannya sedari tadi. “Where u going?” “Aku ada urusan siang ini.” “you’re leaving?” Tif memandangi Regan sambil menggigit bibir bagian bawahnya. “Hm, I’m sorry.” “Tapi kamu janji akan menjelaskan sesuatu padaku semalam.” “Iya tapi..” Sebelum Tif dapat menyelesaikan kalimatnya, dering ponsel wanita itu kembali berbunyi. Kali ini ia kalah cepat karena tidak menyangka Regan akan turun dari ranjangnya untuk menyambar tas kecil itu. Mengeluarkan ponselnya dan membaca nama yang tertera di layar itu. “Oh is ‘he’ your sister now?” Tanya Regan dingin sambil membalikan ponsel itu ke hadapan wajah Tif. Tif berusaha mendapatkan ponsel itu kembali tetapi kekuatan lawan yang ia hadapi tidak sebanding dengan dirinya. “Regan, kembalikan.” Pria itu sudah terlanjur marah dan murka atas kebohongan wanita itu terhadapnya. Ia mengangkat panggilan itu dan mulai berbicara. “Tif ada di tempatku, dia baru selesai mandi dan agak sedikit sibuk sekarang. So you better f**k off.” Lalu pria itu mematikan panggilan dan melemparnya ke atas ranjang. Regan mencengkram kedua pundak Tif dan menariknya mendekat selagi ia menunduk bertanya pada wanita itu, “Apa yang kamu rencanakan kali ini? Setelah kamu berpura-pura peduli padaku dan bercinta semalaman sekarang kamu akan kembali pada pria itu?” “Bukan seperti itu, aku punya alasan yang tidak bisa kamu mengerti.” Bantah wanita itu. “kamu menganggapku sebodoh itu, ya?” Tif tidak tahu harus menjawab apa. Ia memilih untuk pergi dari tempat itu sebelum ia membocorkan rahasianya selama ini karena paksaan Regan. Tif membungkuk mengambil tasnya dan berjalan mengelilingi Regan untuk mencapai ponselnya yang tadi pria itu lempar tetapi tangannya di tarik paksa untuk berdiri dan berhadapan dengan pria itu. “Aku tidak pernah bertemu wanita selicik dirimu, Tif. Memberikan harapan palsu dan menjual tubuhmu untuk kepentinganmu sendiri.” Mata Tif bergetar karena marah. “Iya! Aku memang menjual tubuhku demi kepentinganku tapi aku tidak memaksamu, Reg. itu salahmu jika kamu juga menginginkan tubuhku.” “Jadi semalam hanya salah satu tipuanmu, ya?” Regan mendengus dan rahangnya mengeras karena menahan amarah untuk wanita itu. Tif menghentakan tangannya agar terlepas dari cengkraman pria itu lalu pergi meninggalkan Regan dalam amarahnya. “Selamat tinggal mr. Regan.” Ucapnya sambil memungut semua barangnya dan benar-benar pergi dari sana. Ini seperti ucapan perpisahan yang sesungguhnya. Mungkin saat ini ia tidak akan bisa lagi mendapatkan kepercayaan pria itu. alih-alih jujur padanya dan membeberkan rahasia maupun alasan dibalik sikapnya selama ini, Tif memilih kabur dan pergi dari pria itu. Tif tahu Regan bukan tipe pria yang bisa berbagi dengan orang lain. Jika ia mengakui perasaannya pada pria itu, Tif akan ditahan untuk dirinya sendiri dan dendam yang selama ini ia rangkai tidak akan pernah terselesaikan. Pada akhirnya semua usahanya hanya akan menjadi sia-sia. Sepanjang perjalanan menuju lobby hotel wanita itu memeluk perutnya sendiri dan meminta maaf pada calon anaknya karena ia tidak bisa memberikan ayah yang sesungguhnya saat anak di perutnya itu lahir.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN