Tiffany mengeringkan rambutnya dengan handuk. Lalu ia mengambil pengering rambut yang tersimpan di laci meja riasnya untuk mengeringkan rambut yang baru saja ia cuci. Setelah pulang dari apartemen regan ia memang langsung memutuskan untuk mandi dan menghilangkan jejak tubuh regan dari dirinya sebelum ia bertemu dengan gilang.
Bel apartemen Tif berbunyi tepat setelah ia selesai mengeringkan rambutnya. Ia berlari menuju pintu dan menemukan Gilang sedang berdiri di sana membawa sebuah buket Bunga mawar merah segar dan sebuah kantung belanjaan dari bakery kesukaan Tif belakangan ini.
“Hai.” Gilang menyapa sambil mencium pipi kiri Tif sekilas. Tif membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan pria itu masuk ke dalam apartemennya. “Aku bawa cake kesukaan kamu.”
Pria itu menyimpan bungkusan berwarna coklat ke atas meja dan sekalian mengulurkan buket bunga itu pada Tif. “Oh, thank you, Lang.” Tif berpura-pura tersanjung saat menerima bunga itu. Well, dia bukan tipe wanita yang menggemari bunga sungguhan. Bunga itu tidak akan bertahan lebih lama dari pada makanan di perutnya.
“Jadi, kamu mau jelasin apa yang baru aja terjadi tadi pagi?” Gilang memasukan kedua tangannya ke kantung celana jins yang hari ini ia pakai.wajahnya terlihat kesal dan kerutan di dahinya tampak dengan jelas saat pria itu bertanya pada tif. setidaknya, pria yang satu ini masih bisa ia hadapi. Amarahnya tidak semenyeramkan regan yang kadang – kadang membuat tif takut.
“Ya, hm, Regan mabuk. Pak Reihan nelepon aku semalem karena ternyata dia kewalahan dan ada sesuatu yang harus dia urus.” Gilang mendengarkan dengan kening berkerut memproses cerita yang keluar dari mulut Tif. tif berpikir untuk mengarang suatu alasan yang lebih dapat di terima oleh pria itu tetapi sepertinya tanpa ia sadari, hatinya tidak peduli apa yang gilang rasakan mengenai kepergian dirinya ke apartemen regan. Padahal sebagai seorang pacar seharusnya tif tidak membuat kecewa pria itu. tetapi, jika dilihat dari situasi tif, dirinya tidak peduli lagi mengenai hal itu.
“Tif, Regan udah terbiasa minum. Dia ga akan mabuk dengan mudah.” Alis gilang terangkat, seolah – olah menuduh wanita di hadapannya mengada – ngada.
“Ngeliat situasi malem kemarin sepertinya dia udah ga sejago itu lagi dalam urusan minum.”
“Dan kamu stay di sana sampe pagi?”
“Aku ga berencana untuk nginep tapi malem aku ketiduran pas nungguin dia sadar. Dia sadar tadi pagi dan sedikit muntah, keadaan di apartemennya kacau balau.”
“Tapi kenapa kamu yang harus dateng ke sana? ga ad orang lain yang bisa beresin dia?”
“Seseorang nelepon nomor aku dari hp nya, mungkin karena sebelum pulang kerja kemaren nomor aku adalah nomor terakhir yang dia hubungi. Regan minta untuk di antarkan proposal campaign yang baru kemarin.” Jelas tif. tif berbicara omong kosong dan mempertaruhkan kepercayaan gilang pada dirinya.
“Itu keseluruhan ceritanya?”
Tif mengangguk dengan mantap seolah-olah itu adalah hal sebenarnya yang terjadi. Lalu pria itu mengangguk dan menghela napasnya.
Gilang tahu sesuatu pernah terjadi antara Regan dan wanita yang ada di depannya sekarang ini. Ia paham, memang tidak mudah jika dirinya harus bersaing dengan seseorang seperti Regan. Maka dari itu Gilang akan mengambil apa yang tersisa untuknya. Gilang pikir Tif sudah jatuh hati padanya dan itu semua sudah cukup untuk menghilangkan Regan dari pikiran wanita itu. “Oke kalo gitu, lupain topic tentang Regan hari ini karena aku bawa kabar baik.” Pria itu tersenyum sumringah saat mengatakannya. “Ya, walaupun sebenernya kamu udah tau. Tapi, ya aku sampaikan lagi. Aku dan Clara sudah resmi berakhir.”
Tif bertepuk tangan dan tertawa kegirangan ia tidak yakin apakah itu akting atau yang perasaannya sebenarnya. Atau mungkin dua-duanya karena gagasan pria itu masuk ke dalam jebakannya sangat membuat Tif gembira. “Bagus. Jadi sekarang ga ada alasan kamu jalan sama dia lagi, kan?”
Gilang duduk di sofa sambil menggeleng. “No. I’m all yours.” Katanya pada Tif meyakinkan.
Yuck! Tif menahan raut ekspresi jijik di wajahnya saat mendengar pria itu berbicara menjijikan.
“Walaupun sebetulnya sekarang aku harus pikirin alasan yang tepat untuk aku bicara sama ibuku. Dia udah menganggap Clara akan jadi menantunya.”
Oh, ibu dan anak sama saja. Sama-sama cepat move on, batin Tif. padahal belum lama semenjak pernikahan gilang dan Emily batal. Tetapi ibu pria itu sekarang sudah menganggap Clara seperti menantunya. Atau mungkin sebenarnya sejak dulu ibunya tidak pernah menginginkan Emily sebagai menantunya. Ekspresi Tif menunjukan yang sebaliknya, ia berpura-pura sedih karena perkataan pria itu lalu ia duduk bersampingan dengan Gilang dan terlihat gelisah karena itu.
“Tapi kamu ga usah khawatir, secepatnya aku akan kenalin kamu sama keluargaku. Aku yakin ibu akan menyukai kamu lebih dari dia menyukai Clara.”
“Ah, thank you. Tapi sebenernya ga perlu secepet itu sih, yang penting aku tau kamu dan Clara udah ga ada hubungan apa-apa lagi.”
Pria itu mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V di samping telinganya dan besumpah pada Tif. “Swear on you.”
Tif membalas pria itu dengan tertawa kecil dan mengatakan. “Okay, I believe you.”
Tif menawarkan gilang untuk memakan bersama kue yang ia bawakan tadi untuknya tetapi sepertinya perhatian pria itu terbagi dua dengan sesuatu yang sedang terjadi lewat ponselnya karena ia tidak menyentuh kue itu sama sekali.
“Ada apa lang?” tif melihat pria itu sedang berpikir keras. lalu gilang berdiri dari kursi dan mulai berjalan di hadapan tif. tangannya di masukan ke dalam saku dan sambil masih mondar –mandir dengan tangan mengusap dagunya sendiri.
Akhirnya ia menatap tif dan berhenti berjalan. Atau mondar – mandir, lebih tepatnya. “Oh temenku ada yang nawarin investasi. Sebetulnya hari ini aku ada janji sama dia tapi ini bisa ditunda.”
Tif masih memakan cake itu dengan gigitan kecil sambil mendengarkan. “Investasi apa?”
Gilang menceritakan temannya dan investasi macam apa yang ditawarkan pada pria itu sementara Tif berpura-pura tertarik pada ceritanya. Padahal dalam hati ia tidak peduli apa yang akan pria itu lakukan dengan uang dan hidupnya. Mau ia bangkrut sekali pun tif tidak akan repot – repot memikirkannya.
Tiba – tiba pikiran itu terlintas begitu saja. Ia merasa dirinya jahat untuk sekilas tetapi bukan kah ini adalah tujuannya selama ini? membuat pria itu merasakan penderitaan sedalam – dalamnya. Dalam bentuk apa pun asalkan pria ini menderita. Well, tentu saja, ia tidak ingin mengambil jalan pintas seperti membunuh atau apa. ia tidak sekejam itu, lagi pula jiwanya belum segelap itu dan terbutakan oleh dendam sehingga menginginkan kematian seseorang. Ia hanya ingin pria itu menderita dalam hal mental dan pikiran. Itu saja. Seperti apa yang pria itu lakukan pada kakaknya, Emily.
“Temanku punya bisnis property yang besar dan dia menjanjikan keuntungan sepuluh persen dari setiap uang yang aku investasikan pada bisnisnya.”
“Oh wow, besar juga. Bisnisnya sesukses itu ya?”
“Sepertinya iya, dia berganti-ganti mobil setiap kali datang ke perkumpulan alumni. Nama bisnisnya Rosewood real estate.”
Pria itu tampak serius dan bersemangat pada bisnis ini karena seharian ia hampir membicarakan temannya itu pada Tif. Sementara tif mendengarkan sambil tangannya mencari-cari informasi di ponselnya.
gilang sangat berambisi untuk mengalahkan regan dalam segi kekayaan. ia tidak akan mendapatkan itu jika harus bergantung pada pendapatannya di Blythes. jika di sandingkan dengan harta kekayaan yang regan miliki, gilang jelas tertinggal jauh. sangat jauh. itu sebabnya ia rela mencurahkan semua yang ia punya untuk bisnis investasi ini sehingga hasil yang ia dapat kan akan lebih besar nantinya, pikir gilang.
Pada jaman sekarang, tif amat ingin bersujud pada penemu google dan internet. Mereka berdua amat-sangat berjasa pada hidup Tif hingga kini. “Oh kayaknya kamu harus investasi secepatnya, lang.” saran tif saat ia melihat informasi yang ia temukan di google.
Pria itu menengadah dari ponselnya dan melihat Tif. “Menurut kamu gitu?”
Wanita itu mengangguk. “Sebanyak-banyaknya, keuntungannya lumayan. Yah seandainya aku punya duit mungkin aku akan ikut investasi itu.”
“I know right. Ini benar-benar menjanjikan. Aku akan hubungi temenku dulu.” Pria itu berdiri dan menelepon temannya sementara Tif tersenyum licik melihat pria itu sedang mendiskusikan jumalah dana yang akan ia investasikan untuk bisnis property yang dimaksud.
“Oke, aku setuju. Lima miliar.” Ucap pria itu pada seseorang di seberang teleponnya.
Dalam hati Tif kembali merasakan angin kemenangan dari surga.
Revenge is not that bad. Actually, its pretty good.
Tif membaca artikel bahwa rosewood sedang mengalami kesulitan dan beberapa pegawainya berunjuk rasa karena gaji mereka selama tiga bulan masih belum di bayarkan secara penuh. Tif menyimpulkan perusahaan itu tidak akan bertahan lebih lama lagi. Mungkin ini adalah peluang bagus untuk tif menjebak gilang tanpa harus dirinya sendiri yang melakukan itu.
=-=
Ini adalah hari pertama tif dan gilang muncul di public sebagai identitas sepasang kekasih. Tif memastikan penampilannya tidak tercela sebelum ia turun dari mobil gilang. “Kamu udah cantik.” Ucap pria itu yang melirik tif berkaca sedari tadi.
Gilang mengajak tif untuk menghadiri acara social papan atas. Ia bisa lihat dari tamu undangan yang hadir di acara itu. Rata-rata sosialita jetset yang memiliki banyak bisnis di berbagai bidang. Beberapa selebriti pun terlihat di sana. Oh syukurlah tif menggunakan gaun rancangan desainer kelas atas terbagus yang ia miliki. Thanks to Christin yang telah mengirimkan sisa pakaian dan barang-barangnya dari Singapore melalui jasa ekspedisi.
Gilang menyapa beberapa temannya sembari satu tangan pria itu diletakkan di belakang punggung wanita itu, membimbing Tif berjalan dengan hati-hati.
“Pak Gilang, apa kabar?” Seorang pria bertubuh pendek dengan perut agak buncit berjalan menghampiri mereka berdua dengan senyum selebar lapangan golf.
“Oh, pak Handoko. Baik. Kenalkan, ini pacar saya.”
“Halo, Handoko.” Pria itu menjabat tangan Tif dengan ramah. “Anda cerdik sekali mencari wanita untuk dijadikan kekasih.” Puji pria itu setelah melihat Tif secara keseluruhan.
Gilang tertawa dan menjawab pertanyaan basa-basi pria itu. “Itu pemilik bisnis yang aku ceritakan kemarin.” Bisik Gilang saat Handoko pergi membelakangi mereka untuk berbicara pada tamu lainnya. Mulut tif membulat membentuk huruf O dan mengangguk sambil memperhatikan wajah orang itu dengan lebih jelas sampai akhrinya Gilang menggiring dirinya melewati Handoko dan berjalan dari satu kerumunan ke kerumunan lain untuk memperkenalkan Tif sebagai kekasihnya. Entah sudah berapa orang yang tif temui dengan senyum palsu terpasang di wajahnya, hingga akhirnya seorang perempuan datang menghampiri mereka berdua.
Wanita ini mengenakan gaun berwarna biru yang indah dan sesuai dengan tubuhnya, wajahnya cantik walaupun menggunakan makeup yang terlalu berlebihan bagi Tif. Namun, seandainya ia tidak memakai makeup pun Tif yakin wanita itu masih terlihat cantik. Hanya saja, ekspresi wajahnya saat mendatangi mereka sangat tidak enak di lihat. Seketika Tif sadar siapa yang mendatanginya. Well, mendatangi Gilang tepatnya.
“Jadi ini alasan kamu minta putus dari aku, Lang?”
“Clara, jangan di sini.” Gilang berbisik pada perempuan itu dan memperhatikan situasi sekitarnya. “Kita udah bahas mengenai ini kemarin malam.”
Mata wanita itu menatap tajam Tif dengan pandangan merendahkan. “Kamu dapet dari mana cewek macam ini?”
“Oh, excuse me?” Sahut tif sambil menaikkan alisnya pada Clara.
“lo tau kalo lo ada di tengah-tengah hubungan orang lain saat ini? Hah?”
“Well, terakhir kali gue cek lo udah di tendang tuh sama Gilang. Demi gue.”
Clara mendengus. “jangan terlalu memuji diri lo sendiri, darling. Gilang melakukan apapun buat gue, termasuk meninggalkan calon istrinya di hari pernikahan mereka.”
Tif baru tahu sekarang bahwa alasan sebenarnya pria itu membatalkan pernikahan bukan karena ia belum siap. Melainkan ia sudah menjalin hubungan bersama Clara sejak dulu. Tangannya terkepal karena tidak tahan ingin menjambak rambut keriting di hadapannya itu.
“Kalo gitu sekarang lo harus berterimakasih sama gue telah menghindarkan itu terjadi di hari pernikahan lo. Karena kalo ada, mungkin dia akan ngelakuin hal yang sama. Ninggalin lo demi gue, di hari pernikahan kalian.” Tif tersenyum saat mengatakan itu. “Oh tapi tenang aja, lo ga akan mengalami itu karena sekarang aja lo udah di buang, ga usah nunggu hari pernikahan, kan?”
“Dasar jalang ga tau malu.” Teriak wanita itu geram mendengar perkataan tif.
Tif sepertinya sudah tampak akrab dengan kata sapaan itu dari beberapa orang belakangan terakhir ini. Sehingga ia hanya mengulas senyum manis di wajahnya.
“Clara, jangan buat keributan. Kita bicara di luar.” Gilang menyeret tangan wanita itu dengan agak kasar keluar ruangan. Sementara Tif tersenyum menyaksikan itu dan menyesap minumannya kembali.
“This is what you want?”
“Reg!” Tif terlonjak karena pria itu berbisik di lehernya. Pria itu berdiri di belakang Tif dengan tubuhnya menempel erat pada bagian belakang tubuh Tif. Sebelah lengan pria itu memegang pinggang Tif dan mencengkramnya.
“kamu berhasil membuat dua orang pria bertekuk lutut dalam waktu bersamaan Tif. Kalau itu yang kamu mau, seharusnya aku kasih ucapan selamat beserta hadiah, bukan?”
“Jangan overreacting.” Tif melepaskan tangan pria itu dari tubuhnya, sampanye yang ada di gelas wanita itu sedikit tumpah karena usahanya barusan dan mengenai gaun berwarna merah marun yang sedang ia kenakan saat itu. Dengan kesal ia menyingkirkan gelas itu lalu berjalan ke sisi ruangan lain untuk menuju toilet.
“Permisi, di mana letak toiletnya?” Tanya Tif pada crew yang bertugas.
“Di sebelah sana, anda bisa gunakan toilet pribadi di samping kamar miss Natalie.” Petugas itu menunjukan lokasi toilet berada pada Tif.
Syukurlah gaun ini berwarna gelap, setidaknya noda sampanye tidak akan terlihat dengan jelas di bajunya. Walaupun setelah ini ia harus cepat-cepat mengirim baju ini ke laundry khusus untuk menghilangkan bekasnya.
Setelah tif yakin noda itu sudah tidak terlihat dengan jelas wanita itu keluar dari toilet dan berjalan kembali ke ruangan pesta tersebut. Namun, seseorang menahannya dan menyeret pergelangan tangan Tif menuju suatu ruangan di samping toilet yang tadi ia masuki.
“Kamu apa-apaan, sih?” Bentak Tif saat mereka berdua sudah ada di dalam ruangan itu. Tif tidak perlu heran siapa yang melakukan itu karena ia sudah tahu pria itu akan membuat masalah saat bertemu dengannya.
“Shut up!” Regan menahan tubuh tif di balik pintu dan menatapnya. “tadi pagi kamu bertemu dengan gilang setelah dia memutuskan hubungannya dengan clara?”
Tif tidak ingin menjawab. Ia hanya ingin pergi dari sini sebelum Gilang menyadari dirinya tidak berada di dalam ruangan. “Aku tidak akan berbicara denganmu lagi, reg. Lepaskan.”
“Oke, kalo begitu kita tidak usah bicara.” Bibir Regan melumat bibir tipis Tif dengan kasar dan dalam. Tangannya melingkari pinggang tif menarik wanita itu semakin erat pada tubuhnya. Sesekali bibir itu turun menjelajahi lehernya.
“Hey, stop, stop!” Tif memutar badannya menghindari ciuman regan namun pria itu dengan gigih mendapatkan kembali arah yang tepat untuk menciumnya lagi.
Wanita itu tidak berkutik di dalam pelukan regan karena kedua tangan pria itu mengunci dirinya hingga tidak dapat bergerak atau bahkan menghindari ciumannya.
“kembali ke ruangan dan katakan pada gilang kamu akan pergi denganku.”
“Tidak mau, kenapa aku harus mengikuti perintahmu?”
“Kalau begitu kamu mau kita terpaksa melakukan ini di kamar bertemakan hello kitty ini.”
Tif memandang berkeliling pada tempat itu. Benar yang pria itu katakan. Mereka berada di kamar yang penuh dengan gambar hello kitty. Dinding, sprei dan karpet bergambar hello kitty ukuran besar itu sudah mengatakan bahwa pemilik kamar adalah fans berat makhluk berwujud kucing itu. Belum lagi deretan boneka yang tersusun rapi di atas ranjangnya.
“aku rasa kamu lebih tertarik melakukan seks denganku di sini ya.”
“Apa? Tidak, enak saja. Minggir!”
Regan mundur dan melepaskan cengkramannya pada pinggang tif hanya untuk menarik wanita itu menuju ranjang berwarna pink putih itu.
“Tunggu, regan! Apa yang kamu lakukan?”
“Oh, sayang, kalo ini yang kamu mau. Kita lakukan saja di sini.”Regan tersenyum menyeringai pada wanita itu.