Ban mobil masih berderit samar ketika Abimana menekan pedal rem dengan keras. Napasnya berat, mata hitam pekat menatap Tiara tanpa berkedip. “Saya tidak akan bisa diam malam ini,” ucapnya rendah, suaranya serak penuh bara. Tiara ingin melawan, ingin menegur, tetapi tubuhnya lebih dulu berkhianat. Begitu Abimana menunduk dan menyambar bibirnya, ia hanya bisa terhentak oleh gelombang panas yang aneh. Ciuman itu tidak seperti biasanya. Tidak ada paksa brutal, tidak ada gigitan kasar. Justru lembut, berhati-hati, seakan Abimana takut ia hancur jika disentuh terlalu keras. Dadanya berdebar aneh, ritmenya tidak teratur. Tiara menutup matanya rapat, membiarkan sensasi itu menyeretnya lebih dalam. Jemarinya meraih leher Abimana, mengalunginya erat, seakan ingin memastikan pria itu tidak pergi.

