Malam semakin dalam. Di kamar yang sunyi dan temaram, tubuh Abimana berbalut selimut tipis, tapi pikirannya bergelora. Ia telah memejamkan mata, tapi bayangan Tiara terus menari di balik kelopak. Tiara yang berdiri di dapur dengan rambut yang berantakan, bibir merah yang menggigit pelan saat gugup, dan tubuh yang dibalut hoodie kebesaran. Gambaran itu, entah bagaimana, berubah menjadi lebih kabur, lebih liar. Dalam mimpinya, Tiara berdiri lebih dekat. Sangat dekat. Wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Abimana. Mata itu tidak lagi cemas, melainkan penuh rasa ingin tahu. Bibirnya terbuka sedikit, seolah hendak mengatakan sesuatu, tapi tak ada suara. Hanya napasnya yang terasa panas. Abimana duduk di ranjang, dalam mimpinya itu, dan Tiara perlahan naik ke pangkuannya. Tubuhnya terasa