Tiara meringkuk di bawah selimut, wajahnya pucat seperti habis menelan pil pahit. Piyama sutra yang ia kenakan terasa terlalu tipis, terlalu licin, terlalu membahayakan di malam seperti ini. Setiap suara langkah di lorong membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Ia menggenggam perutnya erat-erat, menahan rasa gugup yang terasa seperti sakit sungguhan. "Kenapa sih gue malah panik sendiri? Kan cuma tidur di kamar yang sama..." gumamnya, walau dalam hati tahu betul, bukan itu yang ia takuti. Pintu terbuka. Abimana melangkah masuk dengan langkah tenang, dibuntuti pelayan yang membawa nampan perak berisi makan malam hangat. Aroma sup rempah menguar, memenuhi ruangan, tapi tidak mampu mengalahkan hawa tegang yang menggantung di udara. “Kamu tidak turun makan?" tanya Abimana, datar. Tia