85

1368 Kata

Suasana ruang rapat yang sejak tadi tegang kini berubah menjadi mencekam. Tidak ada satu pun dari anggota dewan direksi yang berani bersuara setelah video itu berhenti. Hanya suara napas tertahan dan detik jarum jam dinding yang terdengar jelas di antara sunyi. Iqbal menarik napas panjang, tangannya gemetar di atas meja. Wajah tuanya yang kini tampak letih menahan emosi. “Kau… tega sekali, Marina.” Suaranya serak, tapi cukup keras untuk menggema ke seluruh ruangan. Marina yang sejak tadi mematung kini terisak pelan, namun tangisnya terdengar dibuat-buat. “Aku—aku hanya ingin yang terbaik untuk keluarga ini, Mas Iqbal. Yasmin sudah merenggut segalanya dariku! Kau pikir aku rela melihat anakku hidup di bawah bayang-bayang perempuan itu?” Iqbal menatapnya tajam. “Yasmin menolongmu, Marina.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN