Part 9

1553 Kata
Kaaannn dobel up,, awas yang belum tap ❤️ cepetan pencet tuh ❤️... jangan lupa komen,, happy reading ?? ______________________ Akhir pekan datang tanpa diundang. Dan ini akhir pekan pertama dimana ia melihat Nathaniel ada di rumah. Tanpa menghilang. Meskipun keberadaannya tidak selalu terlihat oleh mata. Entah dia mengurung diri di ruang kerja atau mungkin menghabiskan waktu di kamarnya. Hari ini juga merupakan hari libur aunt Judy. Jadi seperti akhir pekan biasanya, ia dan Gilbert akan berbelanja kebutuhan mereka. Atau melakukan perawatan tubuh bersama. "Apa kita akan makan diluar?" Tanyanya dengan mulut penuh. Pagi itu Gilbert membuat pancake manis untuknya. "I'm so sorry, Princess. Hari ini aku ada mata kuliah tambahan. Jadi tidak bisa menemanimu. Jika sesuai perkiraan, pukul dua aku sudah kembali." Meyra mendesah pelan. Tapi apa mau dikata, kalau sudah urusan dengan pendidikan, ia tidak bisa menyela. "Baiklah, sepertinya aku akan menghabiskan hari sabtuku di rumah saja. Tapi setelah dari kampus kita jalan-jalan ya?" Pintanya dengan wajah memelas. Gilbert mengacak rambutnya dengan gemas lalu mengangguk. "Fine." Jawabnya singkat, lalu kembali menyuapkan pancake ke mulutnya. Setelah selesai sarapan, Meyra memutuskan untuk menonton TV di ruang keluarga. Sementara Gilbert bersiap pergi ke kampus. Dan Nathan masih sibuk di ruang kerjanya. Entah karena terlalu hening atau karena bosan, Meyra malah ketiduran di atas sofa. Nathan yang hendak mengisi air minumnya tertegun ketika melihat televisi menyala. Ia menggelengkan kepala ketika melihat tubuh mungil yang meringkuk seperti janin di atas sofa. Lututnya terlipat sampai ke d**a, sementara sebelah tangannya dijadikan bantalan kepala dan tangan lainnya menggenggam remote. Nathan mendekat. Meraih remote yang ada di tangan gadis itu dan meletakkannya di atas meja yang ada di sisi sofa. Tahu bahwa Meyra tidak akan terbangun dengan mudah. Ia kemudian merubah posisinya jadi terlentang. Setelah itu ia meletakkan lengan kirinya di bawah kepala Meyra dan tangan lainnya di bawah lutut dan dengan mudahnya mengangkat tubuh mungil gadis itu. Menggendongnya ala bridal. Meyra dengan nyamannya menyandarkan kepalanya di d**a. Tanpa peduli debaran pemiliknya yang semakin kencang. Dengan langkah santai, Nathan membawa gadis itu kembali ke kamarnya di lantai dua. Nathan membuka pintu kamar yang tidak tertutup rapat itu dengan dorongan pinggulnya. Tempat tidur Meyra yang awalnya berada di sebelah pintu kini beralih di sudut lain yang dekat dengan jendela dan balkon. Nathan tidak tahu sejak kapan, karena memang ini pertama kali baginya masuk ke kamar gadis itu. Yang jelas dekorasi kamar itu sudah berubah tidak seperti saat ia dan Gilbert menatanya dulu. Kamar itu juga tidak sepolos sebelumnya, kini di beberapa tempat terdapat barang pribadi milik gadis itu Meja belajar yang awalnya hanya berisi monitor kini sudah dihiasi dengan beberapa kotak alat tulis, figura foto dan pernak-pernik lainnya. Rak buku juga mulai terisi dengan buku-buku kuliah dan novel koleksi gadis itu. Keseluruhan kamar itu sudah tidak ia kenali lagi. Namun satu yang pasti, kamar itu lebih terkesan maskulin dibanding feminim. Tiga perempat barang yang ada disana berwarna netral, sisanya baru berwarna girly. Nathan membaringkan tubuh Meyra dengan lembut. Namun sedetik kemudian Meyra bergerak dan tubuhnya miring menghadap ke arah Nathan yang sedang membungkuk di sampingnya. Sehingga Nathan yang tadinya hendak keluar malah terduduk diam di tempatnya. Cahaya matahari pagi yang menerobos lewat pintu kaca membuat wajah dan tubuh Meyra terlihat semakin putih. Tanpa sadar, tangan Nathan terulur dan membetulkan helaian rambut yang jatuh di satu sisi wajah Meyra. Namun ternyata jarinya merasa tak cukup hanya menyentuh rambutnya saja. Perlahan punggung tangannya mulai mengusap wajah Meyra, mulai dari kening, tulang pipi, rahang dan leher. Terakhir telapak tangannya terhenti di antara rahang dan pipi Meyra. Mengelus pipi kemerahan yang memiliki rambut-rambut halus yang berwarna keemasan tertimpa sinar matahari. Baru kali ini Nathan tahu bahwa gadis itu memiliki rambut halus di sekitar rahang yang menyebar sampai ke bagian belakang telinga. Menurut Nathan itu terlihat sangat seksi. Ibu jarinya perlahan pindah dan membelai bibir bawah Meyra. Kenyal dan lembut. Seperti jelly. Tampak manis, kenyal dan segar. Nathan membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya. Sedikit saja, pikirnya. Ia hanya ingin mengecapnya saja. Nathan menempelkan bibirnya di bibir gadis itu. Dan apa yang dirasakannya ternyata melebihi apa yang dipikirkannya. Bibir itu begitu lembut, dan hangat. Niatan Nathan tiba-tiba saja berubah. Ia tidak lagi sekedar mengecup bibir Meyra, namun melumat dan menghisapnya. Meyra bermimpi. Seseorang mengusap lembut pipinya. Ibu jari pria itu terasa mengusap rahangnya dengan gerakan memutar. Lalu kemudian berpindah menyentuh bibirnya dan sesaat kemudian Meyra merasakan sentuhan lain di bibirnya. Sesuatu yang hangat dan kenyal. Ia bisa merasakan ibu jari itu menarik dagunya, membuat bibirnya perlahan terbuka. Dan lalu sebuah hisapan lembut menarik bibir bawahnya. Meyra mengerang pelan. Hisapan itu kemudian berubah menjadi lumatan. Lidah hangat terasa menjilat bibir bawahnya sebelum bibir itu berpindah ke bibir atas Meyra dan kembali melakukan gerakan yang sama. Ya Tuhan, kenapa mimpi ini terasa begitu nyata? Ia bahkan enggan membuka mata dan menginginkan lebih dari itu. Tapi tiba-tiba ciuman itu terhenti. Dan Meyra merasakan bibir lembut itu mencium keningnya cukup lama sebelum akhirnya menghilang begitu saja. Ah, kenapa mimpi indah hanya terjadi sebentar saja. Umpatnya dalam hati. Nathan segera meninggalkan kamar Meyra dengan jantung berdebar keras. Ya Tuhan. hampir saja dia memperkosa gadis itu dalam tidurnya. Erangan gadis itu ketika Nathan menghisap bibirnya membangkitkan gairahnya semakin dalam. Ingin rasanya ia memasukkan tangannya ke balik kaus gadis itu dan meremas gundukan hangat yang ada di dalamnya. Namun beruntung ia memiliki pengendalian diri yang bagus. Ia berhasil melepaskan diri dari hasratnya yang luar biasa. Nathan mencium kening gadis itu sebelum akhirnya meninggalkan kamarnya. Ia harus kembali mandi air dingin. Umpatnya dalam hati dan setengah berlari menuju kamarnya di lantai satu. ????? Seperti janjinya, Gilbert kembali pada pukul dua, dengan dua kotak pizza besar di tangannya. Namun dia tidak sendiri. Di belakangnya ada Steven yang datang dengan membawa satu cup besar ayam tepung dari outlet ternama. Meyra yang terlalu lapar bersorak gembira dengan kedatangan mereka. "Kubilang juga apa, cukup berikan dia makanan enak yang banyak, dia akan memyambutmu dengan gembira." Ucap Gilbert secara terang-terangan. Mereka memilih untuk makan di gazebo halaman belakang. di atas lantainya sudah terhampar karpet persia yang lembut dan tebal. Meyra sudah datang dengan sekotak tisu dan dua botol air mineral dingin. Gilbert melambaikan tangannya ke arah Nathan yang sedang berdiri di balkon ruang kerjanya. "Kapan Loretta datang?" Tanya Gilbert saat Meyra mendekat. Meyra memicingkan mata, melihat sosok bertubuh indah mengenakan dres biru selutut. Rambut bob sebahunya tergerai indah tertiup angin. Sepeti melihat iklan dress musim panas. Tampak anggun dan cantik seperti biasa. Tidak seperti dirinya yang hanya mengenakan jeans lusuh selutut dan kaus hitam lengan panjang yang memang besar karena itu milik Gilbert yang ia pinjam. "Mungkin saat aku tidur." Jawabnya santai. Meyra menggigit ayamnya dengan gigitan besar lalu mengerang karena nikmat. Steven dan Gilbert hanya tersenyum melihatnya. "Boleh bergabung?" Sapa Loretta dengan ramah. Steven, Gilbert dan Meyra mengangguk mempersilahkan. "Tunggu sebentar." Meyra berjalan kembali ke dapur dengan ayam masih dalam genggamannya dan kembali tak lama kemudian. Ia menyerahkan serbet dan piring kepada Loretta. "Sayang kalau pakaianmu kotor." Ucapnya saat melihat kernyitan dahi Loretta. Gadis itu sudah duduk manis di samping Nathan. "Semestinya kau tidak perlu repot." Jawab gadis itu malu-malu. "Tapi terima kasih." Jawabnya seraya melebarkan serbet di atas pangkuan. Mereka makan diselingi obrolan ringan. Mulai dari masalah kampus, pekerjaan, trend di kota mereka dan lebih banyak tentang Indonesia. "Ikutlah berlibur bersama kami nanti." Ucap Gilbert pada Loretta. Sekarang saat makanan sudah habis, Meyra, Nathan dan Steven memilih duduk bersandar pada dinding gazebo dengan kaki berselonjor. Sementara Loretta masih duduk manis dengan posisi anggunnya. Sementara Gilbert lebih memilih berbaring di atas pangkuan Meyra Seperti sudah terbiasa, Meyra menyisir rambut Gilbert dengan jari jemari mungilnya. Steven tampak tertarik, sementara Nathan merasa tak senang melihatnya. "Memang kapan kau akan pulang?" Tanya Loretta ingin tahu. "Libur semester ini, iya kan Mey?" Gilbert mendongak dan mendapat anggukan sebagai jawaban. "Kita berempat bisa pergi bersama. Nanti Mey dan aku akan menjadi guide kalian." "Empat?" Tanya Loretta dengan bingung. "Jangan harap Nathan akan ikut. Dia hanya pulang jika memang perlu." Jawab Gilbert lagi. Sementara Nathan tidak berkomentar sedikitpun. "Lagipula berlibur dengan Nathan tidak akan menyenangkan. Biar kita berempat saja, biar jadi couple. Kau, Meyra, Steven dan aku. Kita bisa bersenang-senang." "Ya. Nanti aku ajak kalian makan makanan kaki lima yang terasa bintang lima." Lanjut Meyra antusias. "Aku juga akan mengenalkanmu pada sahabat-sahabatku." Meyra bisa merasakan Gilbert mematung di pangkuannya. "Kau masih ingat sahabatku yang berdarah Turki kan, G?" Tanyanya pada Gilbert dengan nada menggoda. "Oh, kau punya kenalan orang Turki juga?" Mata Loretta berbinar antusias. "Ya. Aku sekolah di sekolah internasional. Kau ingat mereka tidak G? Syaquilla dan Carina?" Meyra mencoba menahan tawa saat Gilbert memilih bangkit dari tidurannya dan duduk kaku di sampingnya. "Ya, aku tahu. Temanmu yang sangat menyukai om-om." Jawabnya pelan. Meyra memukul lengannya dengan cukup keras. "Bukan menyukai om-om. Tapi Gilang memang om nya. Dan kau ingat Carina juga, bukan?" "Ya. Gadis yang jadi kloningan tantenya." "Mereka sekarang sudah mengelola bisnis yang dulu jadi usaha tante Ana." Ia kembali mengalihkan perhatiannya pada Loretta. "Aku akan mengenalkanmu pada mereka. Kamu pasti akan menyukainya." "Kalau Loretta menyukaimu, dia juga pasti akan menyukai duo itu." Dengus Gilbert tanpa kekesalan yang disembunyikan. "Aku benar-benar tidak sabar." Ucap Loretta antusias, tidak memerhatikan wajah Gilbert yang nampak kesal dan bosan. Dan bagi Steven, ia merasa liburan kali ini bisa jadi masa pendekatan yang lebih intens bagi mereka. "Aku juga." Jawab Meyra sama antusiasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN