Tak lama setelah Ellaine meninggalkan kantor, tempat ini kembali ramai akibat kedatangan training seelumnya. Hendry meminta semua training karyawan baru untuk memperkenalkan diri, empat di antara mereka adalah gadis paling cantik dengan rambut hitam legam yang amat panjang.
Kehadirannya di kantor ini dapat mengalihkan pandangan seluruh pegawai tak terkecuali Nia, gadis dengan tubuh paling kecil di antara semua orang itu kelihatan imut di mata Nia. Tak di sangka ia tersenyum sendiri ketika gadis itu memperkenalkan diri di depan para pegawai.
“Selamat sore semuanya, namaku Cassandra Evano” sapa gadis itu dengan nada pelan.
“Teman-teman kita kedatangan pegawai baru, jadi mohon kerja samanya ya” ucap Hendry sebelum memberitahu meja kerja mereka.
*
Nia bersiap-siap untuk segera membersihkan semua barang-barangnya dan bersiap untuk pulang ke rumahnya. Nia melihat meja Ellaine yang ada di sampingnya sangat berantakan dengan kartas-kertas dan map yang bertumpuk-tumpuk menggunung.
“Mbak Ellaine udah pulang beneran ya dari tadi?” gumam Nia.
Nia tak ingin melihat meja wanita cantik itu keliatan berantakan sehingga ia membereskan semua tumpukan kertas yang hampir roboh itu sendiri. Tumpukan kertas itu hampir saja roboh saat di pegang oleh Nia, untung saja seseorang sigap membantu Nia dan semua tumpukan kertas itu tak sampai jatuh berserakan di tanah.
“Hati-hati, mbak. Ini tumpukannya kalo jatuh bisa melukai mbak” ujar Cassandra, ia memunguti kertas-kertas yang sudah berantakan tercecer di lantai.
“Hehe, aku nggak tahu kalo tumpukan kertas ini bakal jatuh. Tapi kalo liat dari tingginya nggak heran sih bakal jatuh” sahut Nia.
“Hehe nggak ada orang lagi ya disini selain kita?” tanya Cassandra.
Reflek Nia menoleh kanan dan kiri, “Hemm benar tinggal kita berdua aja yang pulang paling akhir” gumam Nia.
“Nggak apa-apa, aku tadi sempat lihat ada office boy di dapur mungkin beliau bakal bersih-bersih ruangan ini” sahut Cassandra.
“Kita pulang setelah menyusun kertas di meja ini ya” ajak Nia, “Agak ngeri kalo pulang terlalu sore” ucapannya di jawab anggukan pelan dengan senyuman manis ala Cassandra.
Nia baru ingat kalau Cassandra seumuran dengannya sehingga bicara dengan Cassandra begitu menyenangkan dna lebih santai walaupun mereka baru sehari bertemu. Sembari ngobrol Nia dan Cassandra membersihkan meja Ellaine tak lupa mereka sangat berhati-hati untuk tidak merusak barang-barang milik Ellaine yang kelewat mahal.
“Mbak yang ada disini kemana?” tanya Cassandra, nadanya sangat lembut terdengar di telinga Nia.
“Tadi pulang duluan, kamu nggak ketemu cewek cantik tinggi semampai trus rambutnya warna cokelat keemasaan?” tanya Nia balik.
Gadis itu tersenyum dan menggeleng saja, ia kembali tersenyum saat Nia bingung. Nia sangat yakin Ellaine keluar tak sama setelah gadis cantik ini datang. Karena para pegawai training masuk ke kantor seetlah pelatihan di luar lapangan, Nia hampir saja mengira kalau Ellaine akan ikutan melatih mereka tadinya.
“Kalau nggak salah kamu anak baru tadi ya?” tanya Nia.
“Kenalkan, namaku Cassandra Evano”
“Maaf aku nggak sempat sapa kamu tadi, pak bos marah kalo kita banyak bicara waktu kerja” kata Nia.
“Nggak apa-apa mbak, aku juga nyadari kok kalo kami berempat masih baru disini jadi aku juga memperkenalkan diri secepatnya tadi hehe”
Nia tersenyum sangat lebar dan menjabat tangan Cassandra, lembut tangan gadis berbadan kecil itu membuatnya sedikit tenang. Senyumannya yang lembut milik Cassandra memang mampu menyihir siapapun yang ia temui.
“Aku Nia, aku senang bisa ketemu kamu. Aku senang kalo kita ada di divisi yang sama, aku harap banyak kerjasama darimu” kata Nia sangat bersemangat.
Sebenarnya Ellaine juga berada di divisi yang sama dengannya akan tetapi Ellaine punya segudang kesibukan yang tak bisa di bayangkan oleh Nia namun Nia tak bisa meminta bantuan pada Ellaine. Aura untuk membunuh Ellaine begitu kuat sehingga para pegawai lain ketakutan padanya.
Nia menatap langit yang sudah mulai gelap, kengerian malam membuatnya makin takut ketika memasuki kawasan komplek tempatnya tinggal. Nia menggenggam erat tali tasnya kuat-kuat berharap ia tak mengalami hal buruk apapun hari ini.
Nia bersyukur sekali ia bisa jalan bareng Cassandra ke halte bus, jantungnya akan copot kalau ia pulang sendiri kali ini karena Ratna absen.
“Ada apa mbak?” tanya Cassandra.
“Emm, nggak ada apa-apa. Kamu langsung pulan hari ini Cass?” tanya Nia sedikit gugup.
Cassandra mengangguk pelan, “Aku harus segera pulang dan beristirahat”
Nia mengernyitkan alisnya pelan, “Kamu lagi nggak enak badan?”’
Gadis cantik berambut hitam legam itu menggeleng pelan, “Enggak mbak, tapi sejak dulu aku di minta agar nggak banyak beraktifitas di luar ruangan”
Nia masih belum mengerti mengapa dia mengatakan hal ambigu namun Nia tak ingin bertanya lebih lanjut lagi, wajah Cassandra terlihat lebih diam dari sebelumnya. Raut wajahya mengatakan kalau Cassandra tak ingin membahas tentang kesehatan atau masalah pribadi yang di hadapi sehingga Nia pun tak ingin memperpanjangnya lagi.
“Busnya udah datang mbak” kata Cassandra, wajahnya berangsur gembira dalam sekejab saja.
Nia mengangguk pelan dan ikut naik ke bus yang sama, selama perjalanan Nia dan Cassandra banyak bicara mengenai pekerjaan namun pembicaraan mereka harus terhenti saat Cassandra turun di pemberhentian bus kedua sedangkan Nia masih ada dua halte lagi.
“Cass, tempat kamu di sekitar sini?” tanya Nia.
“Iya mbak nggak terlalu jauh dari kantor kok, tinggal jalan kaki sebentar dan sampe deh di apartemen hehe”
‘Uwaaah dia lebih kaya raya dari yang ku kira’ ujar Nia dalam hati.
Bagi Nia orang yang tinggalnya di apartemen pasti di cap kaya raya olehnya karena biaya tinggal di apartemen jauh lebih mahal di bandingkan rumah sendiri. Cassandra melambaikan tangannya pada Nia yang masih ada di dalam bus sendiri, tak lama bus meninggalkan Cassandra dan mneuju pemberhentian selanjutnya.
“Hemm, masih jam lima lebih lima belas menit. Masih ada waktu untuk ketemu matahari sampai di rumah, jalan agak cepet biar nggak kemalaman” gumam Nia membuat susunan rencana di otaknya.
Namun semua rencana yang ia pikirkan tak terealisasi dengan baik, bus terjebak macet sesaat sebelum mendekati halte ketiga. Sinar matahari sudah mulai meredup dan suara klakson bersahutan di sekitar bus, Nia mulai khawatir bila ia pulang semalam ini.
“Bagaimana ini, aku nggak bisa pulang dengan tenang kalo kemalaman” gumamnya sendiri.
Nia mendongak ke depan tempat sopir berada namun matanya tak sengaja menangkap sosok lelaki berpakaian serba hitam dengan menggunakan masker tepat di belakang sopir bus. Jantung Nia seketika berdetak sangat cepat tatkala mata mereka berdua tak sengaja bertemu.
“Ya Tuhan dia disini, penguntit itu ada di bus ini bersamaku” gumam Nia.
Keringat di badannya mulai bermunculan kembali mengalir deras bahkan sampai menetes di pelupuk matanya, lelaki dengan tinggi sekitar seratus delapan puluh itu diam saja tak bergerak walaupun Nia ada di dekatnya.
“Aku ingat betul itu dia, penguntit brepakaian hitam yang selalu mengikuti aku sepanjang hari” gumam Nia ketakutan.
Nia beranjak dari tempat duduknya lalu turun dari bus walaupun harus menabrak orang-orang di dalam bus, sesegera mungkin Nia berlari sekuat tenaga menghindari bus yang terdiam di tempat. Nia berlari sekuat tenaga menuju pemberhentian bus keempat, walaupun ia harus berlari lebih dari tiga kilo meter namun baginya lebih baik dari pada satu tempat dengan si penguntit yang akan mencelakainya.
“Sebentar lagi aku sampai, tahan Nia tahan!” gumam Nia berusaha menenangkan dirinya sembari berlari ketakutan.