Nia menatap lelaki berpakaian serba hitam yang duduk di kursi tepat di belakang sopir bus, lelaki itu terlihat begitu tenang tak memperhatikan keadaaan sekitar. Tubuh Nia makin gemetaran hebat ketika kedua mata mereka bertemu.
“Dia disini, astaga kenapa aku bisa kecolongan!” gumam Nia.
Tanpa banyak bicara Nia segera turun dari bus, ia mendesak beberapa orang disana agar bisa turun dan berlari sekencang yang ia bisa. Nia menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan terjebak macet, semuanya terdiam tak bergerak sama sekali.
“Bukan waktunya melamun, cepat lari..” gumam Nia.
Ia tak peduli walau harus berlari lebih dari lebih dari kilo meter jauhnya asalkan terhindar dari lelaki penguntit itu, Nia akan terus berlari. Matahari makin menghilang dan kegelapan malam mulai terlihat di seluruh penjuru kota, Nia sampai di komplek tempatnya tinggal.
Namun Nia harus melewati dua komplek lagi sampai ke rumahnya, lampu malam di sekitar komplek terlihat sangat redup dari biasanya. Entah hanya imajinasi Nia saja atau memang malam ini semuanya terlihat begitu menegangkan.
“Aku sampai.. aku harus segera pulang, ibu bakal khawatir kalo aku nggak segera pulang” gumam Nia.
Kakinya terasa sangat berat setelah berlari sejauh itu, “Kakiku nggak terasa sama sekali, rasanya semua sendiku putus” gumam Nia.
Selangkah ia berjalan kembali Nia di kejutkan dengan kemunculan sosok lelaki berpakaian hitam di depan gapura komplek pertama. Mata Nia terbelalak kaget melihat sosok itu seakan tengah menantinya sekian lama, Nia yakin sekali ia sudha berlari sangat jauh.
‘Nggak mungkin dia bisa mengejarku sampai sejauh ini, aku yakin dia nggak bisa turun dari bus. Kenapa dia bisa mengejarku sampai kesini?’ ucap Nia dalam hati.
Perlahan namun pasti lelaki berpakaian hitam itu berjalan mendekati Nia yang diam mematung tak bisa bergerak, napas Nia terasa begitu mencekik lehernya bahkan kakinya seakan berat tak mampu menompang tubuhnya.
‘Bergeraklah.. bergeraklah.. ayo cepat lari sebelum dia sampai kesini!’ teriak Nia dalam hati.
Lelaki itu makin mendekati Nia namun tetap kaki Nia tak mengikuti keinginannya, ketakutannya menyeruak di sekujur tubuh seakan tersengat oleh listrik. Perlahan tubuh Nia terduduk lemas tak berdaya, ia menyerah di malam yang dingin ini.
Lelaki itu jongkok di depan Nia memperlihatkan senyuman dengan giginya yang berderet tak rapi, Nia tak mengenali siapa lelaki di depannya ini. Sorot matanya mengatakan bahwa ia amat senang Nia mau diam dan menurut apa yang dia inginkan.
Keringat terus membasahi wajah Nia yang amat cantik di terangi sinar rembulan, telapak tangan lelaki itu menyentuh lembut pipi Nia yang merona. Gadis itu di selimuti ketakutan tak berujung, tatapan mengerikan dari lelaki penguntit di depannya seakan memberikan kengerian tiada tara.
“Jadi kau yang namanya Nia?”
Nia tak menjawab pertanyaan lelaki itu, “Hei kalo nggak jawab artinya benar kau Nia, hahaha”
Lelaki itu dengan gamblang memperlihatkan wajahnya pada Nia, ia tak memakai masker ataupun topi seperti biasanya. Tiba-tiba Nia teringat sesuatu aneh yang tak bisa di nalar olehnya, lelaki ini berbeda dengan orang yang ia lihat di bus tadi.
‘Bukan dia orangnya, aku yakin betul bukan dia orang yang aku lihat di bus tadi. Aku yakin banget bukan dia orangnya, orang ini nggak setinggi orang sebelumnya’ ucap Nia dalam hati.
Semuanya berbeda dari sebelumnya, lelaki di bus tadi tak pernah mendekati Nia seperti ini atau dengan gamblang memperlihatkan wajahnya. Nia menyadari ada dua orang berbeda yang mengikutinya selama ini.
“Aku dengar ayahmu meminjam banyak uang dari bos, aku dengar kau yang melunasi semuanya?” tanya lelaki itu lagi.
“Jadi kau datang atas perintah Patrick?”
“Waah berani sekali kau menyebut namanya secara langsung nona muda?” seringai lelaki itu makin melebar.
“Untuk apa aku harus bersikap sopan pada lintah darat? Dia hanya sampah masyarakat yang harus di musnahkan dari muka bumi ini” jawab Nia, seketika ketakutannya berubah menjadi keberanian.
“Haha menarik, menarik sekali gadis manis. Nggak heran kalo bos sangat menyukaimu, kau memang gadis paling bandel yang pernah aku temui” kata lelaki itu lagi, sorot matanya meneliti seluruh wajah cantik Nia.
“Apa maumu?” tanya Nia geram.
“Waah pertanyaan bagus gadis manis, aku datang karena ingin menjemputmu”
“Aku nggak punya urusan denganmu atau bosmu, aku melunasi semua tagihan tepat sebelum tenggat waktu yang di tentukan. Jadi nggak ada alasan untukmu atau bosmu berlaku semena-mena padaku!”
“Hemm tapi harus kau ingat gadis manis, siapapun yang berurusan dengan bos kamu harus rela menyerahkan diri padanya. Dan kali ini kau gadis beruntung yang terpilih, menyerahlah agar hidupmu lebih terjamin nanti”
“Dalam mimpinya saja! Hah sekarang aku tahu sepengecut apa bos kalian, hanya karena hutang lalu seenaknya menginjak harga diri seseorang? Oh sungguh rendah sekali cara kalian hidup, aku nggak akan pernah tunduk pada bosmu maupun semua orang disana!” geram Nia.
“Baiklah gadis manis, kau sudah membuatku sangat kesal malam ini, aku harus membawamu dengan cara apapun. Jadi kalo kau nggak ingin terluka jangan buat gaduh!” geram lelaki itu sembari memegang kasar tangan Nia.
“Lepaskan! Lepaskan aku!” gadis itu berontak namun kekuatannya tak terlalu besar itu mudah di kalahkan.
Tak ada seorangpun lewat disini, Nia ketakutan dengan apa yang terjadi bila ia masuk ke kandang rentenir itu. Sudah di pastkikan mahkotanya akan terenggut dalam sekejab, seketika seluruh badannya gemetaran hebat.
‘Nggak mungkin aku korban selanjutnya, aku nggak mau jadi korban orang itu’ ucap Nia dalam hati.
“T-tolooong, tolong!” teriak Nia sekencang mungkin.
Lelaki itu terkejut bukan main saat Nia berteriak sangat kencang, secepat kilat lelaki itu menyeret Nia sampai ke tikungan jalan yang benar-benar sepi. Nia menjatuhkan tasnya berharap ada seseorang yang menemukannya, namun sampai di jalanan samping gedung-gedung menuju kantor Patrick Nia sengaja menendang tong sampah hingga menggelinding menabrak tubuh lelaki itu.
“Aaarg!” teriak lelaki itu kesakitan.
Tak ingin membuang waktu lagi, Nia segera berlari menuju jalan raya agar bertemu dengan orang-orang lainnya. Napasnya tersenggal dan tubuhnya gemetar hebat, ia tak ingin lelaki tadi menangkapnya lagi apalagi membawanya pada Patrick.
Namun di pertikungan jalan Nia berpapasan dengan lelaki misterius lainnya, tubuh Nia mendadak lemas tak berdaya. Lelaki itu menatapnya tajam namun tak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri, Nia yakin dia juga salah satu bawahan Patrick. Nia tak berdaya bila harus melawan dua orang lelaki sekaligus, Nia ingat betul lelaki di depannya ini adalah lelaki yang sama ia lihat di bus.
“Tolong..” ucap Nia pelan.
“Tolong jangan tangkap aku, jangan bawa aku ke tempat itu hiks” pinta Nia pelan, tangisannya membuat lelaki dengan tinggi lebih dari seratus delapan puluh itu mengeryitkan dahinya pelan seakan tak mengerti dengan ucapan Nia.
“Tolong, jangan biarkan aku jadi korban selanjutnya, ku mohon”
Perlahan kedua mata Nia berangsur tertutup setelah mengatakan permintaan terakhirnya, tubuh kecil Nia ambruk di pelukan lelaki yang sama sekali tak ia kenali. Entah apa yang selanjutnya terjadi Nia tak pernah tahu, seluruh tubuhnya terasa ngilu bagai sendi yang terputus satu sama lainnya, sekuat apapun otaknya memerintahkan untuk tetap bertahan namun tubuhnya tak merespon.