Mungkin dari kesekian kalinya melihat Rafael, hanya kali ini saja Nia sedikit terkejut dengan tingkah aneh Rafael. Lelaki aneh yang ia tahu hanya seorang anak orang kaya namun terkesan pengangguran itu tiba-tiba saja melakukan hal lumrah yang biasa di lakukan oleh seorang dokter.
Rafael memasang dan juga membantu para perawat mengganti infus dari lengan ibu Nia, selanjutnya Rafael memeriksa semua kondisi ibu Nia. Tentu saja tingkahnya tak terlewat dari perhatian Nia, lelaki itu berbalik badan ketika selesai melakukan pekerjaannya.
“Nah, sekarang kamu bisa sarapan dengan ibumu sebelum berangkat ke kantor” kata Rafael.
Nia mengerjap sesaat, “Mas Rafa? Kok mas ada di sini sepagi ini?”
“Aaah maaf aku harus menggantikan Hans untuk menjaga ibumu, sebelumnya Hans menggantikan dokter Indra yang sedang bertugas di luar kota. Mungkin besok sore baliau baru kembali ke rumah sakit, jadi untuk sementara aku yang menggantikan mereka” kata Rafael menjelaskan panjang lebar.
“Bukan itu maksudku, mas. Mas Rafa kenapa..”
“Nduk duduk sini” panggil ibunya, Nia menurut saja dengan ibunya.
“Ibu sudah tahu kalo nak Rafael itu seorang dokter disini” kata ibunya.
“Hah? Sejak kapan?” tanya Nia tak percaya, sedangkah Rafael hanya nyengir saja.
“Udah lama banget sejak pertama kali nak Rafael menjenguk ibu, para perawat hampir menegur nak Rafa tapi nak Rafanya kasih kode-kode buat para perawat” kata ibu Nia lagi.
“Hehe ternyata udah kelihatan ya?” ujar Rafael cengengesan.
“Jadi mas selama ini kerja disini gitu?” tanya Nia masih kurang percaya.
Rafael mengangguk namun sangat berat, “Well sekitar lima tahunan, sebelum Hans dan Ellaine datang”
Nia menunduk perlahan ia mengingat saat ibunya pingsan, Rafael tak kebingungan mencari rumah sakit atau klinik terdekat. Rafael langsung menuju rumah sakit Johanson ini, tapi anehnya kala itu dia juga sama sekali tak curiga, Nia hanya berpikir singkat kalau Rafael membawa ibunya kemari hanya karena Rafael mengenal Ellaine.
“Sudah sangat lama mas disini” gumam Nia pelan.
“Hemm, maaf aku nggak mengatakan semuanya sejak awal” kata Rafael pelan.
“Mas Rafael nggak pernah cerita kalo profesinya dokter, jadi aku meragukannya. Di tambah penampilan mas Rafael yang suka banget pake jaket kulit jadi aku kira mas itu pengangguran” kata Nia seenaknya.
Seketika Rafael menepuk jidat Nia pelan, “Apasih yang ada di kepalamu ini, huh!”
Nia terdiam melihat Rafael dari sudut perspektif yang berbeda, sebelumnya Nia selalu melihat Rafael sebagai lelaki yang menyebalkan dan tak layak untuk mendapatkan perhatian darinya walaupun Rafael memiliki informasi mengenai Ellaine yang sangat ia butuhkan.
Akan tetapi sekarang Nia harus banyak menelan pil pahit kalau semua tuduhannya tak ada yang berdasar, nyatanya Rafael memiliki prestasi yang tak bisa di ragukan lagi. Nia jadi merasa bersalah karena selalu membayangkan kalau Rafael hanyalah anak manja yang tak akan mau menyentuh pekerjaan kotor.
“Dokter Rafael, kami membutuhkan anda di ruang gawat darurat. Maaf saya meminta dokter membantu, kita kekurangan tenaga medis di pagi hari begini” ujar salah seorang perawat yang tergopoh-gopoh menemyi Rafael.
“Baiklah, aku langsung kesana. Suster pergilah panggil dokter Chakra dan yang lain, aku akan melakukan pertolongan pertama pada mereka” sahut Rafael sigap.
“Nak Rafael, kamu langsung kesana nak?” tanya ibu Nia.
Rafael mengeluarkan jas dokter yang di simpannya di dalam tas, tadinya ia tak langsung mengenakan jas khas dokter berwarna putih bersih itu karena instingnya yang lebih mendahulukan kepentingan ibu Nia.
“Maaf aku harus meninggalkan kalian sekarang, ada banyak orang yang membutuhkan aku di ruang gawat darurat” kata Rafael, namun dua orang wanita di depannya terdiam alias terperangah melihat penampilan baru Rafael.
“Nia segera sarapan dan berangkatlah bekerja sebelum kau terlambat, dan jangan lupa letakkan remote yang kau pegang itu di samping ibumu. Jangan sampai beliau kesulitan menghubungi para perawat karena kecerobohanmu, Nia” pinta Rafael sebelum ia pergi ke ruangan unit gawat darurat.
Nia masih terbengong tak percaya dengan atribut yang di kenakan oleh Rafael barusan, terasa aneh saja kalau Rafael benar-benar seorang dokter handal di rumah sakit ini.
“Nduk?”
“Iya bu? Butuh sesuatu atau ibu mau minum air putih?” tanya Nia gelagapan.
“Enggak nduk, kamu sarapan gih biar nggak telat kerja” kata obunya lagi.
Dengan kepala berisi banyak sekali pertanyaan, Na tetap mengikuti perintah yang di berikan oleh sang ibu. Gadis cantik yang hanya di miliki oleh ibu Kalsum itu menghabiskan semua makanan yang tersedia lalu berangkat menuju tempat kerja.
*
“Hei Nia, kamu tahu nggak aku denger gosip nggak enak” bisik Ratna saat jam bekerja tengah berlangsung.
“Ada apa?” tanya Nia tanpa melirik ke arah Ratna.
“Syifa bilang dia sempat lihat pak Henry pulang bonceng cewek”
Serasa tengah berada di ujung tanduk, jantung Nia langsung berdetak sangat kencang, “Bagus dong, aku ikut seneng kalo beliau punya perempuan setidaknya ka nada seseorang baik yang menjaga pak Henry”
Wajah Ratna langsung merah padam mendengarnya, “Tapi masalahnya aku berencana menjadi perempuan baik itu Nia. Walaupun aku harus makan bebatuan, harus banyak mak kepanasan atau kedinginan tapi kalo bersama dia rasanya jauh lebih bermakna” kata Ratna mulai berandai-andai.
“Siapapun orangnya, aku akan mendoakan beliau” kata Nia mencoba meredam suasana, ia tak mau siapapun tahu bahwa dirinyalah wanita yang di maksud oleh Syifa.
“Terus satu hal lagi, semalam aku ke rumahmu tapi keadaannya sepi banget disana” kata Ratna.
“Oh ya, aku sedang menunggu ibuku di rumah sakit. Beliau sempat kritis lagi dan hanya aku satu-satunya orang yang bisa beliau andalan, eh tapi ngapain kamu ke rumah?”
“Nggak ada sih cuma mau main aja, sekalian aku mau kasih tahu kamu gosip yang tadi hehe. Ibumu sudah sehat, Nia?”
“Hemm, sudah lebih mendingan sih tapi aku bersyukur ibu pulih dengan baik” kata Nia gembira.
“Baiklah hari minggu depan aku mau jenguk bu Kalsum di rumah sakit, sekalian aku juga mau periksa sesuatu hehe” kata Ratna senang.
“Baiklah aku dan ibu bakal nungguin si princess Ratna datang ke rumah sakit, hehe”
Jam pun semakin menunjuk ke angka empat, para pegawai mulai berkemas untuk kembali pulang tak terkecuali dengan Nia. Namun sayangnya Nia tak bisa pulag barengann dengan Ratna mengingat teman anehnya itu sudah pulang duluan.
“Mas Rafa?” tanya Nia saat ia baru saja berjalan keluar dari gedung kantor, Rafael tengah berdiri santai melambaikan tangan padanya.