Empat bulan telah berlalu begitu saja, kehidupan berjalan mengikuti takdir yang telah terjalin. Kehidupan rumah tangga yang awalnya hanya didasari kesepakatan itu, kini berubah menjadi rumah tangga yang begitu manis. Tak ayal pertengkaran kecil terjadi karena ego dan gengsi masih menguasai, kendatipun chemistry Jourell dan Letizia begitu manis.
Tidak ada perubahan signifikan dari sosok Jourell sendiri, dia masih tetap suami manja dan gemar ngambek. Mungkin sedikit perubahan itu Jourell tak lagi menuntut Letizia untuk terus mencari uang banyak, pria itu juga sudi diajak hidup hemat dengan mengurangi jatah rokok yang biasanya 2 bungkus satu hari menjadi 2 bungkus 3 hari.
Sedikit demi sedikit juga Letizia sudah menyimpan tabungan yang akan digunakan membayar hutang-hutangnya kepada teman Jourell, yang jelas ia harus pandai mengatur keuangan untuk bertahan hidup juga.
Hari ini akhir bulan, Letizia pulang ke rumah dengan wajah sumringah karena perusahaan memberikan bonus kepada karyawan sehingga saldo rekeningnya cukup gendut. Ia berencana mengajak Jourell makan di luar atau mungkin jalan-jalan? Letizia tak sabar menantikannya.
“Pergi ke mana, ya? Aku cari referensi deh.”
Sesuai mandi Letizia tampak sibuk di sofa sembari mengutak-atik ponsel, mencari referensi tempat wisata yang bagus tapi dengan harga standar. Lumayan juga waktu libur selama dua hari dimanfaatkan untuk stay cation.
Ya mungkin terdengar boros, namun Letizia tahu dalam hubungan rumah tangga perlu sparks untuk menjaga hubungan tetap harmonis. Meskipun aktivitas ranjang Jourell hampir tak pernah absen, tapi tetap saja mencari suasana baru juga perlu. Biar lebih menggairahkan misalnya.
Eh!
Letizia memukul kepalanya sendiri karena pikiran liarnya, otak pun seperti sudah terkontaminasi karena sentuhan gila yang diberikan suaminya setiap hari itu.
“Ke Bandung kali ya? Kalau di puncak udah biasa deh kayaknya,” gumam Letizia memilah-milah.
Sangking seriusnya Letizia tidak sadar kalau Jourell sudah pulang, pria itu tampak pucat karena kelelahan. Setelah melepas jaket dan sepatu yang dikenakan ia langsung menindih Letizia serta menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher wanita itu.
“Sayang, aku lelah hari ini," ucap Jourell dengan hembusan napas hangat, mengendus aroma manis dari kulit istrinya yang menenangkan.
“Jourell, astaga!” Letizia terkaget-kaget pastinya, merasa berat juga karena posisinya saat ini sedang tengkurap dan langsung ditindih. “Minggir ah, kau berat!” titahnya, menyingkirkan tubuh Jourell dari atasnya.
“Minggir ke mana? Bukannya kau suka?”
Bukannya menyingkir, Jourell justru kian merengkuh Letizia dengan sekuat tenaga. Pun bibirnya yang kian nakal menjilati bahu Letizia. Wanita itu mengerang dengan bibir yang tergigit, mengabaikan sentuhan sialan dari Jourell.
“Ssshh Jourell, aku sedang mencari tempat liburan. Menyingkirlah!” Setengah menggerutu Letizia tetap berusaha melepaskan diri.
“Liburan ke mana?” Jourell cukup tertarik, ia menggeser tubuhnya namun tetap memeluk Letizia dengan erat. Sofa kecil itu dimanfaatkan dengan baik oleh Jourell agar tidak berjauhan dengan istrinya.
Letizia menarik napas panjang lalu dihembuskan perlahan, berusaha sabar menghadapi tingkah Jourell yang tukang mencari kesempatan ini. Ia melirik Jourell sekilas, mengelus lembut pipi pria itu.
”Belakangan ini sepertinya kita sama-sama sibuk, pengen jalan-jalan. Kebetulan hari ini kantor ada ngasih bonus besar," kata Letizia penuh semangat.
Jourell menyeringai mendengar ucapan Letizia, wanita itu tidak tahu saja jika ia memang sengaja memberikan bonus khusus. Dan hanya kepada Letizia saja tentu saja, hal itu ia lakukan karena selama ini merasa bersalah melihat Letizia benar-benar sibuk mengumpulkan uang dari gaji yang tidak seberapa itu untuk membayar hutang.
Awalnya ia memang sengaja membohongi Letizia, mengikat wanita itu dengan sebuah pernikahan yang tidak berdasar. Dalih membayar hutang hanya sebagai alibi agar tak ada alasan wanita itu menolak. Seiring berjalannya waktu, Jourell sadar jika Letizia masih menyimpan cinta yang tulus. Terbukti bagaimana wanita ini selalu mengusahakan apa pun yang ia minta.
Hem, tapi kalau mengingat 6 tahun lalu ditinggal tanpa kejelasan, Jourell masih sangat kesal.
“Sebenarnya kau tidak perlu terus membayar hutang setiap bulan,” kata Jourell, meraih tangan Letizia lalu dicium punggungnya.
“Mana boleh, yang namanya hutang harus secepat mungkin dilunasi kalau ada. Nggak apa-apa selama satu tahun ini kita hemat, kalau setiap bulan kita rutin membayar pasti cepat lunas. Aku tidak sabar bisa hidup bebas tanpa hutang, kita pun jadi fokus berumah tangga dan punya anak," sahut Letizia menarik sudut bibir menjadi senyum manis. Terbayang masa depan cerah setelah beban hutang lunas, tentunya sangat membahagiakan.
”Punya anak? Bukannya kau belum ingin?” Jourell tertegun, menatap Letizia dengan tatapan yang cukup tajam.
Letizia menoleh melihat ekspresi Jourell lagi, ia kemudian memutar tubuhnya hingga berhadapan memeluk pria itu. Selama ini Letizia memang terus mengkonsumsi pil KB untuk mencegah kehamilan, ia merasa belum saatnya mereka punya anak dan untungnya Jourell tidak banyak protes.
Yang penting dia masih bisa skidipapap!
“Untuk sekarang belum. Keuangan kita sedang tidak baik, ehm ... kau juga masih kuliah. Aku berpikir .... ” Letizia ragu melanjutkan ucapannya, takut Jourell tersinggung atau bagaimana.
“Aku mengerti.” Jourell mengangguk cepat. “Itu memang lebih baik dipikir nanti saja, sekarang ... ” Ia memegang dagu Letizia lalu menundukkan wajah menempelkan bibirnya pada bibir Letizia.
“Ih Jourell!” Letizia mendorong bahu Jourell kasar, menghindar dengan mendudukkan dirinya. “Masih sore, jangan seperti ini." Ia melirik ke arah jendela yang masih menunjukkan semburat jingga di langit.
“Mau siang pun aku tidak peduli. Sshh ... aku ingin mendengar teriakanmu lagi.” Jourell ikutan bangkit, memeluk pinggang Letizia lalu menjilati leher wanita itu dari belakang.
“Jourell ahh ... geli.” Letizia menahan lenguhan di bibirnya, sentuhan gila itu membuat tubuhnya gemetar hingga ia meremas lembut ujung baju.
”Rileks saja.” Tangan Jourell kembali bergerilya, mencari tepian baju Letizia lalu diturunkan dengan semangat.
Letizia semakin kuat menggigit bibirnya, sentuhan gila itu perlahan mulai membuat sengatan demi sengatan yang memaksa desahan keluar dari bibir. Jourell bermain aktif, kecupan di leher, remasan lembut pada d**a dan satu tangannya lagi bermain dengan gila di bawah sana.
Gila, benar-benar gila. Serangan tiga titik kelemahan Letizia sekaligus. Tak mampu menahan lenguhan, ia mengerang keras dengan tubuh yang menggelinjang geli.
Geli bercampur nikmat.
Beberapa saat kemudian tubuh Letizia telah terhempas sepenuhnya di meja, siap untuk disantap oleh Jourell yang tengah kelaparan. Suara desahan keduanya bersahutan, melebur dengan cinta dan hasrat yang menggebu-gebu.
*
“Lusa, aku aku harus pergi.”
Letizia membuka matanya sedikit ketika mendengar ucapan Jourell. Ia masih sibuk membenarkan bajunya yang baru saja diobrak-abrik oleh Jourell.
”Pergi ke mana?” Ia bertanya sambil melirik.
Alih-alih menjawab, Jourell justru mengambil rokok lalu dinikmati. Titik keringat tampak masih menghiasi, membuat pria itu terlihat sangat menggoda di mata Letizia.
“s**t! Sepertinya aku juga sudah mulai menyukai sentuhannya,” maki Letizia dalam hatinya.
“Akhir semester, sebelum nyiapin skripsi ada study kasus. Sekitar 2 minggu,” jawab Jourell pada akhirnya.
“2 minggu? Kenapa lama sekali?” Letizia sontak memprotes.
Jourell menghisap rokoknya dalam-dalam lalu mengulas senyum mengejek kepada Letizia. “Kenapa? Apa kau tidak tega jika aku tinggal sendirian?” ucapnya dengan nada mengejek kental.
“Tidak!” Letizia mendesis pelan, mendadak kesal sendiri entah karena apa.
“Baguslah, lagipula aku pergi bukan untuk main-main. Udah jangan ngambek, katanya mau jalan-jalan?” bujuk Jourell merapikan rambut panjang Letizia perlahan.
Letizia masih cukup kesal sebenarnya namun ia sadar diri, ia melirik ke arah Jourell lalu menyadarkan kepalanya pada bahu pria itu. Tiba-tiba saja ingin sekali bermanja.
”Kau benar-benar hanya pergi dua minggu 'kan?” tanya Letizia memastikan lagi.
“Iya.”
Jourell menjawabnya dengan senyum manis, kembali mengusap rambut Letizia serta mengecup keningnya mesra. Jika bukan karena urusan penting, Jourell pun enggan meninggalkan wanita ini sendiri. Namun ada beberapa hal yang perlu ia selesaikan sebelum benar-benar membawa Letizia ke dalam lingkaran setan keluarganya.
***
Markas Besar Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Ruang komando yang luas dan modern, dipenuhi dengan peralatan canggih dan peta-peta digital yang menampilkan lokasi-lokasi kejahatan di beberapa wilayah.
Di tengah ruangan, Kenji berdiri di depan papan tulis yang dipenuhi dengan foto-foto dan data-data tentang kasus yang sedang dia tangani.
"Baik, laporannya," kata Kenji, memandang anak buahnya yang duduk di sekitar meja.
"Saya, Letnan," kata salah satu anak buahnya, seorang Briptu yang muda dan bersemangat. "Kami telah melakukan penyelidikan selama beberapa bulan terakhir, dan kami yakin bahwa bandar narkoba dan senjata ilegal yang kita cari selama ini adalah seseorang yang bernama 'X'. Dia telah beroperasi selama bertahun-tahun, dan selalu berhasil lolos dari kejaran kita."
Kenji mendengarkan dengan serius, matanya tidak berkedip. "X? Siapa dia?"
"Dugaan kuat mengarah pada keluarga Atmajaya, dulu keluarga itu memiliki jaringan yang luas, dan dia menggunakan berbagai cara untuk menyalurkan barang-barang ilegalnya. Kami telah menemukan beberapa gudang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan, tapi dia selalu berhasil menghancurkan bukti-bukti sebelum kita tiba."
“Atmajaya? Bukankah keluarga itu sudah tidak terlibat politik apa pun dengan negara? Aku dengar mereka sudah vakum setelah kelahiran cucu pertama?” Kenji mengernyitkan dahi mengingat-ingat.
"Benar, tapi beberapa bulan lalu Atmajaya mengumumkan pewaris sahnya, " kata anak buah lainnya.
Kenji menekuk dahinya lebih dapat, memandang anak buahnya lebih serius pertanda meminta pria itu melanjutkan ucapannya.
“Waktu itu ada wartawan yang mengambil gambarnya, tapi belum genap sehari semua situs diblokir begitu saja sehingga wajah sang pewaris itu tidak diketahui kecuali orang-orang yang sudah terpercaya.”
“Benarkah?” Kenji memandang peta besar di hadapannya dengan tatapan jauh lebih serius, matanya menyipit berpikir keras.
“Ini ada yang mengambil screenshot saat live berlangsung, tapi tidak terlalu jelas.” Anak buah Kenji kembali melanjutkan laporannya sembari menujukkan foto sang pewaris yang wajahnya sangat sulit untuk diketahui.
Tubuh Kenji mendadak menegang saat melihat foto yang ada di layar lebar, meskipun siluet dari samping mata tajamnya tak mungkin salah mengenali.
Bukankah ini foto berandalan itu? Apa dia seorang Atmajaya? Ah tidak mungkin.
"X ini seorang yang sangat cerdas dan licik, Tuan. Dia memiliki banyak koneksi di kalangan pejabat dan pengusaha. Dia menggunakan uang dan kekuasaan untuk membeli kebebasan. Baru empat bulan menjabat, beberapa pengusaha kotor telah disingkirkan oleh olehnya.”
Kenji menggrimas, "Benarkah? Kenapa aku tidak suka ini. Kita harus menemukan cara untuk menjeratnya."
"Kami telah menemukan sebuah petunjuk yang mungkin bisa membantu kita. X akan melakukan transaksi besar-besaran dengan seorang pembeli di selat selatan. Kami telah menyiapkan tim untuk melakukan penggeledahan, tapi kita perlu Anda untuk memimpin operasi ini."
Kenji tersenyum tipis seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Entah dugaannya ini benar atau salah, namun apa yang terjadi selanjutnya membuat Kenji sangat menggebu-gebu.
“Itu ide yang bagus, tapi kita perlu menambahkan sedikit sentuhan di dalamnya William,” kata Kenji mengambil sebuah pistol di saku bajunya, ia mengusapnya lembut lalu menatap bawahannya dengan senyum manis di bibir.
”Apa kalian suka wanita dengan wajah kecil? Jika iya, jemputlah. Aku akan mengirimkan alamatnya.”
Bersambung~