Bab 15. (++) Desahan Di Ranjang

1620 Kata
“Kau bohong!” Letizia langsung menuding dengan tatapan yang sangat tajam, terus menatap Jourell dengan segala keteguhan yang ia miliki. Jourell menipiskan bibir serta mengangkat sebelah alisnya akan tudingan itu, sebisa mungkin tidak menunjukkan perubahan apa pun di wajahnya. Alih-alih menjawab ia justru menyesap air minumnya lalu melipat tangan di depan perut. “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Jourell balik bertanya lalu tertawa setelahnya. ”s**t! Omong kosong apa ini," umpatnya kemudian. Letizia sendiri tak bisa menahan dirinya kali ini, pikirannya cukup liar sekaligus kesal luar biasa. Entah kenapa ia merasa Jourell sedang mempermainkan permainan yang besar. “Kenapa? Karena aku tadi melihatmu di perusahaan dan aku sangat yakin itu kau!” tunjuk Letizia begitu yakin. “Kau salah orang, aku tidak pernah ke sana dan aku—” “Baik, jika kau tidak mau mengaku. Aku akan membuktikannya sendiri.” Letizia enggan menerima alasan lagi, ia lebih memilih langsung bangkit dari duduknya lalu menarik kerah kemeja Jourell dengan kasar. “Zia, apa-apaan kau ini?” Jourell berusaha menepis tangan itu namun Letizia menekan bahunya dengan sangat kuat. “Kau tidak perlu takut jika memang tidak berbohong," desis Letizia menyeringai dengan sinisnya. “Buka kemejamu sekarang!” titah Letizia. Jourell awalnya masih diam dengan raut wajah kesal namun akhirnya membiarkan Letizia melakukan apa yang wanita itu mau. Ia bangkit dan berdiri menjulang di depan Letizia, dengan kedua tatapan yang sama-sama sengit. “Sial! Kenapa juga aku harus melakukan ini?” Bibir Jourell tak mampu menahan umpatan kasar, tangannya bergerak aktif melepas satu persatu kancing kemejanya. “Banyak bicara!” Letizia merasa tak sabar, langsung saja menarik kemeja itu hingga kancingnya semua berhamburan ke lantai. Mata Letizia sendiri langsung disuguhi perut berotot yang memiliki tato besar itu. Ia sempat menelan ludah namun berusaha fokus, mengangkat pandang menatap Jourell yang diam dengan senyum manis di bibirnya itu. Jourell menundukkan wajah sangat dekat dengan bibir Letizia. ”Why? Apa kau merasa sangat tidak sabar menikmati tubuhku?” bisik Jourell penuh godaan. “b******n gila!” Letizia menepis pipi Jourell perlahan lalu memaksa mengambil kemeja pria itu dari tubuhnya. “Woho, kau sangat agresif, Nona." Seulas senyum smirk terbit di bibir Jourell, membiarkan saja apa yang Letizia inginkan. Letizia meliriknya dengan tatapan tajam, dengan segera memusatkan tatapan matanya pada merek kemeja yang dipegang. Ia yakin baju-baju Jourell memang merek terkenal, kali ini ia pastikan Jourell tidak akan menolak. Namun, Letizia merasa ada yang aneh. Tekstur kain kemeja itu begitu kasar, ia bisa membedakan antara kualitas barang yang dipegang. “Ini kemeja siapa? Kau pasti bukan pemilik aslinya? s**t! Mengakulah Jourell, kau hanya pura-pura 'kan?” seru Letizia kembali menuding, tampak cukup frustrasi dengan keadaannya saat ini. “Kau itu punya segalanya, black card? Ya, kau juga punya!” Letizia masih belum puas, ia meraba-raba saku celana Jourell lalu mengambil dompet milik pria itu segera. Tidak seperti sebelumnya yang menyembunyikan, kali ini Jourell membiarkan Letizia memeriksa dompet miliknya dan melihat semua kartu yang ada di dalam sana. Letizia tampak kaget sekali karena hanya menemukan beberapa lembar uang dan kartu kredit biasa, justru ia malah dibuat gagal fokus karena Jourell masih menyimpan photocard mereka waktu jaman SMA. “Dia ... masih menyimpan foto ini?” batin Letizia, tiba-tiba dilanda perasaan yang membuat hatinya gemetar. Jourell menarik sudut bibir melihat perubahan di wajah Letizia itu, ia menegakkan tubuhnya lalu merapatkan diri. “Apa lagi yang ini kau buktikan? Apa kau juga ingin memeriksa celana dalamku?” bisik Jourell, kali ini meraih tangan Letizia agar menyentuh perutnya lalu ke pusar yang ditumbuhi bulu-bulu halus. “Jangan seperti ini," ucap Letizia tersentak dengan napas yang tiba-tiba sesak, berusaha menjauhkan tangannya merasa begitu malu. “Kenapa? Kau ingin membuktikan sesuatu bukan? Kenapa tidak sekalian?” Tubuh Jourell terus merangsek maju dengan wajah yang hampir menyentuh telinga. “Karena kau gagal, artinya kau yang harus menerima hukuman dariku!" ucap Jourell penuh ancaman. “Ma-af akh!” Letizia memekik kaget tatkala tengkuknya ditarik dengan kasar oleh Jourell yang kemudian memeluk pinggangnya begitu kuat. Mata Letizia terpejam singkat, merasa keadaan semakin genting. Hembusan napas Jourell mendekat, membuat bulu kuduk meremang hebat. “Maafnya aku terima, tapi tidak dengan hukumannya,” kata Jourell lembut sekali namun membuat tubuh Letizia kian membeku. Letizia membuka matanya sekali lagi memandang Jourell dengan penuh permohonan namun bukan ampunan yang ia dapatkan, melainkan sentuhan pada bibir yang mendebarkan. Ciuman yang dalam dan penuh penekanan, tanpa jeda dan penuh hisapan yang membuat napas Letizia hampir habis. Letizia berusaha memukuli d**a Jourell untuk menghentikan, kendati demikian semakin kuat ia menolak Jourell justru semakin menggila. Kini bahkan tangan besar itu meremas lembut pinggulnya lalu mengangkat tubuhnya dalam gendongan yang kemudian membawanya ke dalam kamar tanpa melepaskan tautan bibir. Napas keduanya terengah-engah, Letizia bisa melihat seringai tipis di bibir Jourell yang tak biasa. “Kau membuatku takut," ucap Letizia, bergetar suaranya pun dengan sorot Mata yang sayu. Jourell masih memandang Letizia sangat dalam, perlahan ia menurunkan wanita itu ke ranjang membuatnya segera bergerak mundur. Jourell tersenyum sarkastik, menahan punggung wanita itu agar tetap dekat. “Hanya bermain di ranjang, apa yang kau takutkan?" ucap Jourell, lembut namun penuh godaan. “Tenangkan dirimu ... ini tidak akan sakit.” Perlahan kepala itu menunduk, mengecup sedikit demi sedikit kulit putih yang mulai kemerahan. Mata Letizia terpejam dengan kedua tangan yang meremas lembut seprei di bawahnya. Berusaha berbohong akan sentuhan b******n gila itu namun justru bibirnya dengan lancang mengeluarkan erangan yang membuat Jourell kian bersemangat. Kulit yang hangat menyapa, tatapan lembut dengan genggaman erat di tangan membuat Letizia kian jatuh sangat dalam. Kakinya bergerak lembut, menekuk dan perlahan kuku-kuku jarinya mencakar punggung lebar yang kini mengayun dengan gerakan pasti. “Terus tatap wajahku, Zia ... " *** Letizia berusaha keras memejamkan matanya dengan tangan yang memegang selimut kuat-kuat, ia menahan tangis yang tiba-tiba hadir menyeliap. Mata itu berkaca-kaca menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 1 malam. Sebuah gerakan lembut Letizia rasakan dari balik punggung sebelum akhirnya kehangatan hadir. Ia membuka mulutnya menarik napas panjang. “Apa aku terlalu kasar?” Jourell bertanya lirih, memeluk tubuh Letizia yang masih gemetar karena serangan yang mendadak tadi. Letizia menggigit bibirnya sangat kuat, mengingat kembali pergumulan panas yang sebelumnya terjadi. Pengalaman pertama yang masih menyisakan debar di jantungnya. “Apa masih sakit?” Jourell kembali bertanya. Alih-alih menjawab, Letizia justru menggigit tangan Jourell yang tengah memeluknya dengan sangat kuat. “Zia!” Jourell kaget seraya meringis menahan nyeri. Letizia melirik Jourell dengan mata yang masih sama namun beberapa detik setelahnya ia langsung memutar tubuhnya mendekap tubuh tegap itu dengan sangat erat. Dan entah kenapa ia menjadi lebih tenang saat melakukannya. Jourell cukup kaget akan sikap Letizia kali ini, ia mengelus punggung wanita itu lembut. “Menyesal?” Tak ada jawaban apa pun yang keluar dari bibir Letizia, hanya pelukan yang semakin erat membuat Jourell memutuskan untuk berhenti bertanya. Ia harus sadar jika ini pengalaman pertama Letizia, mungkin wanita itu malu? Seulas senyum terbit di bibir Jourell, ia menundukkan wajah mengecup lembut pipi wanita itu. “Ini bahkan baru awal untuk malam-malam indah kita nantinya. Kau akh s**t!” Sebuah gigitan kembali Jourell rasakan pada d**a, ia tertawa kecil lalu mendekap tubuh Letizia semakin erat dan tak henti menciumi pipi wanita itu. “Terima kasih masih menjaganya untukku," bisik Jourell sangat lembut, pun tatapan matanya yang teduh. “Apa kau bersedia memperbaiki semuanya lagi?” * Letizia mengenggam mouse di tangannya dengan sangat kuat ketika ucapan Jourell semalam terus berputar di otaknya. Ia sudah duduk berjam-jam di kantor namun masih terus kepikiran. Selain itu tubuhnya pun sebenarnya masih tak nyaman karena kegiatan nikmat semalam. Ia bisa saja libur ke kantor, tapi itu tidak mungkin karena ia masih anak baru. Brengsek! Sungguh, Letizia tak henti memaki sepanjang dirinya bangun dari tidurnya hari ini. Ia tak tahu kenapa malah terlena akan godaan Jourell dan berakhir desahan di ranjang. “Aku yakin b******n gila itu punya mantra yang bisa mengecohku. Ya Tuhan, kenapa aku selemah ini padanya?” maki Letizia ingin menjambak rambutnya frustrasi. “Zia bodoh!” Letizia tak tahan, ia berteriak dengan kepala yang terhentak keras ke belakang. “Bagaimana aku menemuinya nanti!” Ia kembali mengacak-acak rambutnya karena perasaan yang membingungkan. Sikap Letizia iti membuat teman-temannya mengernyit keheranan, Letizia sendiri kaget lalu pura-pura sibuk dengan laptopnya. “Kenapa sih, Zia?” Kaylie yang duduk di samping Letizia bertanya. “Kau baru bertengkar dengan pacarmu?” “Ehm, nggak apa-apa, Kak." Letizia menjawab malu, ia harus tenang. Semuanya sudah terjadi, menyesal? Jelas hanya akan ditertawakan suara desahannya semalam. Sial! “Hahaha udah sih santai aja kalau iya. Lagian pertengkaran dalam hubungan itu biasa," ucap Kaylie lagi. “Bertengkar lagi aja,” imbuhnya lagi. Letizia hanya menganggapi dengan senyum tipis menahan malu namun juga bingung. “Maksudnya?” Kaylie tersenyum tipis lalu matanya melirik ke arah leher Letizia. “Bertengkar lagi aja, tapi di kasur biar sama-sama enak ngomongnya. Kalau masih bad mood gini artinya ... goyanganmu kurang," bisik Kaylie dengan suara rendah di akhir kalimatnya. Letizia terhenyak luar biasa mendengar ucapan teman kerjanya itu, ia buru-buru mengambil ponsel untuk melihat ke arah lehernya yang masih ada bekas kemerahan karena ulah Jourell. “s**t! b******n itu memang gila, setelah membuat tubuhku remuk dia juga membuatku malu hari ini. Awas saja!” Letizia berusaha tenang, kali ini ia tidak boleh lagi tekecoh. Apa yang terjadi semalam tidak akan menyurutkan kecurigaannya. Hari ini ia akan membuktikan jika Jourell memang sedang berbohong padanya. Dengan penuh tekad, Letizia mulai menyusun strategi. Saat jam makan siang nanti, ia akan mengawasi dengan ketat siapa yang keluar masuk lift. Jourell Maximilian, kau tidak akan lolos. *** “Awasi terus pergerakannya.” Suara itu lirih namun berhasil membuat bulu kuduk siapa pun merinding. “Dia sudah muncul, permainan akan dimulai.” Kalimat selanjutnya disertai nada ancaman yang menakutkan. Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN