Bab 14. Presdir Baru

1890 Kata
Jourell datang ke kantor dengan ditemani Papanya tanpa perencanaan apa pun. Semuanya serba mendadak begitupun agenda rapat untuk para pemegang saham dan beberapa dewan direksi. Entah siapa yang telah membocorkan tentang bergabungnya Jourell ke perusahaan, beberapa media tampak sudah hadir di depan gedung AtmaEdge. Saat sebelum sampai di perusahaan Omnya—Matthias telah menghubungi Jourell terkait masalah itu sehingga Jourell mengambil jalan lain melalui pintu belakang perusahaan. “Seharusnya aku tidak menghindar, kasihan juga para wartawan itu sepertinya haus akan berita," ucap Jourell mencemooh. Paling benci jika visualnya harus dipublikasikan ke khalayak mulai detik ini. Han—sang asisten melirik Bosnya itu dari kaca spion mobil. “Jadi, apa kita harus lewat pintu utama, Tuan?” “Tentu saja." Jourell mengangguk penuh kepastian, segera menegakkan tubuhnya saat mobil itu telah memasuki area kantor yang sangat luas. “Mungkin ini juga bisa menjadi pancingan agar mata-mata sialan itu muncul,” lanjutnya disertai seringai tipis yang menyeramkan. “Kenapa saya rasa mata-mata itu tidak pernah berani muncul lagi, Tuan?” Han mengutarakan apa yang selama ini ia pikiran. “Jelas-jelas ada drone saat transaksi besar dengan Tuan Valentino. Apa kau juga lupa ancaman kepada Mama waktu itu, Han? Aku rasa dia memang menungguku keluar,” sahut Jourell dengan analisisnya. Wajah tampan itu benar-benar dingin sekali sekarang, percayalah tak akan ada yang berani menegur Jourell jika sudah seperti ini. “Saya hanya menduga saja, Tuan. Ancaman itu digunakan oknum yang ingin menghancurkan Atmajaya. Tapi mungkin juga Tuan benar, musuh Anda kali ini sengaja menunggu sebelum mengambil tindakan.” Jourell terkekeh kecil, darahnya berdesir cukup kuat lalu memejamkan matanya dengan kepala yang bersandar ke belakang. “Jika hanya menunggu, jangan harap aku datang sendiri. Lagipula seorang raja perlu undangan untuk datang, bukan?” Mobil itu berhenti tepat di depan lobby perusahaan yang besar. Awak-awak media tampak langsung siap dengan kameranya masing-masing. Tidak ada sambutan khusus dari para karyawan karena pertemuan kali ini hanya dihadiri oleh para petinggi perusahaan, dan ketika kaki jenjang yang dibalut oleh sepatu mengkilap Christian Louboutin yang dibandrol dengan harga yang tak murah. Ketika turun sorotan lampu blitz mengarah sepenuhnya kepada sosok yang ditunggu, media akan menyiarkan wajah baru yang paling di tunggu-tunggu. Di ruang karyawan AtmaEdge sendiri sibuk menonton live streaming dari akun media yang telah menyiarkan langsung acara tersebut. Mereka bisa saja turun untuk melihat secara langsung tapi belum ada arahan untuk penyambutan sehingga mereka yang kepo hanya bisa melihat dari live. “Udah datang, orangnya udah datang. Bawa McLaren anjir!” Chava kembali menjadi orang yang paling heboh saat kamera mulai menyorot kedatangan calon Presdir baru perusahaan tempatnya mencari nafkah itu. “Yang bener? Nggak Papa, nggak anaknya sama aja. Mobilnya aja ganteng!” Celetukan demi celetukan terdengar cukup berisik, Letizia pun mulai kepo dengan wajah Presdir baru tersebut. Ingin tahu juga apa istimewanya sang pewaris ini sampai harus disembunyikan identitasnya. Ia ikut nimbrung bersama yang lain. Sayangnya, karena tidak hati-hati ia malah tak sengaja ditabrak salah satu teman divisinya yang baru datang membawa kopi sehingga kopi itu tumpah ke baju yang dikenakan. “Gimana sih? Jalan hati-hati dong!” maki Anggia. Letizia mengernyit heran, kenapa Anggia malah yang marah? Seharusnya ia yang marah karena bajunya jadi kotor. “Udah minggir, halangin jalan aja!” Tak hanya disitu saja, Anggia juga mendorong bahu Letizia sampai hampir terhuyung. Letizia mengepalkan kedua tangan hampir saja memaki, namun ia menahannya. Ia harus sabar, ia butuh pekerjaan ini. Sebusuk apa pun rekannya, ia harus meluaskan hati agar mendapatkan gaji. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Letizia berlalu keluar ruangan untuk membersihkan diri dengan ditemani decakan kagum para wanita di ruangan sana. “s**t! Yang ini? Sumpah?” “Cakep banget woiii, hidungnya astaga!” “Bibirnya awhh seksehhhh!” Letizia tidak mengerti kenapa mereka bisa begitu obsesi terkait masalah rupa Presdir baru di perusahaan, padahal menurutnya tak akan ada pengaruh mau pemimpinnya tampan atau tidak. Yang jelas bagaimana pemimpin itu membawa karyawannya agar selalu makmur. “Memang aneh wanita jaman sekarang, suka banget lihat cowok dari penampilan. Nanti kalau disakiti sibuk podcast sambil teriak disakiti," gerutu Letizia sewot sendiri. Letizia membersihkan dirinya di toilet, namun ketika keluar ruangan Letizia tidak sengaja menatap ke arah lift kaca yang bergerak naik. Entah perasaannya saja atau bagaimana, ia merasa familiar dengan siluet tubuh pria yang berada di dalam sana. ”Jourell?” *** “Saya tidak setuju.” Sudah diperkirakan sebelumnya, ada beberapa perbedaan pandangan dari para dewan direksi. Kedatangan Jourell tidak serta merta disambut baik oleh mereka. Bukan tanpa alasan, mereka jelas belum pernah tahu kinerja Jourell selama ini. “Apa alasan Anda menolak?” Xander langsung saja bertanya dengan kepala dingin. Ia tahu meskipun ia dan sang Kakak yang paling berhak atas perusahaan, mereka tetap harus taat aturan. “Sebelumnya kami ingin minta maaf jika lancang Tuan Xander. Atmajaya mungkin masih menjadi pemegang saham tertinggi di perusahaan ini, bukan berarti kita bisa menerima seluruh keluarga Anda untuk masuk.” Xander mengangguk mengerti. “6 bulan, putraku akan membuktikan dia mampu memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini.” Jourell terang-terangan mengumpat setelah keputusan final yang diambil Papanya itu. Dalam 6 bulan? Apakah Papanya pikir itu waktu yang lama? Jelas tidak, itu waktu yang sangat minim untuk menaklukkan perusahaan besar seperti AtmaEdge. “Papa yang benar ajalah. 6 bulan?” Jourell mendengus dengan muka masam tak terperi. Xander tersenyum tipis menanggapi keluhan putranya. Ia kemudian memegang pelipisnya beberapa kali seraya berkata dengan penuh ejekan. “Mau menyerah? Malu dong sama tato naga di perutmu itu.” Jourell lagi-lagi mendengus, sepertinya memang tidak ada jalan mundur. Ia harus bekerja keras hari ini. * Pukul 22.00 Jourell kembali ke Apartemen dengan mulut yang tak henti memaki. Setelah dibuat pusing dengan drama perusahaan, ia harus mencari alasan agar bisa tidak pulang ke rumah malam ini. Benar-benar merepotkan dan membuat orang kesal saja. ”s**t! Bagaimana dulu Kakek bisa terus berpura-pura di rumah neraka itu selama bertahun-tahun? Aku saja sudah hampir gila,” umpat Jourell jengkel setengah mati. Ia bahkan langsung membuang mantel panjang miliknya serta sepatu lalu melangkah cepat menuju ke arah kamar tidur. Namun, langkah Jourell terhenti ketika mendapati sosok Letizia yang duduk terkantuk-kantuk di meja makan. Jourell cukup kaget akan hal itu, menebak sudah berapa lama Letizia menunggunya? Brengsek! Kenapa aku merasa sedih dia seperti ini? Jourell mendekati Letizia lalu mengetuk meja di depannya sehingga gadis itu terbangun seketika. “Jourell? Oh astaga, aku ketiduran.” Letizia menggelengkan kepala singkat mengusir pening yang tiba-tiba hadir. “Kau sudah pulang, ayo makan dulu. Tadi aku masak cukup banyak.” Ia menjadi sangat sibuk, hendak memberikan makanan kepada Jourell namun ia sadar makanan itu sudah dingin. Jourell hanya diam menatap. “Ehm, makanannya sudah dingin. Aku akan memanaskan ini sebentar.” Letizia tersenyum sungkan, buru-buru mengambil lauk yang ada di meja. “Kenapa masak sebanyak ini?” Jourell menahan tangan Letizia, tatapan matanya masih sama, atau bahkan lebih intens? Letizia mengerutkan kening saat menjawab. “Tidak ada acara khusus sebenarnya, aku hanya ingin merayakan karena aku diterima kerja hari ini. Haha tapi sepertinya sudah terlambat, ini sudah malam. Apa kau sudah makan di luar? Jika iya, aku akan menyimpan makanan ini untuk besok saja,” ucap Letizia menyadari Jourell sepertinya tak antusias dengan apa yang diberikan saat ini. Jourell mengusap wajahnya kasar, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia menarik Letizia ke dalam pelukan. “Ini bukan modus agar aku memaafkan perbuatanmu 6 tahun lalu 'kan?” “Ha?” “Lupakan, aku akan menghargai usahamu malam ini. Sekarang duduklah!” Pelukan itu terurai, Jourell menatap Letizia dengan begitu seriusnya. Dengan sedikit tekanan ia menyuruh Letizia agar duduk kembali lalu meraih beberapa lauk di meja. “Jourell, kau mau apa?” tanya Letizia cukup bingung dengan apa yang Jourell lakukan. “Diam saja di tempatmu!” Apa yang terjadi selanjutnya benar-benar tak pernah Letizia duga sebelumnya. Jourell yang sejak kali pertemuan pertama mereka selalu menindasnya tiba-tiba punya inisiatif membantu untuk menghangatkan makanan. Ya, itu memang terlihat mudah tapi tak semua laki-laki mau melakukannya. Pria itu bahkan tampak sangat cekatan, melakukan pekerjaannya. Letizia cukup kebingungan, entah kenapa otaknya tiba-tiba tidak bisa berpikir baik. Ia yakin setelah ini pasti ada yang ingin Jourell inginkan darinya. “Jourell, sebenarnya kau tidak perlu melakukan ini. Aku bisa—” ”Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” Jourell langsung menyela begitu saja, matanya fokus pada mikroware di depannya. “Cukup baik.” Letizia menjawab seadanya, kedua tangannya terlipat rapi di meja sambil terus memandang Jourell. Ingatan Letizia pun melayang pada kejadian tadi pagi di kantor. Pria di dalam lift, meskipun sekilas ia yakin pria itu memang Jourell. Ia memandang sekali lagi siluet tubuh Jourell yang tengah berdiri itu, sama persis meski menggunakan gaya pakaian yang berbeda. “Hem, perusahaan tidak beruntung mana yang merekrut pekerja lamban sepertimu?” celetuk Jourell dengan nada mengejek kental. “Kau?" Letizia yang tadinya fokus langsung kesal. “Tidak bisakah sehari saja kau menghormatiku? Aku sedang berusaha, kenapa kau terus membully-ku, hiks!” gerutu Letizia memasang wajah sedih seperti hendak menangis. Jourell justru tertawa kecil, membawa beberapa lauk yang telah dipanaskan ke meja lalu menarik kursi agar lebih dekat dengan Letizia. “Baru seperti ini saja menangis, huh memang kemampuanmu sangat tidak bisa diandalkan,” cemooh Jourell lagi. “Jourell, kau ini benar-benar ya! Hap—” Letizia masih ingin mengoceh namun Jourell tiba-tiba mengecup lembut bibirnya hingga tubuhnya langsung membeku. Ia begitu kaget, menatap Jourell dengan kedua mata yang terbelalak lebar. “Makan dulu, ngomel juga butuh tenaga 'kan?” ucapnya seraya mengerling menggoda. Letizia mengertakkan giginya menahan jengkel, ingin memprotes tapi sekali lagi ia sudah mulai hafal modus suaminya ini. Ia harus tenang, jangan terlalu menunjukkan kalau gugup agar Jourell merasa tak semakin diatas angin. Jourell masih mengulas senyum manisnya lalu mulai makan masakan Letizia. Sebenarnya ia sudah kenyang karena makan si rumah, tapi melihat bagaimana usaha Letizia menyiapkan semua ini. Jourell menjadi tak tega untuk menolaknya. “Seharian ini kau ke mana?” tanya Letizia di sela-sela makan malam yang terlambat itu. “Menurutmu?” Jawabannya acuh membuat Letizia semakin yakin akan praduga, diam-diam ia memperhatikan cara makan Jourell yang begitu sopan dan elegan. Baju-baju branded serta black card yang pernah ia lihat membuatnya semakin yakin. ”Ku rasa, sekarang otakku penuh dengan dirimu," kata Letizia yang berhasil membuat Jourell mengernyitkan dahi. “Apa tekanan di kantormu begitu berat?” Pria itu memegang dahi Letizia seolah mengecek apakah wanita itu demam karena tiba-tiba menggombal. Letizia menepis lembut tangan Jourell lalu meletakkan sumpit yang dipegang. “Kau tidak bertanya aku bekerja di mana?” “Tidak penting, yang penting kau harus setoran uang padaku untuk membayar utang,” celetuk Jourell ketus. “AtmaEdge." “Uhuk-uhuk!” Seketika tubuh Jourell menegang serta tersedak saat makan mendengar nama perusahaan yang disebutkan. Perubahan ekspresi itu jelas ditangkap oleh mata Letizia yang memang memperhatikannya sangat jeli. Letizia tersenyum tipis, mengambil minum lalu untuk pria itu. “Kau mengagetkanku, uhuk!" Jourell terbatuk-batuk seraya menguasai dirinya. “Kau kaget karena aku bisa bekerja di perusahaan besar atau kaget karena kau juga bekerja di sana?” Letizia menarik sudut bibir, terus mengikuti setiap pergerakan kecil dari ekspresi Jourell. Jourell menyipitkan matanya, mulai menyadari tatapan Letizia yang tidak biasa itu. Dalam hatinya memaki tak karuan, kenapa dalam sehari ini ia sangat sial sekali. “Apa yang kau katakan? Aku mana mungkin bisa kerja di sana?” kilah Jourell dengan wajah bingungnya. “Kau bohong!” Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN