Bab 13. Pengkhianatan Tersembunyi

1837 Kata
Suara erangan dari Letizia itu seperti memberikan sinyal pada Jourell untuk bertindak lebih, lengannya semakin kuat melingkupi tubuh mungil Letizia dengan kepala terbenam pada lengan. Harum tubuh yang menggoda membuat Jourell menyesap lembut lengan itu, merasakan manis yang membuat ia seperti hilang akal. “Zia.” Suara Jourell begitu berat, gejolak gairah menguasai dirinya, membuat tangannya pun bergerak aktif bergerilya mengusap lembut perut Letizia yang masih tertutup piyama. Letizia mengerang sekali lagi namun tidak merespon apa pun, Jourell yang tadinya bersemangat seketika mengernyit. Pria itu menarik bahu Letizia agar telentang dan ia mendapati wanita itu ternyata sudah tertidur. Wajah Jourell masam seketika. “Zia," panggil Jourell, menggoyangkan lengan Letizia agar bangun. Ia sudah sangat berhasrat, mana bisa dianggurin begitu saja. Ayolah, ia sudah mandi sangat bersih dan penuh persiapan untuk malam pertama tapi malah gagal? “Zia ... ” Jourell kembali memanggil, kali ini suaranya mengeram seperti binatang buas yang benar-benar lapar. “Eghhh ... ” Letizia hanya menggeliat tanpa membuka mata, ia justru memeluk Jourell yang dianggap seperti guling dengan kaki yang menimpa perut pria itu. Jourell menahan napas dengan gigi yang ditekan kuat-kuat, meredam emosi yang mencuat. Ia melirik ke bawah dimana ada sesuatu yang terasa nyeri. “Jangan berpura-pura, Zia," desis Jourell menyingkirkan kaki Letizia yang menyentuh aset kebanggaannya. Tubuh Letizia terhempas begitu saja tanpa perlawanan seolah tak benar-benar tak berdaya. Jourell melirik wajah Letizia yang sangat lelap itu, benar-benar lelap hingga bibirnya terbuka. Perlahan emosinya mereda begitu saja, ia tertawa kecil melihat wajah Letizia kali ini. Merasa tak tega, Jourell membenarkan posisi wanita itu ke dalam dekapannya lagi. Jourell terdiam cukup lama memandang wajah Letizia, entah ia yang sok tahu atau bagaimana. Ia merasa ada kesedihan yang disembunyikan wanita ini sehingga saat terlelap pun masih menahan sakit. Ia bisa melihat dari kening wanita itu yang berkerut. “Sebenarnya apa yang terjadi padamu 6 tahun lalu?” Jourell bertanya lirih, menatap langit-langit kamar sejenak lalu menatap Letizia kembali. Jourell tersenyum jahil, ia bangkit perlahan untuk mengambil ponsel lalu mengambil gambar Letizia saat tertidur. Bibirnya terus mengulas senyum tipis, merasa puas sekali memandang wajah itu malam ini. “Bayi kecil yang menggemaskan, kau sepertinya sangat lelah malam ini," bisik Jourell, tak tahan juga untuk tidak menguyel-uyel wajah Letizia. “Eghhh ngantuk.” Letizia sedikit terusik, berusaha menjauhkan Jourell namun tangannya semakin kuat memeluk gulingnya. Lagi-lagi Jourell tertawa, ia segera menyimpan ponsel lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya. Tak lupa ia mengecup mesra dahi istrinya itu. “Selamat tidur," ucap Jourell yang kemudian menutup matanya memulai perjalanan ke alam mimpi dalam tidur lelap. Keesokan paginya Jourell terbangun sudah siang, ia menemukan dirinya tertidur sendiri di ranjang sempit itu. Wajahnya berubah cukup masam, segera mengambil ponsel untuk melihat jam. Ternyata ada catatan kecil yang ditaruh disamping ponsel, lebih tepatnya ditindih dengan secangkir kopi yang telah dingin. Selamat pagi, maaf ya kalau kopinya sudah dingin. Aku ada panggilan Interview kerja, jadi tidak sempat membangunkanmu dan membuat sarapan. Jika kau lapar cari makan di luar saja, aku sudah menyimpan uang di laci. Do'akan aku diterima. Zia. Jourell membaca catatan itu dengan cepat lalu mengecek laci yang dimaksud oleh Letizia, ia menemukan 3 lembar uang pecahan 100 ribuan yang dilipat rapi. Jourell mengambilnya seraya tersenyum masam, memegang uang itu dengan jentikan jari karena uang segitu hanya mampu membeli rokoknya satu bungkus saja. “Apa dia pikir aku ini benar-benar tidak berguna?" cemooh Jourell pada dirinya sendiri. Sepertinya penyamarannya benar-benar berhasil sampai Letizia menganggap Jourell adalah pria miskin yang hanya modal tampan dan menjadi beban hidup. Ego Jourell sedikit tersentil, ditambah pertemuannya dengan Kenji semalam. Hal itu membuat Jourell ingin sekali menunjukkan siapa dirinya, tapi ia rasa belum saatnya juga ia membongkar semua ini. “Enak saja terlalu cepat, aku harus memastikan dulu apa wanita itu tulus? Awas saja dia meninggalkanku lagi,” gerutu Jourell, menyimpan kembali uang pemberian Letizia lalu beranjak untuk membersihkan diri. Hari ini Jourell harus pulang ke rumah karena sejak kemarin Papanya sudah menelepon. Jika kepala sukunya sudah bertindak, mana berani Jourell membantah. Ia pun segera membersihkan diri lalu pergi meninggalkan Apartemen Letizia dengan motor besarnya. Sesampainya di rumah Jourell tidak langsung menemui Papanya, karena netra hazel itu menangkap bayangan sang adik yang tengah berolahraga di samping rumah. Dengan langkah panjang Jourell mendekati Jasson, kemudian tanpa peringatan ia menginjak punggung pria itu saat dalam posisi push up. “Aaaa b*****t!” Jasson mengumpat keras, ia langsung melirik tajam ke arah orang kurang ajar yang melakukan itu. “Kakak!” Jasson berdecak pelan, bangkit seraya mengusap punggungnya yang cukup nyeri. “Kau ada masalah apa sih? Pulang-pulang main hajar orang,” gerutunya, sebal tak terperi. Jourell menatap adiknya dingin. “Hukuman karena semalam kau tidak bisa menjaga Kakak iparmu.” “Hish! Semalam ada telepon penting, aku jadu—” “Banyak alasan!” Jourell mendorong bahu Adiknya kasar lalu menyuruhnya untuk kembali ke posisi semula. “Push up sampai 100 kali, baru aku maafkan,” titahnya. “What the hell?” Jasson menolak mentah-mentah, balas mendorong Kakaknya. “Kau jangan sok berkuasa, ya! Kita hanya selisih 3 tahun 10 hari,” kata Jasson menatap sengit Kakaknya. Jourell mengangguk-angguk pelan. “Oh, sekarang sudah mulai berani, ya? Aku adukan Mama.” “Mama!” Jourell tidak mengancam, namun melakukan apa yang menjadi kelemahan adiknya itu. Ia berteriak memanggil Mamanya dengan suara keras. “Hei, mana boleh seperti itu. Ish, apa-apa Mama.” Jasson mencoba membungkam mulut kakaknya yang laknat, bisa-bisa dia diomeli habis-habisan nanti jika ketahuan sang Mama. “Biarkan tau rasa!” Jourell sendiri membalas Jasson dengan mendorongnya, alhasil mereka malah saling dorong dan bersahutan umpatan. “Awas ya, aku punya kartu AS milikmu. Aku akan bongkar kalau kau sudah menikah biar Mama—” Jourell buru-buru membungkam mulut adiknya dengan telapak tangan lalu memiting leher pria itu agar berhenti bicara. “Kau semakin kurang ajar, kalau kau berani aku juga akan membongkar kepada Mama kalau kau suka begonta-ganti wanita,” ancam balik Jourell. Jasson kalah telak, semua kartu AS miliknya dipegang sang kakak. Lebih bahaya lagi kalau Mamanya sampai tahu tingkahnya di luar sana. Ia yang kalah hanya memandang Kakaknya kesal namun ia tidak menyempatkan kesempatan menendang tulang kering pria itu sebagai balasan. “Aduh, Mama!” pekik Jourell meringis nyeri. Mama Serena yang baru saja turun bersama Papa Xander tampak geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anak laki-lakinya itu. “Jourell, Jasson! Ada apa ini, kalian udah besar bertengkar terus. Pusing Mama lihatnya.” Mendengar suara Serena kedua anak laki-laki yang baru saja beradu mulut dan adu mekanik itu segera saling melepaskan satu sama lain. Mereka meringis seolah tak terjadi apa-apa. “Jourell duluan Ma, dia yang—” “Panggil Kakak!” Mama Serena menyela dengan cepat, menekankan adab sopan santun kepada anak keduanya itu. Jasson yang tadinya sudah bersemangat seketika melengos, ditambah tatapan puas dari Kakaknya yang laknat membuat ia semakin sebal. “Sudah, kalian ini seperti anak kecil saja. Kasihan Mamamu sering pusing, ayo sarapan," ujar Xander tenang saja, sudah sering melihat kejadian serupa sehingga tak kaget lagi. Yang penting tidak saling membunuh saja. Di meja makan, ternyata Xander menegaskan kalau Jourell harus segera mengambil keputusan. Bagaimana pun juga perusahaan itu adalah hak milik Jourell mengingat dia adalah cucu laki-laki pertama dari keluarga Atmajaya. Mau tidak mau, harus mau. “Dua minggu lagi Hiro akan menikah, sebelum pergantian jabatan Om-mu meminta kau datang ke kantor agar semua tidak terkesan dipaksakan. Meskipun kau pewaris, pemegang saham paling berhak untuk menentukan," titah Xander pelan, namun penuh ketegasan yang membuat Jourell tak akan berkutik. “Dan Papa harap kau bekerja dengan baik, ingatlah dulu Kakekmu mendirikan perusahaan itu tidak mudah.” Jourell hanya mengangguk pelan dengan hati yang mulai dipaksakan untuk berdamai dengan keadaan. Ia pun tahu cerita Kakeknya di masa lalu, tentang kerja kerasnya dan tentang lika-liku percintaannya yang benar-benar buruk. Anehnya ia malah menjadikan sang Kakek sebagai role model hidupnya. “Hari ini aku akan pergi ke kantor.” * AtmaEdge Group. “Zia, ini meja kerja kamu. Semoga bisa bekerjasama dengan tim baru kamu, ya.” Letizia mengangguk mengerti akan arahan dari ketua divisinya yaitu bagian desain grafis. Setelah interview yang menegangkan akhirnya Letizia diterima kerja di perusahaan besar dengan gaji yang lumayan. Meskipun jaraknya dari Apartemen sangat jauh, Letizia rasa ini lebih baik daripada ia menjadi pengangguran. Perusahaan itu sendiri bergerak dibidang Entertainment yang memproduksi banyak film, foto model dan periklanan produk-produk yang luar biasa. “Hari pertama, semoga bisa memberikan yang terbaik,” ucap Letizia menyemangati dirinya sendiri. Di hari pertamanya, Letizia mencoba bersosialisasi dengan beberapa teman divisinya. Ada sekitar 12 orang tapi beberapa hanya menganggapi acuh, dan ada juga yang cukup ramah. Letizia tidak kesal, sudah menjadi hal lumrah untuk hal seperti ini. Orang baru memang selalu dikucilkan. “Ada breakingnews!” Suara melengking Chava terdengar memecah ruangan yang sebelumnya sepi itu. Dia merupakan ketua Divisi Desain yang sudah menjadi pegawai tetap selama 6 tahun lebih. “Apa, Cha? Presdir Hiro mau nikah? Udah berita basi, ceweknya aja udah gembar-gembor di medsosnya,” sahut Kaylie salah satu rekan yang duduk tepat di sebelah Letizia saat ini. Penampilannya modis dengan senyum ceria yang menyenangkan. “No!” Chava menggeleng cepat-cepat. “Ini tentang pengganti Pak Hiro!” “Hah? Siapa?” Banyak orang yang kepo akan berita kali ini dikarenakan Hiro telah menjabat cukup lama sebagai Presdir, tiba-tiba digantikan jelas menjadi HotNews di perusahaan AtmaEdge. Letizia diam menyimak meski sebenarnya tak terlalu peduli. “Belum jelas sih kabarnya, But! Banyak issue kalau anaknya Tuan Xander yang bakalan jadi Presdir baru kita," jelas Chava menggebu-gebu. “Ah yang bener, Cha? Selama kita kerja di sini aja belum ada yang tahu anaknya Tuan Xander yang mana?” tanya Kaylie lagi. “Seriously! Ini kabar dari Tim A1, anaknya Tuan Xander bakalan datang ke perusahaan hari ini.” Chava menyahut dengan penuh keyakinan. Beberapa orang mulai berbisik tentang kabar itu, bukan tanpa alasan karena sampai saat ini Xander belum pernah mengumumkan secara resmi bagaimana rupa anak-anaknya. Berbeda dengan Matthias yang telah mengumumkan tentang siapa putrinya. Alasan utama disinyalir adalah terkait musuh yang banyak mengincar tentang siapa pewaris AtmaEdge. “Penasaran banget deh gimana muka anaknya Tuan Xander, bakalan seganteng Papanya nggak ya?” Kaylie menyenggol kaki Letizia mengajak mengobrol. Letizia yang tadinya fokus dengan laptop langsung menoleh. “Hah? Gimana, Kak?" tanya Letizia. “Itu loh, Presdir baru kita. Dari kelahirannya sampai sekarang nih, akhirnya sang pewaris keluar kandang. Penasaran sama mukanya aku tuh," beritahu Kaylie. “Hahaha memangnya penting ya mukanya, Kak? Yang penting 'kan kerjanya.” “Eh jangan salah, kalau Presdir good looking pasti bangga kita jadi pegawainya. Tapi agak ngeri juga kalau sifatnya kayak Tuan Xander, duh orangnya tegas. Takut banget tiba-tiba dipecat,” kata Kaylie mengangkat bahu merinding jika mengingat cerita-cerita dari teman seniornya. ”Yang buat penasaran sih sebenernya, kenapa identitasnya selalu disembunyikan.” Letizia menekuk dahinya cukup dalam, ia yang tadinya tak begitu penasaran menjadi penasaran mendengar identitas yang disembunyikan. Tapi ia ingat memang banyak para konglomerat yang memilih menyembunyikan identitas agar tidak terlalu tersorot media. Hari ini katanya datang, bisa ketemu nggak ya? Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN