Bab 10. Aku Dan Rahasia Kita

1495 Kata
“Jourell Maximilian." Kenji menyebut nama pria yang sejak dulu menjadi saingannya itu dengan gaya malas. Masih terekam jelas bagaiamana dulu banyak kaum hawa yang menjadi penggemar Jourell. Bukan hanya anak sekolahnya saja tetapi para gadis dari beberapa sekolah lain juga turut sibuk mencari perhatian jika melihat Jourell di beberapa acara sekolah. “Jourell bukan berandalan," sahut Letizia tak begitu senang dengan sebutan yang diberikan Kenji. “Hahaha setidaknya itu yang aku dengar di sekolahku dulu." Kenji tertawa hambar seraya mengangkat bahunya acuh. Letizia tidak lagi menyahut, semasa SMA Jourell memang terlihat seperti berandalan karena sering ikut balapan dan sebagainya. Tetapi itu hanya tampilan luarnya saja, karena selama 3 tahun berturut-turut Letizia belum pernah bisa mengalahkan Jourell sebagai juara umum sekolah. Selain itu pribadi Jourell yang cuek membuat Letizia sangat penasaran pada saat itu, tetapi lagi-lagi ia salah. Jourell bisa menjadi teman yang asyik jika kita bisa menyesuaikan diri. “Pesanan nomor 13!” Suara dari pelayan yang memanggil membuat Letizia segera beranjak. “Ken, aku balik duluan. Makasih udah nyempetin ngobrol," kata Letizia berpamitan. “Kau tinggal di mana? Pulang bareng kalau searah." Kenji ikut bangkit, mengikuti langkah Letizia. “Ah kayaknya aku harus nolak deh, tempat tinggalku deket.” Letizia tidak terlalu menanggapi, cukup tak nyaman jika memberitahukan tempat tinggalnya kepada teman pria. “Duluan, Ken.” Ia berlalu begitu saja seraya mengulas senyum tipis kepada Kenji. Kenji mendesis pelan pertanda kecewa, sorot matanya masih mengikuti langkah Letizia yang masuk ke dalam lift. Ia berpikir sejenak, sepertinya tahu dimana wanita itu tinggal sekarang. “Kita lihat, berapa lama kau bisa menolakku, Zi." Kenji menarik sudut bibir menjadi senyum tipis, dengan wajahnya yang rupawan serta statusnya sekarang ia yakin tak ada wanita yang bisa menolak pesonanya. *** Jourell mengambil flashdisk itu, memandangnya dengan guratan penasaran di wajah. Jourell menduga mungkin ada sesuatu yang istimewa dari Flashdisk itu sehingga ia memutuskan untuk membukanya. Mencari laptop miliknya lalu segera membuka beberapa folder di dalamnya. Sialnya Flashdisk itu memiliki kunci Enkripsi yang dimana harus dibuka dengan beberapa kode. Disitu hanya muncul angka 7 yang pastinya tak akan dimengerti oleh Jourell. Bukan, ia bukan tidak mengerti namun perlu banyak waktu untuk menebak kode yang dimaksud. “Sial, kenapa diberikan kode serumit ini. Apa isinya?” umpat Jourell kian curiga, menduga flashdisk itu berisi hal-hal rahasia yang disembunyikan Letizia selama ini. Atau jangan-jangan Letizia menyimpan foto pria yang dicintainya? Jourell kian kesal hingga melampiaskannya dengan menendang meja di depannya. Tak selang beberapa lama terdengar teriakan terkejut dari arah pintu. “ASTAGA JOURELL!” Letizia membesarkan mata syok melihat keadaan Apartemen yang kacau balau. Benda-benda miniatur pecah serta berhamburan di lantai. Sesampainya di kamar ia lebih terkejut melihat bantal dan guling terlempar entah ke mana. Baju-baju di lemari juga terlempar seolah seluruh isinya hendak ditumpahkan. “Apa-apaan ini?” jerit Letizia merasa kepalanya ingin meledak. Apartemen yang baru saja dirapikan tadi pagi malah dihancurkan sedemikian rupa oleh Jourell. Jourell terperangah mendengar suara Letizia, ia reflek mencabut flashdisk yang tadi sempat dilihat lalu memasukkannya ke dalam saku. Ia mengangkat dagu memasang wajah datar tanpa rasa bersalah. “Sudah pulang kau?” cibirnya tanpa menyembunyikan sorot mata sinis. “Jelaskan apa maksudmu melakukan ini?" Letizia mencoba meredam kekesalan dalam dirinya, menganggap dengan amarah tidak akan menyelesaikan masalah. “Maksudku?" Rahang Jourell kembali mengetat tatkala ingat pemandangan mengesalkan di restoran tadi. Kakinya reflek melangkah mendekati Letizia dengan mantap. “Kau yang harus menjelaskan maksudmu apa. Pergi bersama pria lain saat aku tidak ada, cih!" Mata Jourell menatap Letizia begitu tajam, menatap keseluruhan diri Letizia dengan penuh penilaian. Letizia sempat mengernyit kebingungan. Tetapi ia bisa menebak kalau kemungkinan besar Jourell mengetahui ia telah bertemu dengan Kenji tadi. “Lalu, apa masalahnya denganmu? Aku sudah bekerja, aku juga tidak menyusahkanmu. Aku aduh!” Suara Letizia tertahan dikerongkongkan saat tiba-tiba Jourell mencekik lehernya cukup kuat hingga menimbulkan rasa nyeri. “Masalahnya? Kau tanya masalahnya, Zia?” Api dalam diri Jourell seperti kian berkobar, ia merangsek maju membuat tubuh Letizia sedikit terhantam pada pintu kamar. “Masalahnya kau adalah istriku, aku tidak suka kau pergi bersama pria lain!” serunya penuh penekanan. Mata Letizia berkaca-kaca karena rasa nyeri yang kian terasa, hal itu ditangkap oleh mata Jourell yang langsung sadar akan apa yang dilakukan. Ia melepaskan Letizia segera, melihat leher wanita itu memerah. “Sudahlah, ayo minta maaf. Aku sangat kesal sekarang," ucap Jourell sedikit melembut suaranya. Letizia baru mengambil napas merasa jengkel sekarang, ia melihat Jourell seksama lalu tanpa peringatan ia mencubit d**a Jourell sekuat yang ia bisa. “Aduh! Sakit, Zia!" Jourell berteriak seraya meringis. “Sakit? Ini biar kau juga tahu rasanya apa yang aku rasakan tadi. Ayo minta maaf tidak, aku juga kesal!” seru Letizia membalas tatapan mata itu lebih tajam lagi, wajahnya tampak memerah bersungut-sungut. “Kau yang membuatku seperti ini, kau yang harus minta maaf!" Jourell merasa tak terima ingin membalas mencubit balik d**a Letizia namun wanita itu langsung melotot. “Minta maaf, Jourell!” kata Letizia lebih serius dari sebelumnya, matanya kembali berkaca-kaca karena staminanya yang hampir habis sekarang ini. “Kau!" Jourell sebenarnya enggan meminta maaf duluan tetapi melihat mata Letizia entah kenapa ia jadi tidak tega, ia pun akhirnya menurut meski wajahnya ogah-ogahan. ”Maaf, walau aku tidak salah," celetuknya malas. Letizia menekan cubitannya kian kuat membuat Jourell kembali meringis, mata keduanya saling pandang sengit namun Letizia membalasnya sayu. “Kau boleh menunduhku apa saja, tapi aku tegaskan padamu. Aku bukan wanita yang bisa mudah berbagi hati dengan pria lain, dan seharusnya kau tahu tujuan kita menikah untuk apa. Jika tidak ingin membantuku membayar hutang, setidaknya jangan menambah bebanku. Jourell, aku lelah ... " Suara Letizia awalnya menggebu-gebu namun semakin ke belakang suaranya teredam oleh tangisan yang tak bisa ia bendung lagi. Jourell cukup kaget mendengar itu, ia hendak menjawab tetapi Letizia buru-buru beranjak dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang menangis sejadi-jadinya. “Huaaaa Mama, kenapa aku punya suami sekejam diaaa ... " Letizia menangis meraung, posisinya yang tengkurap membuat suaranya tak terlalu jelas. “Dewa, kutuklah suami durjana itu. Huaaa... ” Jourell membuka mulutnya syok, menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi jengkel tak terperi. Ia melangkah mendekati Letizia, memasang wajah yang malas. “Aku kejam apa? Memangnya aku menyiksamu?" gerutu Jourell tak terima, bingung juga kenapa malah Letizia yang membuatnya kelimpungan? Seharusnya ia yang marah bukan? Letizia semakin terisak-isak dan suaranya membesar. “Kau dengar 'kan? Dia selalu mengintimidasiku setiap hari. Menyuruhku mencari uang dan melayaninya setiap hari," kata Letizia meraung-raung. “s**t! Fitnah, hei Zia. Aku tidak pernah—” Jourell berusaha memprotes, namun setiap ia memprotes suara tangisan Letizia kian melengking membuat telinganya panas. “Baiklah, baiklah, aku yang salah. Aku akan membereskan ini nanti," kata Jourell akhirnya, raut wajahnya benar-benar masam. Mendengar itu tangis Letizia berhenti, wanita itu mengangkat pandangan menatap Jourell serius. “Yang benar?” Ia bertanya memastikan. Jourell terdiam memandang wajah Letizia yang masih basah karena air mata, pipinya tampak memerah menggemaskan dengan bibir manyun yang menggoda. Kekesalan Jourell seperti lenyap entah ke mana melihat wajah cantik itu. Ia pun mengangguk penuh keseriusan. “Hem, sebagai permintaan maaf aku akan mengajakmu makan di luar malam ini," kata Jourell. “Yang benar?” Letizia langsung bangkit dari posisinya dengan penuh semangat. Wajahnya pun sangat antusias sekali karena Jourell mengajaknya keluar. “Hem, telingaku sakit mendengar kau menangis terus. Cepat mandi sana, kita pergi malam ini." Lagi-lagi Jourell menganggukkan kepala, ternyata senyum manis wanita ini yang paling ia tunggu selama ini. “Kau mengajakku berkencan?" Letizia menarik-narik kemeja Jourell malu-malu, euforia ajakan makan di luar seperti membangkitkan seluruh kupu-kupu di dalam perutnya hingga terasa ingin terbang. Jourell tidak bisa menahan tawa, ia langsung meraih tengkuk Letizia lalu mencium bibir wanita itu sangat dalam. Hanya sebentar lalu dilepaskan. “Anggap saja seperti itu," ucapnya kemudian seraya mengusap lembut pipi Letizia yang memerah. Letizia mengulum bibir tersenyum malu, ia mengalihkan pandangannya lalu bangkit merapikan rambut salah tingkah. Tadinya ia sangat bersemangat namun melihat kekacauan yang ada di kamar itu membuat senyumnya pupus. “Kayaknya malam ini kita nggak bisa pergi, keadaan Apartemen sangat kacau. Kita perlu—” ”Itu bisa diurus nanti, ayo jalan-jalan dulu," sergah Jourell, suaranya sedikit lebih keras. Letizia berpikir sejenak menatap Jourell ragu. “Nanti bantuin," pintanya manja. Jourell memasang wajah angkuh nan malas, berpura-pura tidak melihat namun tangannya bergerak lembut mengusap bibir yang sangat dimengerti Letizia. Wanita itu tertawa kecil seraya menggelengkan kepala, ia pun melangkah mendekat lalu menjinjit mencium pipi Jourell begitu dalam lalu berbisik hangat. “Passwordnya ini ya, Rellybear?” Seulas senyum terbit di bibir Jourell namun tidak mengatakan apa pun, melepaskan tangan Letizia berpura-pura mengambil rokok di dalam saku kemeja. “Cepat siap-siap, aku rokok sebentar," ucapnya seraya berlalu pergi. Letizia mengangguk cepat-cepat dan segera berlalu ke kamar mandi dengan penuh semangat. Hal itu ditangkap oleh Jourell yang membuat senyum manis di bibirnya kembali mengembang. Namun, beberapa saat kemudian Jourell teringat akan sesuatu. “Hah? Kenapa malah aku yang kalah?" Jourell mengumpat dalam hatinya, bukankah seharusnya Letizia yang memohon maaf kenapa malah dirinya? “Sialan!" Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN