WSBC (Wiem S. Boxing Club)
“Boxing?" Letizia ternganga tak percaya, ia padahal sudah membayangkan jika Jourell akan mengajaknya makan romantis berdua atau apa. Tapi ternyata?
Jourell mengulas senyum penuh kemenangan melihat wajah terkejut Letizia, ia langsung merengkuh pinggang wanita itu seraya mendekatkan wajahnya.
“Ehem, malam ini ada pertandingan bagus. Kau harus melihat," kata Jourell tanpa rasa bersalah sama sekali.
“Jourell, tapi ... ”
Baru juga membuka mulutnya Jourell langsung mengecup bibir Letizia hingga wanita itu tidak berkutik. Ia ingin memprotes namun ia mengurungkan niat karena Jourell pasti akan menciumnya lagi. Lebih baik ia mengunci mulut dengan hati yang tak henti mengumpat.
“Sial! Ternyata aku terlalu banyak berharap. Si b******k ini mana mungkin akan menyenangkan hatiku," gerutu Letizia dalam hatinya.
“Ayo masuk." Jourell merengkuh pinggang Letizia mesra kemudian membawanya memasuki area boxing yang sudah riuh.
Seperti pada umumnya, kebanyakan penonton adalah laki-laki dan ada beberapa yang membawa kekasihnya. Jourell membawa Letizia duduk di kursi penonton VIP dimana teman-temannya berkumpul dengan meja yang penuh dengan minuman.
“Jo! Wihiiii bawa cewek." Alex mengulurkan tangan berhigh five bersama teman dekatnya itu.
Jourell hanya menanggapinya dengan seulas senyum santai, bergantian melakukan tos dengan beberapa temannya. Di meja itu ada sekitar 4 orang yang menjadi teman dekat Jourell namun hanya Alex yang tahu siapa Jourell sebenarnya. Circle pilihan dari beberapa pengusaha Crypto yang saat ini namanya sedang naik daun.
“Duduk di sini, Sayang." Jourell menepuk sampingnya yang berdekatan dengan salah satu wanita temannya.
Panggilan sayang itu menyadarkan Letizia dari kebingungan yang sebelumnya ada. Ia sempat bengong, tak menyangka Jourell akan memanggilnya sayang dengan nada selembut itu. Letizia sedikit tersipu lalu perlahan duduk di samping Jourell yang langsung merengkuh pinggangnya.
“Mau makan apa?" Jourell bertanya lembut.
“Ehm, yang murah aja kalau ada."
Jourell mengangkat alisnya tertawa, mana ada makanan murah di tempat itu. Tempat duduk yang mereka tempati saat ini saja sudah bernilai puluhan juta, sudah pasti harga makanan dan minuman di sana tak ada yang murah.
Jourell memanggil Waiters memesankan makanan kesukaan Letizia, ia juga meminta jus strawberry agar Letizia tidak minum alkohol. Di tempat itu ada banyak kemungkinan, Jourell tak ingin sampai wanitanya kenapa-kenapa.
Yeah sepeduli itu dia.
Kompetisi malam ini ternyata menghadirkan nama-nama top yang membuat banyak sekali penonton dari kaum milenial. Semakin malam tempat itu semakin penuh dan Letizia masih berusaha menyesuaikan diri. Kekasih Alex beberapa kali mengajak Letizia mengobrol namun hanya basa-basi saja, selebihnya Letizia hanya melihat orang-orang yang berkumpul di sana dan pastinya cukup asing.
“Kau yakin mengajakku menonton ini?” tanya Letizia masih menyesuaikan diri dengan tempat yang menurutnya sangat berisik itu.
“Tentu saja.”
Jourell mengangguk pelan dengan mata yang terpaku pada Letizia, di dalam remangnya ruangan wajah wanita itu begitu menenangkan. Tubuh Jourell seperti tertarik untuk mendekat lalu mengecup lembut pipi wanita itu. Letizia yang awalnya fokus pada arena boxing mendadak membeku dan lehernya perlahan berputar menatap pria yang di sampingnya.
Jourell sendiri kaget dengan apa yang dilakukan, kembali memasang wajah dingin dan acuh. “Disini banyak pria, mereka harus tahu kau itu milikku," ucapnya yang kemudian menarik pinggang Letizia agar lebih merapat ke pelukan. Jourell menempatkan tangannya pada paha wanita itu, menjaganya dari mata-mata lapar para lelaki.
Letizia menahan senyumnya malu, jangan ditanya bagaimana respon jantungnya sudah pasti berdetak kencang seperti baru saja maraton beribu-ribu kilometer, ia berusaha duduk nyaman menikmati acara yang sebenarnya tak terlalu menarik.
Yang membuat menarik tentu saja karena pria di sampingnya.
Acara itu akhirnya dimulai membuat penonton riuh menyoraki nama pemain yang sudah sering wara-wiri di arena boxing, sudah pasti acara akan berjalan sengit nantinya.
“Kau pegang yang mana?" Jourell bertanya iseng kepada Letizia.
Letizia mengerutkan bibir menatap kedua petarung yang saling menunjukkan tatapan sengit itu. “Aku yang merah, kalau menang selama seminggu kau tidak boleh merokok," kata Letizia.
Jourell tertawa renyah mendengar itu lalu mengusap hidung Letizia gemas. “Belum apa-apa sudah mencuri start.”
“Terserah, aku pilih yang merah pasti menang." Letizia mengangkat dagunya sedikit menunjukkan kesombongan karena yakin jagoannya pasti menang.
“Kalau kalah?”
“Tidak akan." Letizia lagi-lagi menyahut penuh keyakinan meski ia tak tahu apakah yang ia pilih akan lebih jago atau lebih lemah.
Jourell hanya tersenyum samar, kembali menarik Letizia agar lebih merapat seraya menikmati acara boxing yang telah dimulai. Pertandingan yang sengit dan menegangkan membuat penonton pun sangat riuh. Pastinya taruhan sudah di pasang besar-besaran oleh beberapa orang.
“Jourell, lihatlah jagoanmu kalah. Woho!” Letizia berseru penuh semangat saat jagoannya tampak memberikan perlawanan sengit yang membuat lawan pontang-panting.
“Tidak ada tokoh utama yang menang diawal, lihat saja nanti," sahut Jourell sangat tenang menonton pertandingan seraya menikmati segelas Vodka. Malam ini ia tidak ingin minum terlalu banyak, karena ada urusan yang perlu diselesaikan.
Letizia melirik Jourell sinis dengan penuh cibiran yang membuat wajahnya semakin menggemaskan. Ia ternyata mulai menikmati pertandingan sampai ikut berteriak-teriak. Jourell yang tadinya fokus pada pertandingan pun seketika teralihkan perhatiannya, terpaku pada setiap ekspresi kecil menggemaskan dari istrinya itu.
“Dia memiliki mata yang benar-benar cantik. Senyumnya selalu tulus dengan binar kebahagiaan yang meneduhkan. Suaranya indah bagai nada-nada yang berdegung pada syair puisi. Dan ternyata masih sama, setiap senyum manisnya membuat aku lupa akan rasa sakit yang pernah ada.”
“Hahahah Jourell, lihatlah jagoanmu kalah!” Letizia berseru sangat heboh saat Wasit mulai menghitung pada lawan yang telah KO itu.
Jourell justru tersenyum tipis, bukan karena pertandingan melainkan turut bahagia melihat senyum ceria itu lagi. “Belum saatnya merayakan kemenangan, lihat saja setelah ini,” ucap Jourell tak kalah percaya dirinya.
Letizia mencibir malas dan menikmati pertandingan kembali karena memang pertarungan semakin sengit.
“Ahh Jourell, kenapa yang merah sepertinya akan kalah?” Letizia merengek khawatir karena jagoannya terhimpit dan seperti susah untuk melawan.
Masih dengan senyum manis terukir di bibir Jourell menggulung rambut panjang Letizia lalu menciumnya dengan mata terpejam. “Artinya ... malam ini adalah malamku, Sayang.”
Suara Jourell yang lembut penuh bisikan itu membuat Letizia membeku seketika, ia berusaha mengabaikan namun tangan Jourell ternyata tidak tinggal diam membuat saraf-saraf tubuhnya seperti tak berfungsi. Sial, kelemahannya kembali menyerang hingga mata pun tiba-tiba teralihkan sepenuhnya pada sosok Jourell.
Jourell pun begitu, merasa pertandingan itu tak lagi menarik baginya. Ia merapatkan wajah, mengecup lembut bibir atas Letizia. Namun, sebelum bibir itu menempel terdengar suara menyebalkan yang mengacaukan segalanya.
“Woho, Kakak! Apakah pertandingannya kurang menarik?” Jasson berseru dengan tawa yang renyah, ia melangkah santai mendekati Kakaknya dengan rokok di tangannya dengan santai.
Raut wajah Jourell berubah sangat masam, ia menunggu adiknya itu sampai berada di dekatnya lalu menendang kaki pria itu cukup keras. “Menganggu, kenapa kau datang?”
Bukannya menjawab Jasson justru memiringkan kepalanya memandang Letizia yang menundukkan pandangan malu. “Hold on, hold on. Biarkan aku berkenalan dengan Kakak iparku dulu. Hai, Kakak ipar?” kata Jasson mengerlingkan mata menggoda seraya mengulurkan tangan kepada Letizia.
Letizia sempat keheranan mendengar panggilan yang diberikan Jasson padanya. “Kakak ipar?” Ia bertanya memastikan, apakah tidak salah? Apa Jasson memang adik dari suaminya?
“Ya, jangan bilang Kakakku tidak bercerita punya adik setampan aku? Wah parah nih," seloroh Jasson memandang Jourell dengan sorot mata pura-pura kesalnya.
“Banyak bicara. Katakan ada apa kau datang!” Jourell enggan menanggapi adiknya, ia pun mengabaikan tatapan penuh rasa ingin tahu dari Letizia.
Jasson mengangkat bahu malas, ia pun segera mendekatkan wajahnya memberikan informasi yang membuat kedua mata Jourell berkilat-kilat.
“Dimana dia sekarang?” tanya Jourell berubah sangat serius ekspresinya.
Jasson memberikan gestur arah belakang yang langsung dimengerti oleh Jourell, ia pun bergegas bangkit untuk menyelesaikan urusannya. Namun, ia menyadari tatapan Letizia yang tidak lepas memandangnya sejak tadi. Jourell menghentikan langkah lalu mengelus lembut kepala Letizia.
“Aku ada urusan sebentar, kau di sini dengan Jasson,” ucap Jourell lembut sekali dengan raut wajah sedikit bersahabat.
“Nggak lama 'kan?” Letizia menatap Jourell dengan keraguan, merasa tak nyaman pastinya karena bertemu orang-orang baru.
“Janji nggak lama.” Jourell mengangguk mantap, kembali mengulas senyum sebelum meninggalkan Letizia.
Sikap Jourell itu menuai cibiran dari Jasson yang terheran-heran melihat Kakaknya yang berubah sangat manis seperti itu. Selama 6 tahun terakhir, siapa wanita yang bisa membuatnya berbicara lembut seperti itu selain Mamanya?
*
Jourell memasuki toilet yang telah dijaga oleh beberapa anak buahnya. Ia melihat sosok pria dengan keadaan tangan terikat dan mulut yang ditutup lakban. Pria itu adalah mata-mata yang kembali tertangkap saat memergoki transaksi yang dilakukan oleh anggota Klan Atmajaya.
“Kau ingin mengatakan sesuatu, Mario?” Jourell bertanya lembut sekali, tangannya terulur memegang rambut pria yang bernama Mario itu lalu beberapa detik kemudian menjambak rambutnya kasar.
“Kau pasti terkejut melihat wajahku?”
Mario terlihat semakin marah berusaha melepaskan diri dengan berontak. Jourell yang melihat itu segera melepas lakban yang menutupi mulutnya.
“b******n! BIADAB, ternyata kau dibalik semua transaksi gila ini!” teriak Mario benar-benar syok melihat wajah sang penguasa yang selama ini dicari-cari.
Jourell kembali tersenyum namun matanya berkilat-kilat. “Berbicaralah dengan sopan, Mario. Kau tahu dengan siapa kau berhadapan.”
“Ku rasa, aku perlu memberikanmu tepuk tangan karena telah berani mengintervensi bisnisku," ia menambahkan ucapannya dengan nada yang semakin serius.
Pria itu mencoba untuk melawan, tapi ikatan yang mengikatnya terlalu kuat. Ia kemudian tertawa melihat wajah Jourell itu dengan tatapan sengit.
"Kau tidak akan pernah lolos dari ini," kata pria itu dengan suara yang terengah-engah. "Kami sudah memiliki bukti yang cukup untuk menjatuhkanmu."
Wajah Jourell yang semula santai berubah menjadi mengerikan, ia mencekik leher Mario lalu membawanya berdiri. “Katakan dimana kau menyimpan chipnya, aku akan mempertimbangkan kematianmu," ujar Jourell enggan berbasa-basi.
Mario tertawa terbahak-bahak. “Sampai mati pun kau tidak akan menemukannya."
Jourell menarik napas dalam, mencoba menahan amarah yang semakin membakar di dalam dirinya. Ia mengambil rokok dari saku jasnya. Api rokok itu berkobar, Jourell menghisapnya dalam-dalam, lalu meniupkan asapnya ke wajah Mario yang terikat.
"Baik, aku pun tak suka basa-basi," kata Jourell dengan suara yang dingin dan menakutkan.Mario mencoba untuk melawan, tapi Jourell tidak peduli. Ia terus meniupkan asap rokok ke wajah Mario, membuat pria itu terbatuk-batuk.
"Sekali lagi aku tanya, di mana chipnya?" tanya Jourell dengan suara yang datar.
Mario menatap Jourell dengan mata yang penuh dengan kebencian. "Aku tidak akan memberitahumu!" teriaknya dengan suara yang keras.
Jourell tersenyum, lalu menghisap rokoknya lebih dalam. Api rokok itu berkobar, membuat Jourell terlihat lebih menakutkan. "Baiklah. Artinya kau pun tidak aku butuhkan lagi," kata Jourell dengan suara yang dingin.
Dengan gerakan yang cepat, Jourell mendorong Mario ke lantai, tanpa peringatan ia memukul kepala pria itu hingga beteriak keras hingga mulutnya terbuka. Disaat itu, Jourell langsung menggerus rokoknya tepat pada lidah Mario. Teriakan Mario semakin keras, membuat Jourell tersenyum puas.
"Kau tidak mau menjawab 'kan? Lebih baik tidak berbicara sampai kapan pun," kata Jourell dengan suara yang dingin. Ia melepaskan sabuk miliknya lalu melilitkan sabuk itu pada leher Mario dan tanpa rasa gemetar sekalian ia menjeratnya hingga pria itu tewas dengan darah yang muncrat mengenai tangan dan kemeja Jourell.
Jourell memaki kesal karena tubuhnya kotor, ia memberikan gestur kepada anak buahnya agar membawa manusia tidak berguna itu pergi lalu membersihkan tangannya.
“Han, ambilkan pakaian ganti untukku," titah Jourell dengan nada kasar.
“Baik, Tuan." Han—asistennya segera pergi meninggalkan tempat itu segera.
Jourell mendesis penuh kemarahan, setiap mata-mata yang mengintervensi bisnis gelapnya bisa ditangkap dengan mudah tapi bagaimana bisa sosok mata-mata 6 tahun lalu belum terungkap sampai detik ini? Padahal sosok itu telah membawa bukti kuat keterlibatan Jourell dalam selundupan barang ilegal dengan pihak asing.
“b******n! Kemana pun kau bersembunyi, aku pasti menemukanmu,” umpat Jourell segera merobek kemejanya kasar lalu membuangnya ke tempat sampah. Di saat bersamaan ia mendengar sesuatu yang seperti jatuh di luar ruangan.
“Siapa itu?”
Bersambung~