Bebek Mogok Bertelur

982 Kata
Aneh. Biasanya, bebek-bebek sudah ribut sedari subuh— kwek-kwek diiringi rebutan sarang. Tapi pagi ini— sunyi. Usrox berjalan pelan menuju kandang sambil mengucek-ngucek mata. Di belakangnya, Paijo menyeret ember pakan dengan semangat sisa-sisa. Pas mereka sampai di depan kandang, pemandangan yang mereka lihat membuat keduanya tertegun. Semua bebek… duduk diam. Nggak ada yang ribut. Nggak ada yang ngeluarin suara. Lebih parahnya lagi, nggak ada satu butir telur pun! "Jo—" bisik Usrox pelan. “Kamu liat apa yang aku liat?" Paijo meneguk ludah. "Iya, Srox. Mereka mogok kerja!" Mereka berdua berlarian ke dalam kandang, sibuk cek satu per satu sarang. Kosong. Kosong. Kosong semua. Usrox panik. "Astaga, Jo! Kalau mereka mogok, kita jualan apa?! Masa kita jualan kentut bebek?!" Paijo juga panik. "Jangan-jangan gara-gara pakan kemarin, Srox! Bebek-bebek kita trauma berat!" Mereka saling tatap, wajah tegang kayak lagi main film action. Usrox jongkok sambil memegang kepala. "Ini kacau, Jo. Banget. Kita baru mau mulai jualan, eh malah kehabisan stok dari sumber utama." Paijo ikut jongkok, berusaha berpikir keras. Matanya menyipit, bibirnya monyong. "Apa kita harus motivasi mereka, Rox?" usul Paijo polos. "Kayak motivator itu, yang suruh orang percaya sama mimpinya?" Usrox mendelik. "Jo, ini bebek, bukan peserta seminar!" Mereka berdua terdiam lagi. Sampai akhirnya Paijo nyeletuk, "Gimana kalau kita anggap aja ini tantangan. Kita jalan terus, sambil cari akal." Usrox menoleh, penasaran. "Jalan terus gimana maksudnya?" Paijo berdiri, mengepalkan tangan ke langit. "Kita mulai dari yang kita punya dulu. Sisa telur asin eksperimen kemarin masih ada, kan? Kita bawa ke sekolah. Kita jualan kecil-kecilan. Cari modal dulu!" Usrox mikir sebentar. Otaknya berputar cepat. Telur asin rasa original memang masih ada. Walau rasa eksperimen kayak rasa durian dan rasa pedas maut— ya, itu harus dipikirkan ulang. "Jo, ide mu boleh juga," kata Usrox akhirnya, sambil bangkit. "Kita promosi di sekolah. Siapa tau laku, siapa tau malah jadi viral!" Paijo senyum lebar. "Siap, Bos! Kita jadi marketing handal!" Mereka pun mulai sibuk: membungkus telur asin seadanya dengan plastik kresek bersih, menulis label tangan ‘Telur Asin Bebek Bahagia’, dan memisahkan telur eksperimen ke kantong lain supaya kalau ada yang mau coba, siap mental. Pagi itu, setelah semua siap, mereka berdiri di depan rumah, membawa dua tas besar penuh telur asin. Usrox menghela napas panjang. "Jo, kamu yakin kita bisa jualan kayak gini?" Paijo menepuk pundaknya. "Yakin, Srox. Kita kan udah punya jurus pamungkas— senyum norak dan semangat 45!" Usrox ketawa kecil. "Ya udah, bismillah, Jo." Mereka pun melangkah menuju sekolah, dengan tas kresek bergoyang di punggung, tekad membara di d**a, dan secuil harapan bahwa telur-telur asin bebek bahagia ini akan membawa secercah perubahan. *** Di depan gerbang SMP tempat mereka sekolah, Usrox dan Paijo berdiri seperti dua salesman dadakan. Tas kresek mereka penuh telur asin, sebagian masih berembun karena baru keluar dari kulkas rumah. Usrox cek ulang daftar di genggamannya. "Oke, target kita hari ini: teman sekelas, kakak kelas, adik kelas, guru— asal jangan satpam. Satpam kemarin baru tilang aku karena parkir sepeda sembarangan." Paijo angguk-angguk sok serius. "Siap, Komandan! Operasi ‘Telur Bahagia’ dimulai!" Begitu bel masuk berbunyi, mereka lari ke kelas. Tapi, bukan belajar. Diam-diam, mereka mulai "jualan underground". Saat jam istirahat, Paijo membuka tas kresek di bawah meja. Aroma telur asin langsung menyebar pelan-pelan seperti kabut misterius. Rina, teman sekelas yang duduk dekat pintu, tiba-tiba berkerut sambil mendekat. "Eh, siapa yang makan sarapan di kelas?" katanya sambil mengibas-ngibas tangan di depan hidung. Usrox dengan cepat senyum paling manis. "Bukan sarapan, Rin. Ini dagangan spesial! Telur asin premium, produksi sendiri. Dijamin bebeknya bahagia sebelum bertelur!" Rina bengong. "Serius? Bebeknya senyum gitu pas bertelur?" Paijo nyengir, ikut nambah bumbu. "Lebih dari senyum. Bebek kita meditasi sebelum bertelur!" Rina ketawa ngakak. "Boleh lah, aku beli satu. Berapa?" "Promo spesial hari ini, lima ribu saja!" jawab Usrox cepat. Penjualan pertama berhasil! Setelah itu, berita ‘Telur Bebek Bahagia’ menyebar ke seluruh kelas kayak api membakar rumput kering. Anak-anak penasaran, sebagian karena mau coba, sebagian lagi karena pengen ngetawain. Tak lama, siswa-siswa lain mulai berdatangan ke meja Usrox dan Paijo. Ada yang beli, ada yang cuma iseng cium bau telur dan langsung minggir sambil pegang hidung. Bahkan Dimas, si ketua OSIS yang biasanya sok cool, datang sambil ketawa. "Eh, Usrox, Paijo, kalian pada waras jualan beginian?" Paijo sambil menyodorkan satu telur. "Waras dong! Kamu mau rasa original atau rasa durian?" Dimas melotot. "TELUR ASIN RASA DURIAN?!" Usrox cepat-cepat menutup mulut Paijo. "Yang durian belum ready, bro. Belum matang sempurna." Dimas ngakak sambil cabut, tapi diam-diam beli dua telur rasa original. Di sudut lain kelas, Fajar, si anak pintar yang suka bersih-bersih, tiba-tiba teriak. "BU, RUANGAN INI BAU TELUR BUSUK, BU!!" Usrox dan Paijo panik. Guru wali kelas, Bu Siti, mendekat dengan hidung mengendus-endus curiga. "Ada apa ini? Siapa bawa makanan aneh?" Seketika itu juga, semua siswa berpura-pura sibuk baca buku. Paijo buru-buru menyembunyikan tas telur di bawah meja. Usrox memberanikan diri, berdiri sambil menunduk. "Maaf, Bu, itu dagangan saya. Telur asin, Bu. Produksi keluarga." Bu Siti melotot. "Telur asin? Di kelas? Srox, kamu pikir ini pasar tradisional?!" Usrox cengar-cengir. "Nggak kok, Bu ini promosi edukasi wirausaha!" Paijo ikutan nyamber, sok serius. "Betul, Bu! Kami menerapkan pelajaran ekonomi kreatif!" Bu Siti memijat pelipisnya. "Baik. Kalau mau berwirausaha, jangan di kelas. Bawa ke kantin! Atur baik-baik. Kalau mengganggu, siap-siap dihukum!" Mereka berdua langsung salam komando kecil di belakang punggung. Misi hari ini: sukses separuh! Meski hasilnya belum banyak, semangat mereka justru makin membara. Telur asin "bebek bahagia" mulai dikenal di sekolah. Tinggal satu masalah: bebek-bebek di rumah masih mogok produksi. Dalam perjalanan pulang, sambil naik sepeda berboncengan (Paijo di belakang sambil pegang tas kresek kosong), Usrox melamun. "Jo, kalau bebeknya tetap mogok, kita jualan apaan?" Paijo mengangkat jari telunjuk, sok bijak. "Kita jual semangat, Rox. Semangat bebek bahagia!" Usrox ketawa lebar. "Gila, Jo. Kita mah jualan ideologi, bukan produk!" Mereka berdua tertawa sepanjang jalan, meski dalam hati, tahu mereka harus cari solusi beneran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN