Hari ini, Usrox dan Paijo datang ke sekolah dengan semangat menggebu. Mereka bawa dus kecil berisi telur asin produksi rumah, lengkap dengan tulisan spidol: "TELUR ASIN BAHAGIA, 5K AJA!"
Sebelum masuk kantin, Paijo narik lengan Usrox. "Srox, seriusan nih? Kita dagang resmi di kantin?"
Usrox ngangguk yakin. "Yakinlah! Bukannya Bu Siti juga bilang, kalau mau jualan jangan di kelas?"
Paijo manggut-manggut, walaupun dari ekspresinya kelihatan deg-degan setengah hidup.
Mereka dorong pintu kantin.
Bu Yani, si penjaga kantin, langsung ngelirik sambil nyapu meja. "Heh, mau ngapain bawa dus kayak mau pindahan?"
Usrox maju duluan. "Bu Yani, kita mau nitip jualan telur asin. Telur produksi peternakan sendiri, Bu. Bebeknya sehat, bahagia, bersertifikat— (dalam hati: ya sertifikat imajinasi sih)."
Bu Yani ketawa kecil, ngelirik Paijo yang cengengesan di belakang. "Yowis, asal jangan bau busuk aja, ya. Taruh di pojok sana, dekat kasir."
Usrox dan Paijo langsung semangat. Mereka buka dus, atur telur asin rapi-rapi di meja kecil dekat kasir. Mereka bahkan sempet-sempetnya bikin hiasan dari kertas warna-warni: gambar bebek pake kacamata hitam, dengan tulisan "Bebek Bahagia, Telur Luar Biasa!"
Baru lima menit, ada pembeli pertama.
Anak kelas 8 lewat, ngeliatin telur-telur itu.
"Ini apa, Bro?"
Paijo langsung maju kayak marketing handal.
"Ini, Bro, telur asin paling bahagia se-Indonesia! Rasanya mantap, bebeknya happy, makannya full organic!"
Anak itu nyengir. "Harga?"
"Lima ribu sebutir, Bro. Mau rasa original atau rasa manis asin?" (Padahal semua rasanya ya rasa telur asin biasa.)
Anak itu akhirnya beli satu. Usrox dan Paijo tos kecil di bawah meja.
"YES! Satu butir!" bisik Usrox.
Tapi, kegembiraan mereka nggak berlangsung lama. Dari pojokan kantin, muncul sesosok makhluk— Kak Dony, kakak kelas kelas 9, yang terkenal jago jualan cilok homemade.
Dengan gerobak kecilnya, dia dorong masuk ke dalam kantin sambil teriak: "CILOK HANGAT! CILOK PEDAS! BELI DUA GRATIS SENYUM!!"
Seketika perhatian seluruh anak-anak pindah ke gerobak cilok. Aroma cilok yang gurih panas langsung menyerbu hidung. Ada yang saus pedas, ada yang kacang, ada yang original.
Usrox melongo. Paijo makin panik. "Srox, kita kalah aroma."
Usrox ngelus dagu. “Kita harus bertahan, Jo. Ini persaingan bisnis sehat!"
Anak-anak mulai berkerumun di gerobak cilok Kak Dony. Sementara meja telur asin mereka mulai kayak lapak sepi pas bulan puasa.
Paijo berbisik, "Gimana, Srox? Kasih promo?"
Usrox mikir cepat. "Kasih, kasih! Beli tiga gratis satu selfie bareng kita!"
Paijo melongo. "Siapa juga yang mau selfie ama muka kita?"
Usrox nekat. Dia teriak. "PROMO! BELI TIGA TELUR GRATIS FOTO BARENG AGEN TELUR!"
Beberapa anak yang lagi ngantri cilok ngelirik sekilas— lalu balik lagi ke cilok. Gagal total.
Paijo pasrah, ngelus-ngelus telur. "Maafin kami, telur-telur. Kami belum cukup keren buat kalian."
Bu Yani yang ngeliatin dari kasir cuma geleng-geleng sambil senyum simpul.
Tiba-tiba, suara Kak Dony terdengar.
"Eh, adek-adek mau cilok, apa mau telur asin?"
Semua anak diem sebentar. Ada yang mikir.
Kak Dony nambah serangan pamungkas. "Kalau beli cilok, dapet saus pedas ekstra!" Anak-anak langsung heboh lagi ke gerobak cilok.
Usrox dan Paijo cuma bisa saling pandang lalu ketawa kecil, walaupun hati mereka sedikit mencelos.
"Woles, Jo," kata Usrox akhirnya, "Setiap pebisnis pasti pernah gagal di hari pertama."
Paijo angguk pelan. "Yang penting, kita udah berani mulai."
Mereka pun duduk di pojokan, sambil makan satu butir telur asin buat hiburan diri. Walaupun kalah saing sama cilok, hari itu tetap terasa luar biasa.
Usrox ngelirik sekeliling kantin. Anak-anak sibuk menyerbu cilok. Gerobak Kak Dony kayak lautan manusia kecil. Sementara meja telur asin mereka? Sepi kayak kebun kosong habis panen.
Paijo sambil ngunyah telur pelan-pelan, mendesah. "Srox, kalo kayak gini terus, kita bisa-bisa bangkrut sebelum kaya."
Usrox cengengesan. "Tenang, Jo. Ini baru hari pertama. Gagal itu biasa. Yang penting, besok kita upgrade strategi!"
Paijo bengong. "Upgrade apaan? Kasih bonus bebek sekalian?"
Mereka berdua ketawa cekikikan.
Tiba-tiba, dari arah kantin, Bu Yeni— guru bahasa Indonesia— datang mendekat.
Wajahnya serius. Usrox langsung tegak. Paijo juga buru-buru bersihin remah telur di mulut.
Bu Yeni berdiri di depan meja telur. "Ini jualan kalian?"
Usrox angguk. "Iya, Bu."
Bu Yeni ambil satu telur, muter-muter di tangannya kayak lagi inspeksi. "Telur asin, ya?"
"Iya, Bu! Telur bebek bahagia! Bebeknya makan organik, dipijat tiap malam, dikasih lagu klasik." kata Paijo semangat, ngarang sambil senyum pede.
Bu Yeni nyengir tipis. "Bagus. Semangat wirausahanya tinggi. Tapi besok jangan ganggu aktivitas kantin ya. Kalau bisa, jualannya di jam istirahat aja."
Usrox dan Paijo saling pandang lega. Disangka mau dimarahin berat, ternyata cuma dikasih saran.
"Iya, Bu! Siap, Bu!" jawab mereka kompak.
Bu Yen8 ambil dompet, bayar satu telur, dan pergi sambil ngunyah pelan-pelan.
Usrox meletakkan uang ke kantong plastik kecil. "Jo, kita untung seribu hari ini."
Paijo pura-pura wipe air mata. "Seribu pertama, Rox. Ini sejarah."
Mereka saling tos kecil, lalu mulai beres-beres dus.
Hari sudah menjelang sore. Anak-anak mulai bubar dari kantin, gerobak cilok Kak Dony juga sudah setengah kosong.
Saat Usrox dan Paijo keluar dari kantin, sambil bawa dus berisi telur-telur sisa, Kak Dony sempat melambaikan tangan sambil senyum jahil. "Semangat, Adek-adek Pengusaha!"
Paijo balas lambaian itu sambil setengah meringis. "Srox, dia itu mengejek atau beneran semangatin, ya?"
Usrox nyengir. "Gak penting, Jo. Yang penting kita besok jualan lagi."
Paijo ngangguk. "Deal! Tapi kayaknya kita butuh ide baru biar lebih keren."
Mereka berdua jalan pelan menuju gerbang sekolah, diiringi suara dus telur yang kresek-kresek di tangan. Matahari sore mengintip malu-malu dari balik atap sekolah, seolah ikut menyemangati dua bocah itu.
Di dalam hati, mereka tahu— ini baru permulaan. Dan pertarungan sesungguhnya baru akan dimulai.