Suasana malam di peternakan keluarga Usrox biasanya damai. Cuma suara jangkrik, bebek-bebek yang tidur sambil ngorok pelan, dan sesekali suara Pak Usrox ngigau soal harga pakan.
Tapi malam itu ada yang aneh.
Usrox terbangun karena suara gaduh di luar. Suara “krasak-krusuk” disertai “wek-wek” panik dari kandang. Dia langsung bangkit, pakai sarung sambil ngucek mata, dan lari keluar rumah.
“Paijo!! Bangun woy!!”
Paijo yang tidur di bilik belakang langsung jatuh dari dipan, mukanya nyungsep di bantal. “Ada apaan?! Kebakaran? Elsa ngambek?”
“Nggak tahu! Bebek-bebek ribut!”
Mereka lari berdua ke kandang. Lampu kandang mati. Gelap. Hanya suara bebek panik dan langkah mencurigakan di balik tumpukan karung pakan.
Usrox nyalain senter. “Siapa di situ?!”
Tak ada jawaban. Hanya suara “cetuk… cetak… cetuk…”
Tiba-tiba, dari balik karung, MUNCUL SEEKOR MAKHLUK HITAM LEGAM dengan mata merah kecil menyala.
“AAAAAAAAAAAAAA!!!” Paijo lari balik ke rumah.
“TUNGGU WOI!” Usrox mencoba tetap tenang, walau lututnya gemeteran.
Saat cahaya senter menyorot lebih jelas… ternyata “makhluk” itu adalah… SEKAWANAN TIKUS RAKSASA.
Lebih dari 10 ekor, besar-besar, seperti alumni program gym untuk tikus.
Mereka lagi berpesta pora di tempat pakan. Beberapa naik ke rak, lainnya ngacak-ngacak telur bebek. Bahkan satu tikus enteng banget gendong telur sambil lari.
“Srok kita dijarah tikus mafia,” bisik Paijo yang sudah balik lagi, sekarang bawa sapu.
Tanpa banyak omong, mereka ambil posisi. Usrox bawa ember, Paijo bawa sapu.
“OPERASI BERSIH KANDANG, DIMULAI!!”
Dan dimulailah malam paling rusuh sepanjang sejarah kandang itu.
Usrox lari ke pojok sambil melempar ember, “INI KANDANG SAYA, BUKAN KOS-KOSAN KALIAN!!”
Paijo mengejar tikus sambil teriak, “KEMBALIKAN TELURNYA, ITU PESENAN GURU BK!!”
Tikus-tikus lari kocar-kacir. Tapi mereka licin. Kayak punya GPS internal. Satu tikus bahkan balik lagi buat ngambil kulit semangka Elsa.
“Ampun,” desah Usrox. “Mereka bukan tikus biasa, Jo. Ini geng berencana.”
Setelah 30 menit kejar-kejaran, keringat, benturan kepala, dan satu telur pecah karena terinjak Paijo sendiri, akhirnya mereka berhasil mengusir sebagian besar tikus. Sisanya kabur entah ke mana.
Kandang hancur. Karung pakan jebol. Beberapa telur rusak. Dan Elsa berdiri di pojok, nempel di dinding kandang seperti lagi menahan trauma batin.
“Elsa, kamu nggak apa-apa?” tanya Paijo pelan.
Elsa menatap nanar. Lalu kentut pelan. Itu berarti dia masih hidup.
Setelah situasi tenang, Usrox dan Paijo duduk di bangku kecil depan kandang. Napas ngos-ngosan.
“Kita harus bikin sistem keamanan, Jo.” Usrox menatap langit.
“Pakai apa? Laser? Satpam?” balas Paijo.
“Minimal jebakan tikus dan lampu kandang cadangan. Dan mulai besok, telur harus disimpan di box yang aman.”
Paijo mengangguk lemas. “Tikus-tikus itu pintar. Kita harus lebih pintar. Jangan mau kalah sama hewan yang nggak punya jadwal pelajaran.”
Usrox mendesah. “Kadang aku ngerasa kita nggak dikasih jalan gampang ya?”
“Karena kita bukan pemain sinetron, Srox. Kita penjual telur bebek,” kata Paijo sambil pegang pundak sahabatnya.
Mereka tertawa kecil. Letih. Tapi semangat.
Di belakang mereka, Elsa pelan-pelan turun dari dinding, mendekat dan menyender ke kaki Paijo.
“Hari ini kita selamat, El— tapi besok, kita harus lebih siap,” bisik Paijo ke bebek kesayangannya.
Langit mulai cerah. Matahari belum muncul, tapi fajar menyingsing. Malam panjang usai. Tapi tantangan belum selesai.
***
Setelah Elsa kembali tenang dan Paijo berhasil mengepel sisa medan perang (alias kotoran tikus dan serpihan pakan), Usrox masuk ke rumah sambil menyeret sandal yang satu talinya putus karena aksi heroik tadi.
Di dapur, Emak sedang mengaduk teh jahe. “Kalian ribut apa lagi di luar tadi?” tanya Emak curiga.
Usrox duduk dengan nafas masih ngos-ngosan. “Tikus, Mak. Tikusnya gede-gede, kayak baru lulus S3 ngacak-ngacak pakan.”
Emak melotot. “Tikus? Gede? Mengambil pakan?”
“Mengambil telur juga, Mak. Bahkan satu tadi bawa kabur kulit semangka Elsa.”
Emak langsung berdiri. “Itu bebek kesayangan emak loh! Besok kita pasang racun!”
“Eh, jangan, Mak! Nanti bebeknya ikut keracunan.”
Paijo muncul dari belakang dengan ide, “Gimana kalau kita bikin jebakan dari ember dan sandal bekas? Kasih umpan kulit semangka. Dijamin ampuh.”
Emak mendengus. “Kayak jebakan zaman perang kemerdekaan aja.”
Tapi besoknya, mereka benar-benar bikin jebakan. Bahkan Bapaknya Usrox ikut bantu bikin perangkap dari kawat bekas antena TV dan satu galon kosong yang diisi logam biar bunyi kalau digeser. Mereka menamainya “Alarm Tikus 3000”.
Sorenya, Pak RT lewat. “Apa ini, Usrox?”
“Perangkap tikus, Pak.”
“Kenapa kayak rumah uji coba roket NASA?”
“Kami inovatif, Pak,” jawab Paijo dengan bangga.
Pak RT garuk-garuk kepala. “Hati-hati jangan sampai kucing tetangga masuk.”
Malam tiba. Kandang di siaga 24 jam. Usrox jaga shift pertama, Paijo shift kedua.
Pukul 10 malam, suara “ting-ting-ting!” terdengar dari galon.
Usrox lari ke kandang. Lampu senter dinyalakan. Dan ternyata, seekor tikus masuk ke perangkap, sedang nangkring manis di atas kulit semangka.
Usrox loncat kecil. “BERHASIL!”
Dia bangunin Paijo, lalu selfie bareng hasil tangkapan pertama. “Satu tikus turun, 99 masih berkeliaran.”
Paijo menguap. “Tapi ini awal yang baik, Srox. Kita nggak boleh nyerah.”
“Yap. Ini bukan cuma soal jualan telur. Ini soal bertahan hidup.”
Elsa dari kandang pelan-pelan menoleh dan kentut lagi.
Paijo mengangguk serius. “Tanda restu dari ratu bebek.”
Menjelang pagi, dengan satu tikus berhasil ditangkap, kandang lebih tenang, dan Elsa tidur nyenyak, Usrox menatap langit yang mulai cerah.
“Mungkin hidup kita belum stabil, Jo,” ujar Usrox.
“Tapi kita punya ide-ide kacau dan sahabat gila. Itu cukup,” balas Paijo.
Mereka saling tos, lalu menutup pagi dengan satu kalimat penuh semangat, “Kita belum menang tapi kita belum kalah!”