Yaksa dan teman-temannya menjauh dari Andra. Setelah terjatuh, Andra bangun dengan mata mengkilap merah. Andra merangkak menatap teman-temannya dengan ganas.
"Siapa kamu?" tanya Egi memberanikan diri. Karena pemuda itu yakin, Andra telah dirasuki setan yang tadi ada di boneka.
"Erghhhhh!" erang Andra seperti ingin mengaung.
"Macan putih," celetuk Yaksa tiba-tiba.
"Jangan ngada-ngada, Sa!" ucap Zidan yang berlindung di balik punggung Zafra.
"Arghhhhh!!" Andra menyerang Yaksa, yang langsung dihindari pemuda itu.
"Sa, mantra penghilang setan, Sa!" ucap Egi. Pria itu tiba-tiba gupuh.
"Gimana? Aku gak tau." balas Yaksa.
"Arghhhhh!!" Yaksa lagi-lagi diserang Andra. Andra terus merangkak sambil berusaha menyerang. Yaksa yakin seratus persen bawa dalam tubuh Yaksa, ada mahluk halus berupa macan putih.
Menurut kepercayaan, Jailangkung, boneka dari batok kepala yang didandani seperti manusia. Dengan ritual-ritual yang benar, roh orang mati akan memasukinya. Saat sudah masuk dalam boneka itu, maka sang pawang akan menanyakan siapa nama sebelum mati, kenapa bisa mati, dan lain-lainnya. Sejatinya, orang yang sudah mati, Roh nya akan berpindah ke alam lain. Kalaupun jailangkung menjawab semua pertanyaan pawang, kalau dia roh orang mati, maka itu sepenuhnya bohong. Iblis jahat lah yang memasuki boneka itu, dan mengatakan dengan kepalsuan.
"Sa, pamitan sama Roh nya. Suruh pergi!" ucap Zafra.
Dengan memberanikan diri, Yaksa mendekati kepala Andra. Mengusap kepala temannya yang saat ini sangat ingin menyerangnya. Yaksa membaca Ayat kursi yang ia hapal sampai berkali-kali, bukannya hilang, Andra malah menubruk Yaksa.
"Argghh tolongin!" Yaksa merintih saat Andra menindihnya. Egi, Zafra dan Zidan membantu memisah mereka.
"Andra sadar, Ndra!" Egi menepuk-nepuk punggung Andra.
"Baringkan Andra. Pegangi kaki dan tangannya!" titah Yaksa. Egi dan si kembar memegangi Andra. Andra meronta-ronta. Saat kesurupan, kekuatan manusia jadi berkali-kali lipat lebih kuat.
Yaksa memegang wajah Andra. Membaca istigfar, dzikir dan tasawuf berkali-kali. Suara langgam-langgam jawa mulai terdengar. Bulu kuduk ke empat bocah itu berdiri tegak-tegak.
"Sa, beneran bisa kan hilanginnya?" gugup Zidan.
"Arghhhh!" teriak Andra saat Yaksa mencekik lehernya.
Andra terbatuk-batuk memegangi lehernya. Tiba-tiba, badannya terasa sangat sakit semua. Pundaknya sudah seperti ditimpa beton.
"Ndra, kamu gakpapa kan?" tanya Yaksa menepuk pipi Andra.
"Bantuin aku bangun!" jawab Andra. Yaksa membantu Andra bangun, tapi tubuh Andra berkali-kali lebih berat.
"Ndra, kamu udah gak kesurupan lagi kan?" tanya Egi memastikan.
"Aku kesurupan?" tanya Andra tidak percaya.
"Iya, kamu kesurupan. Kamu coba nyerang Yaksa sedaritadi."
Andra meremang. Seumur hidup, ia tidak pernah kesurupan. Andra ingin bangun, namun lagi-lagi tubuhnya terjatuh.
"Tolongin! Kenapa tubuhku berat?" ringis Andra. Yaksa dan Egi sudah membantu Andra bangun. Tapi tetap tidak bisa. Seolah ada yang menahan tubuh Andra dengan kuat.
Andra sudah sangat ketakutan. Kakinya juga sangat dingin. Yaksa membaca doa, menepuk-nepukkan pada punggung Andra. Seketika, Andra langsung meloncat bangun.
"Aaaaaa setan!" teriak Zidan, Egi dan Yaksa bersamaan. Mereka berlima berlari menjauhi mahluk putih yang berdarah-darah dengan wajah rusak. Bukannya lari keluar hutan, mereka berlima malah berlari memasuki hutan lebih dalam. Mereka berpegangan tangan agar tidak berpencar.
"Berhenti!" pekik Egi membuat teman-temannya menghentikan langkahnya mendadak.
Mereka sudah ingin ngompol saat dihadang sosok putih menyerupai pocong, dengan tinggi lebih dari dua meter. Lama kelamaan, pocong itu makin membesar.
"Pergi dari sini. Pocong bisa nyembur." ucap Yaksa mengawali menggeret teman-temannya. Mereka berlari kearah barat sambil sesekali menengok ke belakang. Bukannya menghilang, sosok itu malah makin membesar.
"Di balik pohon pisang!" pekik Egi membuat semunya menoleh. Kuntilanak merah menampakkan dirinya dengan samar-samar. Mereka terus berlari sambil berkomat kamit.
Hutan belantara yang angker kini diusik oleh kelima anak bau kencur. Wajar bila penghuni dan sesepuh marah. Selama ini, orang pintar pun tidak ada yang mau memasuki hutan saat malam hari. Para youtubers yang ingin bikin konten tentang hantu pun, berakhir hilang berhari-hari disana.
"Kenapa ini jalannya gak sampai-sampai?" keluh Zafra.
"Daritadi kita cuma muter-muter, baliknya juga disini." ucap Yaksa yang baru sadar.
"Jangan mulai becanda!" kesal Zafra tanpa sadar.
"Tenang dulu, kita coba balik arah." usul Egi.
"Ogah ketemu pocong sama kunti." protes Zidan.
"Trus gimana? Kita terjebak disini!" ucap Egi.
"Salah kalian. Kenapa juga pakai ide buat main jailangkung. Gini kan hasilnya."
"Udah, jangan salah-salahan!" bentak Yaksa. "Kita cari jalan keluar sama-sama. Tetap gandengan gini tangannya. Jangan sampai ada yang terlepas!"
Mereka makin mengeratkan pegangan masing-masing. Keringat sibiji jagung membasahi kening mereka semua.
"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno ... Ojo tangi nggonmu guling.. Awas jo ngetoro ... Aku lagi bang wingo wingo ... Jin setan kang tak utusi ... Dadyo sebarang ...Wojo lelayu sebet.."
"Lingsir wengi. Suara siapa?" bisik Andra.
"Hanya orang parno yang takut sama lagu itu. Mungkin penduduk sebrang yang nyanyi." ujar Egi menenangkan.
"Penduduk gimana? Kita jauh dari penduduk." kesal Andra.
"Jangan dorong-dorong, dibawah curam." ucap Yaksa tiba-tiba.
"Yaksa, please. Jangan nakut-nakutin. Aku udah mau ngompol." keluh Zidan.
"Udah udah tenang, jalan pelan-pelan. Kalau ada setan lagi, jangan lari. Baca doa sebisa kalian." ucap Yaksa mencoba menenangkan keadaan yang makin mencengkam.
Srek!
Srek!
Srek!
Suar orang berjalan dengan menyeret kaki, terdengar di pendengaran kelima pria itu. Tanpa aba-aba, mereka menolahkan kepala spontan.
"Aaaaaaaaa!!!"
"Wajah rata!!!!"
Mereka menjerit histeris saat wanita berwajah rata menampakkan dirinya. Wajah putih tanpa mata, hidung dan mulut membuat mereka berteriak. Melihat dari dekat, membuat mereka tak punya tenaga untuk lari. Mereka mundur pelan-pelan dengan kaki gemeteran.
Bibir mereka komat kamit, membaca doa yang mereka bisa. Jin ada yang baik dan ada yang jahat. Kalau jin baik, biasanya akan menolong manusia, begitu pula yang jahat akan menjerumuskan manusia. Wanita berwajah rata itu mendorong kelima pria hingga jatuh ke bawah tanah yang curam.
"Arghhhhh!"
Bughhh!
Mereka jatuh serentak di pinggir danau hijau dengan air yang tenang. Semua tak sadarkan diri.
Prang!
Teng!
Sheet!
Srek!
Suara bunyi-bunyi belati yang beradu satu sama lain, memekakkan telinga. Yaksa berperang melawan kumpulan setan dan jin dengan membawa parang dan belati.
Setan-setan yang merasa terusik dan terancam, berbondong-bondong menyerang Yaksa. Yaksa tak mau kalah. Pria itu juga ikut menyerang. Meski ia merasa kakinya tak memijak tanah. Yaksa merasa tubuhnya melayang-layang di udara. Sedangkan tangannya memegang belati dan parang yang siap menebas hantu-hantu yang mengajaknya perang.
Beberapa kali Yaksa terjatuh, tapi ia bangkit lagi. Menyerang dengan membabi buta. Tapi, satu lawan banyak tetap akan tidak imbang. Yaksa kalah. Jatuh tergeletak di tanah dengan bercucuran darah.
"Itulah yang namanya berperang dengan mahluk halus. Tapi, kamu kalah anak muda." bisik seorang kakek tua terkekeh di telinga Yaksa.
"Yaksa bangun!"
"Yaksa, heh Yaksa udah siang!"
"Yaksa!"
Egi, Andra, Zidan dan Zafra menggoncang tubuh dingin Yaksa yang masih asik terpejam. Padahal, mereka sudah bangun sekitar lima jam yang lalu. Mereka kaget, saat bangun dalam keadaan baik-baik saja, meskipun masih di pinggiran danau. Kalau dilogika, orang yang jatuh dari ketinggian, akan babak belur. Tapi, mereka tak merasakan sakit apapun.