Elaine duduk di kursi belakang taksi yang perlahan meninggalkan klinik, pandangannya kosong menatap keluar jendela yang dihiasi tetesan gerimis. Hujan masih saja mulai turun, namun tak lagi selebat waktu dia datang. Jalanan kota terlihat kabur dan penuh bayangan yang berbaur dalam kesuraman. Tangan Elaine yang gemetar memegangi foto hasil USG yang dia sisipkan dengan rapi di dalam tasnya, seolah benda kecil itu menjadi jangkar yang menahannya agar tidak tenggelam dalam arus rasa bersalah dan kebimbangan yang menggelayut. Sopir taksi tampak fokus pada jalanan yang licin, sementara Elaine merapatkan cardigan rajutnya, mencari sedikit kehangatan di tengah udara dingin yang tiba-tiba menyergap. Matanya masih terasa pedih, sisa-sisa air mata tadi menggantung di sudut-sudut pandangan, tapi