Amira berdiri di depan cermin di ruang kerjanya, menatap bayangannya yang tercermin dengan wajah kosong dan lelah. Hari-hari terakhir telah menguji dirinya dengan cara yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kejayaan yang dulu ia impikan kini hanya menyisakan kehampaan. Proyek penelitian yang seharusnya menjadi kebanggaannya kini berakhir dengan kegagalan, dan reputasinya hancur berantakan, sementara Elaine terus melaju tanpa halangan. Sebuah ironi, pikir Amira, bagaimana dia yang telah menghabiskan begitu banyak usaha dan waktu, justru kalah dari wanita yang bahkan tidak memiliki ambisi seperti dirinya. Namun, semakin dia merenung, semakin dia menyadari bahwa perasaan marah dan iri itu tak akan membawa keuntungan apapun. Semua usahanya untuk menumbangkan Elaine hanya berakhir dengan