Bab 3 Inikah Jatuh Cinta?

1159 Kata
Jujur, aku sedikit penasaran dengan Arsalan. Apa dia sering ke perpustakaan juga? Atau baru kemari hari ini? Sepertinya aku baru melihatnya hari ini, atau aku mungkin aku saja yang tidak sadar. Terbesit dalam pikiranku untuk mengetahui banyak hal tentang dia. Aku pun segera mengenyahkannya. Tidak boleh. Aku sekolah untuk belajar, bukan untuk tujuan lain. Aku mendengar dua siswi di belakangku sedang berbisik tentang Arsalan. "Kak Arsalan Daffa memang keren, ya? Tegas orangnya." "Namanya juga anak Kepala Sekolah. Siapa yang berani melawannya?" Oh, ternyata anak Kepala Sekolah. Batinku. Mendengar mereka memanggilnya kakak, berarti Arsalan kakak kelasku. Entah kelas XI atau XII. Rasa penasaranku kembali lagi, buru-buru aku mengusirnya. Sepeti biasa sepulang sekolah aku segera mengganti pakaianku. Sore ini aku berkeliling menjual kue bagelen Nenek Ana ke desa tetangga. Aku membawa sepeda sore ini, karena cukup jauh jika berjalan. Kue bagelennya sudah hampir habis, karena sebentar lagi magrib aku memutuskan untuk pulang. Aku sedang mengendarai sepeda dengan sedikit terburu-buru. Tiba-tiba ada anak kucing menyeberang, aku pun terkejut dan membanting sepedaku ke kiri. "Ah!" pekikku. Aku lihat telapak tanganku lecet, dan lututku nyeri. Sepertinya lututku juga luka. "Apa kamu terluka?" tanya seorang laki-laki, lalu membantuku bangun. "Sedikit." Aku mendongak melihat wajahnya. "Kak Arsalan?" Aku segera menutup mulutku, bagaimana bisa aku menyebutnya namanya. Arsalan mengerutkan dahinya. "Kamu kenal aku?" "Ti-tidak ... aku rasa pernah melihat Kakak ... di sekolah," jawabku terbata-bata. "Ah, kamu adik kelasku rupanya. Siapa namamu?" Arsalan mengulurkan tangannya. "Namaku Falisha." Aku menyambut uluran tangan Arsalan. "Nama yang cantik," pujinya. "Kamu mau pulang? Dimana rumahmu?" "Iya, Kak. Rumahku dekat sini. Aku pulang dulu ya. Terima kasih sudah membantuku," ujarku, lalu cepat-cepat mengambil sepedaku dan menuntunnya. Tanpa menunggu jawabannya, aku berjalan cepat menuntun sepedaku agar menjauh dari Arsalan. Entah mengapa sepertinya ada yang aneh pada jantungku saat berhadapan dengan Arsalan. Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Dan lagi dia memuji bahwa namaku cantik. Aku makin tidak mengerti mengapa hal kecil itu bisa membuat aku sebahagia ini. Tanpa sadar aku memasuki halaman rumah Nenek Ana sambil senyum-senyum sendiri. "Kamu kenapa, Fal?" Nenek Ana sedang duduk di kursi teras pun bangkit dan menghampiriku. "Tidak apa-apa, Nek. Tadi terjatuh," jawabku sambil menunjukkan telapak tanganku. "Kamu jatuh dari sepeda? Tapi kenapa malah pulang dengan senyum-senyum sendiri?" Aku baru menyadarinya. Nenek Ana bertanya karena melihat aku senyum-senyum sendiri, bukan menanyakan tentang keadaanku. "Aku kira Nenek bertanya kenapa karena lukaku." Aku mengerucutkan bibir sambil menunjukkan telapak tanganku yang lecet. "Tadi Nenek belum lihat lukamu, mana Nenek tahu kamu jatuh dari sepeda. Nenek kira jatuh cinta, karena lihat kamu senyum-senyum sendiri. Takut kesambet," gurau Nenek Ana. "Sini Nenek obati lukamu." Nenek Ana menuntunku masuk ke rumah. Aku rasa pipiku memerah sekarang, karena malu pada nenek. Apa benar aku jatuh cinta? Pada Arsalan? Tidak, tidak boleh. Aku harus segera menghindarinya mulai sekarang, sebelum aku benar-benar jatuh cinta padanya. *** Jam istirahat tiba. Seperti biasa setelah memakan bekalku di kelas, aku menuju perpustakaan. Aku sedang memilih buku, membaca judulnya satu per satu dengan jemariku menyentuh buku-buku itu di rak. Dan kemudian berniat menarik salah satu buku yang aku cari, sampai satu tangan lebih dulu mengambilnya. Aku pun menoleh dengan kesal, untuk melihat siapa yang merebut bukuku. "Kak Arsa?" Aku tercengang. "Apa aku boleh membacanya lebih dulu?" tanya Arsalan. "Oh, boleh." Setelah menjawabnya aku bermaksud pergi, namun dia menghalangiku. Aku ke kanan, dia ikut ke kanan. Aku ke kiri, dia pun ikut kiri. Mengapa dia menghalangi jalanku? "Permisi, Kak. Saya mau lewat." Aku menunduk tanpa berani menatapnya. Bukannya minggir, Arsalan malah meraih tanganku dan menaruh buku tadi. "Ini, kamu baca saja duluan." Tindakan Arsalan membuatku mendongak menatapnya, dia juga sedang menatapku. Mata kami bertemu dan berpandangan beberapa detik. Untungnya aku segera sadar, dan berbalik. Berjalan menjauhi Arsalan dengan membawa buku itu. Aku duduk di salah satu kursi panjang terpojok yang tersedia di perpustakaan. Aku butuh menjauh dari Arsalan. Aku masih menstabilkan napas dan detak jantungku. Aku menghela napas panjang sambil mengelus-elus dadaku sendiri. Baru saja aku hendak membuka bukuku, Arsalan kini malah duduk di sebelahku. "Kakak kenapa duduk disini?" Pertanyaan bodoh macam apa yang aku lontarkan ini. Aku merutuki diriku sendiri. "Hm, memangnya tidak boleh? Kalau begitu, aku akan duduk di tempat lain." Arsalan hendak beranjak dari duduknya, buru-buru aku menahannya. Bukan menahan karena keinginanku, namun karena aku merasa tidak enak hati padanya. "Tidak. Bukan begitu maksudku, Kak. Maaf jika pertanyaanku menyinggungmu." Bagaimanapun aku tidak mau memiliki masalah dengan anak Kepala Sekolah. Arsalan malah tersenyum menanggapiku. "Kamu lucu, Falisha." Aku pun balas tersenyum canggung, lalu membuka bukuku untuk mulai membacanya. Lebih tepatnya untuk mengindari obrolan lebih jauh dengan Arsalan. Sebenarnya aku tidak bisa fokus dengan bacaanku, karena ada dia di sampingku. "Sayangnya aku hanya punya satu tahun untuk bisa melihatmu," gumam Arsalan, yang aku tak tahu apa maksudnya. "Fal, kamu pulang sekolah dengan siapa?" tanyanya berbisik. "Naik angkot," jawabku berbisik juga. Kami takut mengganggu pengunjung perpustakaan yang lain, apa lebih tepatnya takut percakapan kami didengar orang lain? "Mau pulang dengan Kakak?" tawarnya. Jantungku hampir copot rasanya. Bisa-bisanya Arsalan menawariku untuk mengantar pulang. "Hm ... terima kasih tawarannya, Kak. Aku pulang sendiri saja." Tentu saja aku menolak halus. Aku baru saja masuk sekolah, dan masih ada tiga tahun ke depan untuk lulus. Aku tidak mau terganggu masalah apa pun. Aku harus fokus belajar dan lulus dengan nilai terbaik. Mungkin saja nanti aku bisa mendapatkan beasiswa lagi untuk kuliah. Dan lagi, aku merasa tidak pantas dengan Arsalan. Mungkin dengan siapapun aku akan selalu merasa begitu. Aku berjalan keluar perpustakaan karena bel tanda jam istirahat berakhir berbunyi. Arsalan sudah lebih dulu pergi. Tiba-tiba aku merasa lenganku di tarik kasar oleh seseorang. "Hei kamu! Anak kelas sepuluh aja udah belagu! Beraninya kamu dekat-dekat Daffa anak kelas dua belas!" maki salah satu siswi perempuan padaku. Di depanku, kini ada tiga orang. Aku pindai nama di seragamnya satu per satu. Meysitha, Liona, dan Risya. "Maaf, Kak. Saya tidak mengerti maksud kakak," ucapku dengan ekspresi datar. "Pura-pura bodoh rupanya dia!" cibir Liona. Aku semakin mengerutkan keningku. Enak saja aku dikatai bodoh, memangnya nilai mereka sebagus apa? Gerutuku dalam hati. "Kamu sedang apa di perpustakaan bersama Daffa? Di meja paling pojok lagi, hah? Dasar tidak tahu malu!" bentak Risya. "Aku peringatkan kamu Jangan dekat-dekat Daffa!" Meysitha mengibaskan rambutnya, lalu mengajak kedua temannya pergi. "Sialan!" umpat salah satu dari mereka sambil berlalu pergi. Aku masih mendengar jelas mereka mengataiku. Tanganku mengepal menahan amarah. Belum sempat menjawab perkataan mereka, namun mereka pergi meninggalkanku. Beberapa siswa dan siswi melihatku, walau tidak banyak. Karena sebagian sudah kembali ke kelas mereka. Akhirnya aku memilih melanjutkan langkahku kembali ke kelas, dari pada mengejar tiga kakak kelasku yang tidak penting itu. Sesampainya di kelas aku mulai berpikir. Aku di perpustakaan bersama Arsalan bukan Daffa ... ah namanya memang Arsalan Daffa. Aku lupa. Sepertinya hal ini perlu diluruskan. Bukan aku yang mendekatinya, namun laki-laki yang bernama Arsalan Daffa yang mendekatiku. Belum apa-apa saja aku sudah mendapat kejadian tidak mengenakkan seperti ini. Apalagi jika benar aku berhubungan dengan Arsalan? Sebaiknya aku kubur jauh-jauh sebelum keinginan itu muncul.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN