5

726 Kata
Ciuman Bagas semakin lama semakin liar di bibir dan leher Maya. Tangannya juga mulai menjelajah ke bagian tubuh Maya yang menonjol. Bagas meremas pelan dengan penuh kemesraan. Tubuh Maya yang masih terbalut setelan blazer. Bagas membuka kancing jas blazer itu agar Maya bisa bernapas lebih bebas. Kedua mata Maya masih terbuka menatap Bagas yang masih melumat bibirnya dengan lembut. Tangan Maya tak sanggup menepis tubuh kekar itu. Maya seolah membiarkan Bagas mengambil semuanya yang memang sudah di hakkan untuk Bagas sejak dulu. "Eungh ..." Maya mendesah pelan sambil menatap wajah Bagas yang terlihat begitu berhasrat padanya. Bagas menghentikan ciumannya dan menatap Maya yang mulai terdengar bersuara. Desahannya itu membuat Bagas terkejut sekaligus senang. Ia kembali melimat bibir Maya dan fokus menatap Maya yang juga sedang menatapnya. Lidah Bagas mulai berani menjulur dan masuk bermain di dalam mulut Maya. Sensasi ini sungguh telah lama diinginkan Bagas. Lidahnya mulai menyusuri leher dan akhirnya terhenti di atas d**a. Kemeja Maya masih tertutup rapat dengan kancing mata kucing. Bagas kembali mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Maya yang tersenyum seolah memperbolehkan Bagas untuk melakukannya yang lebih lagi. "Kamu sudah kenal aku, kan?" tanya Bagas tiba -tba. Maya mengangguk kecil dengan perasaan malu. "Apa kamu pernah mennyukaiku, Kak Maya?" tanya Bagas dengan penasaran tentang kisah masa lalunya. Maya tak menjawab. Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras. Ia tak tahu harus menjawab apa sekarang? "Jawab saja? Sesuai dengan isi hatimu, Kak," titah Bagas pada Maya. Maya masih menatap Bagas dengan tatapan lekat. Ia malu bukan main jika harus jujur dengan Bagas tentang perasaannya pada Bagas saat itu. "Kamu tidak mau menjawab? Apa aku harus membantumu unuk menjawabnya, Kak maya sayang ...." goda Bagas dengan tangan yang terus berusaha membuka kancing kemeja Maya. Maya merasakan tangan Bagas memang tidak bisa diam. Tetapi, Maya begitu menikmatinya. Satu kancing kemeja Maya berhasil terbuka satu. Belahan gundukan gunung kembar terlihat jelas di depan mata. Lelaki mana yang tidak bernafsu melihat gundukan itu begitu mengguncang batinnya. Lidah Bagas mulai menjilati d**a Maya. Maya tetap bungkam. "Gimana? Apa kamu pernah menyukai aku, Kak Maya?" tanya Bagas mengulang karena penasaran. Bagas kembali membuka satu kancing kemeja maya dan semakin jelas gundukan gunung kembar itu. Lidahnya kembali menjilat belahan gundukan gunung kembar itu dan meremas pelan beha berenda berwarna hitam itu. "Masih belum mau menjawab?" tanya Bagas mulai nakal dan membuka beha Maya ke atas hingga ujung kuncupnya terlihat jelas dan begitu menantang Bagas. Rasanya ingin menghisap dan memainkan pucuk gunung kembaryang menyerupai buah anggur merah yang mungil. Satu jilatan saja membuat maya memegang kepala Bagas. Rasanya sungguh menggetarkan seluruh tubuhnya. "Aku menyukaimu Bagas," ucap Maya lirih sambil menahan napas karena ia tidak mau terlohat begtu menikmati jlatan Bagas pada ujung mungilnya itu. Bagas mengusap pipi Maya dan tersenyum lebar. Bagas begitu sennag mendengarnya. Ini yang ingin ia dengar sejak dulu. Kalau Maya sebenarnya juga menyukainya, mengaguminya dan bahkan Maya pasti ingin bersanding dengan Bagas. Tapi? Entah apa yang membuat Maya tetap bersikukuh tak mau menjawab dan memilih pergi tanpa alasan. Ia hanya berucap satu kalimat saja. "Kalau kita ketemu lagi, mungkin kita bisa bersama." "Aku tahu itu. Kamu pasti menyukaiku saat itu. Lalu? Saat ini? Apa kamu masih menyukaiku Maya?" tanya Bagas mendekati bibir Maya kembali. Maya tersenyum dan memegang wajah Bagas. baru kali ini maya berani menyentuh wajah Bagas dan menyusuri setiap inchi kulit wajah tampan yang selalu ia kagumi itu. "Masih Gas," jawab Maya yang pada akhirnya membuat senyum Bagas kembali melebar. Ini baru jawaban yang ditunggu Bagas. "Aku pun mencintai kamu, Kak Maya, ups ... Bu Dosen Maya maksudku," ucap Bagas jujur. "Berhenti memanggilku seperti itu. Aku berasa tua, Gas. Panggil saja, Maya," jelas Maya masih mengusap pelan pipi Bagas dengan ibu jarinya. Senyum Bagas terlihat sangat lega dan terus melengkung membentuk bulan sabit. "Kalau aku panggil dengan panggilan Sayang bukan Maya, tidak masalah?" tanya Bagas dengan hati -hati. Bagas tadi dengar Maya sudah memiliki tunangan. Maya mengangguk kecil dan menjawab, "Boleh." Keduanya saling menatap dan saling mengunci pandangan satu sama lain. Maya masih mengusap pipi Bagas dan Bagas pun mulai meremas pelan d**a Maya. "Aku menginginkanmu malam ini, May? Boleh aku menyentuhmu?" tanya Bagas dengan suara lirih yang begitu lembut sekali. Maya mengangguk kecil dan mengusap bibir tebal Bagas dengan ibu jarinya. Maya mulai terpikat oleh pesona Bagas kembali. Rasanya benar -benar masih sama. Tatapan Bagas ampu melemahkan hatinya. Sentuhannya juga membuat tubuhnya bergetar hebat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN