Pandangan heran dan bingung dari orang-orang sekitarnya mengiringi setiap langkah Raya. Sedari tadi, gadis itu memilih menundukan wajahnya. Ia bahkan tidak mempedulikan kaca mata yang di pakainya merolot beberapa kali. Di sampingnya, ada Bima yang masih setia menggenggam jari kelingkingnya. Setelah adegan pemaksaan tadi pagi di depan asrama putri, Raya hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Bima yang ingin sarapan dengan Raya. Raya berkali-kali meramalkan doa, agar saudara kembarnya Raga tidak sempat melihat kedekatannya dengan Bima. Ia yakin, Raga pasti akan melaporkan perihal ini kepada Papanya, Afka, jika sampai kedapatan. Dan hal itu akan membuat rasa bersalah Raya semakin besar. “R—ray” Raya menoleh, saat mendengar panggilan rilih dari sebelahnya. Gadis itu mendapati Beny, yang k