Jujur aku sedikit was-was jika Tuan Bumi sudah bertitah memintaku untuk dekat-dekat dengannya. Secara hati ini belum siap saja menerima perlakuan yang lebih intim bersamanya. Aku masih takut, ragu, gugup dan entah apalagi yang aku rasakan jika sedang berdekatan seperti ini. Yang pasti, senjataku untuk menjauh darinya bukan tanpa sebab. Aku takut Tuan Bumi khilaf. "Sha ... jadi begini." Tuan Bumi berucap lalu terjeda karena dirinya sibuk menggeser tubuh agar lebih dekat padaku. Sedikit panik. Tapi masih bisa aku tolerir. Aku diam menanti Tuan Bumi melanjutkan apa yang ingin beliau sampaikan. "Aku sudah telepon Bapak." Keningku mengernyit. "Bapak?" tanyaku lirih tapi masih bisa didengar olehnya. "Iya. Aku meminta bantuan pada Bapak untuk menyiapkan berkas-berkas untuk pengajuan pernika