Bab 11. Skandal yang Lebih Liar

1019 Kata
"Tenang dulu, Mah," katanya sembari menaruh botol air di meja dapur. "Aku akan mengurusnya. Kalau gosip ini semakin besar, mungkin pria-pria yang Mama siapkan untukku bakal lebih cepat mundur. Bukankah itu bagus?" ucap Evelyn dengan santai. Gina menatap putrinya dengan frustrasi. "Kamu ini benar-benar—" Belum sempat Gina menyelesaikan ucapannya, suara dering ponsel Evelyn memecah ketegangan di antara keduanya. Dengan santai, Evelyn meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan melihat nomor baru yang disertai poto Ronald terpampang di layar. "Dari mana si b******k ini mendapatkan nomorku?" Evelyn mendengus, memutuskan untuk tidak menerima panggilan itu dan membiarkan sampai ponselnya tidak lagi berbunyi. Tapi Evelyn melupakan fakta jika Ronald adalah pria pemaksa yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Tak butuh waktu lama sebelum pesan dari Ronald masuk. 'Kenapa tidak mengangkat teleponku, Evelyn? Kita perlu bicara.' Evelyn mendengus pelan, tak tertarik menanggapi. Namun, saat dia hendak mengabaikannya, pesan lain menyusul. 'Aku tahu kau sudah melihat beritanya. Kau pikir aku akan diam saja melihat foto-foto itu?' Evelyn menatap layar ponselnya dengan ekspresi bosan saat Ronald kembali mengirimkan pesan. 'Temui aku. Sekarang.' Evelyn menyeringai, lalu dengan santai membalas. 'AKU TIDAK MAU!' Tak sampai satu menit, panggilan lain masuk. Kali ini Evelyn menerimanya. "Apa maumu, Ronald?" tanyanya dingin. Suara di seberang terdengar tenang, tetapi jelas mengandung ancaman tersirat. "Kita perlu bicara. Jangan buat aku menjemputmu sekarang juga." Evelyn mencibir. "Sejak kapan aku punya kewajiban menemui mantan kekasih yang sudah kuputuskan karena berselingkuh?" "Sejak namamu menjadi highlight atas gosip murahan," balas Ronald cepat. Evelyn terdiam sejenak, lalu menjawab Ronald dengan nada datar. "Terus ... apa urusannya denganmu jika gosip itu benar adanya? Kita ini hanya orang asing sekarang." "Jelas ini menjadi urusanku, karena aku tidak pernah menyetujui keputusanmu untuk putus enam tahun yang lalu," ucap Ronald tanpa tahu malu. "Apa kau menantangku sekarang? Sampai kapanpun aku tak sudi kembali dengan pria peselingkuh sepertimu," sindir Evelyn yang lalu memutuskan sambungan telepon. Gina yang sejak tadi mengamati ekspresi putrinya, menautkan alis. "Siapa?" Evelyn memasukkan ponselnya ke dalam tas tangannya lalu berkata. "Seorang pria b******k yang tidak tahu malu." "Tidak tahu malu? Apa Ronald yang kamu maksud?" tanya Gina memastikan dugaannya. "Memangnya ada pria lain yang sebrengsek dia?" tanya Evelyn yang tak memerlukan jawaban. Sesaat Gina terdiam, tapi dahinya mengerut, berusaha mengingat lintasan memori yang seketika berkelebat di dalam benaknya. Setelah beberapa menit menggali ingatannya, Gina melebarkan matanya. Dengan suara menggelegar wanita itu berkata. "ASTAGA EVELYN! PRIA YANG MENCIUM KAMU DI KLUB DAN PRIA INI ADALAH WALI KELASNYA TIMOTI 'KAN!" Evelyn hanya terdiam, namun senyum yang terukir pada waktunya menjawab pertanyaan Gina, wanita itu segera mematikan kompor dan duduk di hadapan sang putri dengan raut wajah garang. "Dasar anak gila! Bisa-bisanya kamu ada skandal dengan wali kelasnya Timoti, mau ditaruh di mana muka Mama," ucap Gina sembari memijit pelipisnya, frustrasi dengan kelakuan Evelyn. "Ada apa ini, Mah?" Suara Oma terdengar sampai luar dapur." Keduanya menoleh dan melihat Erik yang sedang menggandeng Timoti. "Oma cuma kaget aja. Timmy mau makan sekarang?" tanya Gina yang mengalihkan topik pembicaraan. Evelyn yang melihatnya hanya tersenyum, setidaknya dia aman dari omelan Gina untuk sementara. Keempatnya lalu makan malam sebelum beristirahat. *** Keesokan harinya, gosip yang Evelyn harapkan mulai menyebar lebih luas. "Hei. Apa kau sudah lihat artikel itu? Ibu Evelyn katanya punya kekasih dan mereka kembali tertangkap basah wartawan saat sedang berciuman." "Serius? Siapa pria itu?" "Aku juga nggak tahu, tapi dari foto-foto yang ada di medsos, hubungan Bu Evelyn dan pria itu sangat romantis. Ciuman yang mereka lakukan juga sangat hot." "Aku tahu siapa pria itu. Dia itu guru di sekolah internasional. Pria itu namanya Joseph Benjamin, dan dia wali kelas anak temanku." "Serius ... tapi kenapa seorang guru bisa melakukan perbuatan tak senonoh di muka umum?" Di balik pintu pantry, Merry menghela napas panjang saat mendengar selentingan percakapan yang dilakukan beberapa staf wanita. Hilang sudah minatnya untuk membuat teh s**u. Dengan langkah tergesa, Merry beranjak ke ruangan Evelyn lalu menatap sang atasan dengan frustrasi. "Ibu Eve, rencana Ibu berjalan lebih cepat dari yang saya kira." Evelyn hanya mengangkat alis dengan disertai senyum kepuasan. "Tentu saja. Sekarang biarkan gosip ini semakin berkembang." Merry menepuk dahinya. "Ya Tuhan. Bu Eve ... apa Ibu tidak takut dengan pergerakan saham perusahaan ini karena gosip itu?" Evelyn menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai. "Merry, kau meremehkan kekuatanku. Kalau saham turun, aku tinggal buat satu langkah strategis untuk menaikkannya lagi. Lagipula, gosip ini masih soal kehidupan pribadiku, bukan soal perusahaan." Merry menghela napas panjang. "Tapi ini bisa merusak reputasi Ibu sebagai pemimpin. Maksud saya, seorang CEO yang terseret skandal dengan seorang guru?" Evelyn hanya tertawa kecil. "Justru itu, Merry. Saya ingin melihat siapa saja yang akan panik karena gosip ini. Saya ingin tahu siapa saja yang peduli pada citraku dibanding kemampuanku dalam menjalankan bisnis." Merry menggelengkan kepala. "Jadi ini semacam uji coba?" "Bisa dibilang begitu," jawab Evelyn dengan nada main-main. "Kalau ada yang mulai menjauh atau berkhianat, berarti mereka memang tidak layak berada di lingkaranku." Merry menatap Evelyn dengan ragu. "Dan bagaimana dengan pria yang ada dalam gosip itu? Maksud saya ... wali kelasnya Timoti?" Evelyn tersenyum licik. "Dia tidak akan mendekatiku lagi karena saya sudah melakukan apa yang dia minta ... menciumnya agar dia tidak lagi mengganggu kehidupanku." Merry memandang Evelyn dengan ekspresi campur aduk antara takjub dan frustasi. "Jadi ... Ibu sengaja mencium pria itu supaya dia berhenti mengganggu hidup Ibu?" Evelyn mengangguk ringan. "Tepat sekali. Pria sepertinya tidak akan tahan dengan sorotan media. Dengan gosip ini, dia pasti akan menjaga jarak dariku. Masalah selesai, bukan?" Merry memijit pelipisnya. "Bu Evelyn, rencana Ibu bisa berhasil ... atau malah berbalik menyerang Ibu sendiri. Bagaimana kalau dia malah lebih agresif atau mencari cara lain untuk mendekati Ibu?" Evelyn tertawa kecil. "Saya sudah memprediksi semua kemungkinan itu, Merry. Saya tahu tipe pria seperti dia. Pria yang berusaha mempertahankan reputasi bersihnya. Pasti dia akan menjauh dariku." Merry menghela napas panjang. "Semoga saja prediksi Ibu benar. Tapi kalau ada hal lain yang terjadi, saya tidak mau terlibat." Evelyn tersenyum puas lalu berkata dengan jumawq. "Jangan khawatir, Merry. Saya yang akan mengendalikan semuanya." Namun, di luar dugaan Evelyn, skandal ini justru menarik perhatian lebih banyak orang daripada yang dia perkirakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN