Beberapa hari kemudian, nama Evelyn semakin ramai diperbincangkan. Media terus menggali informasi tentang hubungannya dengan seorang pria.
"Bu Evelyn. Sebaiknya Ibu melihat artikel ini," ucap Merry saat Evelyn baru duduk di kursinya.
"Pasti artikel itu tentang hubunganku dengan pria itu 'kan," ucap Evelyn sembari menatap Merry dengan menyunggingkan senyum tipis.
"Tepat seperti yang Ibu katakan," kata Merry setelah duduk di kursi yang berhadapan dengan Evelyn.
Evelyn lalu menyunggingkan senyum tipis, dia memang mendapatkan sesuai dengan keinginannya dari gosip itu. Gina sudah menyerah dan tak lagi mendesaknya untuk berkenalan dengan anak teman-temannya.
Tapi untuk Ronald, pria itu malah semakin gigih mendekati Evelyn. Dia tidak hanya berhenti pada pesan-pesan dan panggilan telepon. Pria itu mulai muncul di berbagai tempat yang sering didatangi Evelyn, bahkan sempat terlihat beberapa kali di lobi perusahaannya.
Tindakan Ronald membuat Evelyn berpikir jika dia adalah pria yang tidak bertanggung jawab, karena meninggalkan pekerjaan di saat hari kerja. Evelyn mulai merasa risih, dia tahu pria itu keras kepala, tapi tidak jika menyangka jika Ronald masih seobsesif ini setelah bertahun-tahun mereka putus.
"Bu Evelyn," panggilan itu membuat Evelyn tersadar dan menatap Merry yang memandangnya dengan khawatir.
"Apa Ibu mau membaca artikel tentang Ibu?" tanya Merry saat dirasa Evelyn sudah kembali fokus kepada dirinya.
Evelyn mengangguk dan segera menerima tablet yang disodorkan Merry. Dia menatap layar dengan santai, tapi ekspresinya berubah begitu melihat judul artikel yang terpampang di salah satu portal berita terkenal.
'CEO Muda Evelyn Martinus Terseret Skandal dengan Wali Kelas Sang Putra! Sementara Mantan Kekasih Evelyn Mengaku Masih Mencintainya!'
Evelyn mengerutkan kening, lalu menggulir layar ke bawah, membaca isi artikel dengan teliti. Sejumlah foto dirinya dengan Joseph yang sedang berciuman tersebar, baik itu di klub dan restoran tempo hari.
Evelyn mengetukkan jarinya ke meja dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan kejengkelan yang dalam. Dia memang menginginkan gosip ini menyebar secara masif, tapi kenyataan bahwa media mulai menggali lebih dalam dan mengaitkannya dengan Ronald membuatnya muak.
"Dari mana para wartawan itu tahu kalau si b******k itu adalah mantan pacarku?' tanya Evelyn dalam hati dengan jengkel.
Merry menelan salivanya dengan susah payah, menunggu reaksi sang atasan. Tapi melihat wajah Evelyn yang masam, membuat Merry hanya dapat meringis. Setelah raut wajah Evelyn mulai terlihat santai, barulah Merry berani membuka suara.
"Bu, artikel ini mulai menarik banyak perhatian. Netizen mulai berspekulasi tentang hubungan Ibu dengan wali kelas Timoti dan juga mantan kekasih Ibu. Bahkan ada yang berteori kalau Ibu menjalin hubungan dengan keduanya secara bersamaan."
Evelyn mendengus. "Biarkan saja mereka berspekulasi. Aku tidak perlu menjelaskan apapun."
"Tapi, Bu—"
Belum sempat Merry menyelesaikan ucapannya, ponsel Evelyn bergetar di atas meja. Sekilas Evelyn melirik layar yang menampilkan foto Ronald. Dia berdecak kesal, lalu mengabaikan panggilan itu.
Merry melanjutkan ucapannya, "Saya hanya khawatir, Bu. Berita ini semakin liar, dan sekarang banyak orang mulai mengorek masa lalu Ibu. Mereka bahkan mencari tahu tentang hubungan Ibu dengan Pak Ronald."
Evelyn menyilangkan tangan, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya mulai memproses situasi. "Mereka boleh mencari tahu dan berspekulasi sesuka hati mereka. Saya tidak peduli."
Merry menghela napas. "Tapi bagaimana dengan wali kelas Timoti? Saya mendengar selentingan kabar jika beberapa orang tua murid mulai mempertanyakan kelayakannya sebagai wali kelas."
Evelyn membeku sejenak. Dia memang tak peduli dengan gosip tentang dirinya, tapi jika hal ini berimbas pada Timoti … itu masalah lain.
"Kenapa aku bisa lupa kalau gosip itu bisa berimbas kepada Timoti? Evelyn, bego banget kamu!" Maki Evelyn pada dirinya sendiri. Sementara Merry hanya terdiam saat melihat sang atasan mulai terlihat galau.
***
Sementara itu artikel mengenai skandal Evelyn dan Joseph tidak hanya menjadi bahan gosip di kantor wanita itu, tetapi juga mulai merambah ke sekolah tempat Joseph mengajar. Membuat sekolah kebanjiran pertanyaan dari orang tua murid. Pihak sekolah pun akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa mereka sedang menyelidiki masalah ini.
Joseph menghempaskan ponselnya ke meja dengan kasar. Napasnya terasa berat saat membaca ulang pernyataan resmi dari pihak sekolah.
'Kami memahami kekhawatiran orang tua murid mengenai berita yang beredar. Saat ini, sekolah sedang melakukan penyelidikan internal terkait hal tersebut, dan kami akan mengambil tindakan yang diperlukan demi menjaga kredibilitas serta kenyamanan lingkungan belajar.'
Singkat, tapi dampaknya sangat besar. Ini berarti posisinya sebagai wali kelas 1C benar-benar dalam bahaya.
Pintu ruang guru terbuka, dan seorang pria paruh baya dengan kemeja biru masuk dengan ekspresi serius. "Mister Joseph. Masuk ke ruangan saya sekarang," ucap seorang pria paruh baya yang adalah kepala sekolah.
Setelahnya suara kasak kusuk terdengar di sekitar Joseph, membuat pria itu semakin merasa kesal. Dalam hatinya, Joseph berjanji akan mencari Evelyn yang menjadi sumber dari semua gosip ini. Setelah merasa tenang, Joseph menghela napas panjang sebelum mengikuti langkah pria itu.
Di ruangan kepala sekolah, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Joseph duduk di kursi berhadapan dengan sang kepala sekolah yang menatapnya tajam.
"Mister Joseph tahu kenapa saya panggil 'kan?" tanya Andri-sang kepala sekolah dengan tatapan tajam.
Joseph mengangguk dan mencoba tetap tenang di bawah intimidasi yang dikeluarkan oleh Andri. "Ini pasti tentang artikel skandal itu 'kan Mister Andri."
Andri menghela napas berat, lalu menyodorkan beberapa lembar kertas yang adalah cetakan artikel dan komentar dari para orang tua murid.
"Bukan hanya artikel, Mister Joseph. Beberapa orang tua murid sudah menghubungi sekolah, meminta klarifikasi. Sebagian besar dari mereka mempertanyakan apakah Mister masih layak menjadi wali kelas setelah terseret dalam skandal murahan semacam ini."
Joseph mengepalkan tangannya di atas paha, berusaha menahan amarah yang mulai menggelegak. "Mister, saya bisa menjelaskan—"
Andri mengangkat tangan, menghentikannya. "Jelaskan saja nanti dalam rapat dewan sekolah besok. Untuk sementara, Mister dibebastugaskan dari posisi wali kelas 1C sampai masalah ini selesai."
Joseph terdiam. "Jadi ... saya tetap bisa mengajar, tapi bukan sebagai wali kelas?"
Adrian mengangguk pelan dan berkata dengan nada tegas. "Benar. Saya butuh Mister untuk tetap mengajar, tapi sekolah juga harus menenangkan para orang tua murid yang sudah mulai resah. Ini keputusan terbaik untuk saat ini."
Joseph menggertakkan rahang, tidak menyangka jika gosip dirinya akan berkembang sejauh ini.
Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, Joseph berjalan cepat menuju ruang guru. Beberapa rekan kerjanya menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang penasaran, ada yang berbisik-bisik dan ada juga yang sekadar memberi tatapan simpati. Namun, Joseph tidak peduli.
Dia meraih ponselnya dan langsung menekan nomor Evelyn. Tak butuh lama Evelyn mengangkat panggilan darinya.
"Apa?" tanya Evelyn tanpa basa-basi.
"Aku dibebastugaskan sebagai wali kelas Timoti." Suara Joseph terdengar dingin dan penuh tekanan.
"Apa?" Terdengar suara terkejut Evelyn dari balik sambungan telepon itu.
"Kamu dengar sendiri," balas Joseph ketus. "Dan aku yakin kamu tahu alasannya."
"Saya —"
"Temui aku sekarang," potong Joseph tajam. "Aku tidak peduli sesibuk apa pun kamu, kita harus bicara."
Joseph memutus percakapan tanpa memberi Evelyn kesempatan untuk menolak.