Rahang Zeron mengeras begitu mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut istrinya. Untuk sesaat, matanya membeku, tapi bukan karena ragu. Melainkan karena amarah yang mulai mendidih, naik dari d**a hingga ke ubun-ubun. Pria itu berdiri, tegap, dingin, penuh tekanan. Dia tak perlu konfirmasi lebih lanjut. Ucapan Sonya tadi sudah cukup. Terlalu cukup untuk membuat pikirannya gelap. Tanpa banyak kata, Zeron berlalu meninggalkan kamar. Langkahnya cepat, berat, dan jelas menyimpan amarah yang belum sempat dia lepaskan. “Mas, mau ke mana?” tanya Sonya panik, berusaha berdiri walau akhirnya gagal juga. Zeron tidak menjawab, suaranya sudah tertelan oleh dentuman langkah dan denting kecil kunci mobil yang diambilnya di meja dekat pintu. Tak butuh waktu lama, Zeron sudah menghilang dari p