Pagi merambat pelan, langit yang semula gelap perlahan menampakkan semburat jingga, menyusup masuk lewat celah jendela rumah sakit yang panjang. Suasana di lorong itu masih sepi. Hanya beberapa perawat berlalu-lalang tanpa suara, membiarkan seorang pria tetap terduduk di kursi tunggu sejak semalam. Zeron masih di sana. Kepalanya tertunduk, punggungnya bersandar lelah, dan kelopak matanya sembab karena tak sempat terpejam lebih dari lima menit. Sesekali tubuhnya tersentak karena kantuk yang terlalu berat, namun dia tak kunjung beranjak. Kedinginan, lapar, mata perih, tapi tetap saja, tak ada yang mampu membuatnya meninggalkan tempat itu. Maura, sang mama, sudah memberinya ultimatum tegas. Tak ada ampun, tidak ada diskusi. Wanita itu benar-benar tidak bersedia melihat wajah anak lak