Tak salah dengar, Zeron benar-benar bertanya tentang Sonya. Sebuah kalimat sederhana, tapi cukup untuk membuat langkah Ziona yang semula hendak pergi seketika terhenti. Hatinya berdesir, dia memandang wajah kakaknya yang masih tampak pucat namun perlahan mulai kembali berisi warna. Ada secercah harapan. Harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, kesadaran Zeron tak hanya sebatas fisik. Bahwa di balik sikapnya yang menyebalkan dan reaksinya yang datar, ada ingatan yang perlahan muncul ke permukaan. "Kak Zeron," gumam Ziona pelan, mendekati ranjang dengan langkah lebih hati-hati. "Kamu ... kamu ingat Sonya sekarang?" Zeron tidak langsung menjawab. Matanya mengerjap pelan, seolah mencoba menyaring pikirannya sendiri, mencoba menyusun kepingan yang masih kacau. Kemudian, dia menggeleng pe

