Meski mulutnya masih terus mengulang kalimat penuh keyakinan bahwa Zeron akan tetap bersamanya, jauh di dalam hati Lutvia tahu, dia sedang berbohong.
Pada siapa? Tentu saja pada dirinya sendiri. Sebab, rasa takut itu sudah terlalu bising untuk diabaikan.
Dia tidak sekadar merayap di benak, tapi merangsek masuk, menjerat setiap ruang dalam d**a, membentuk lingkaran gelap yang menyiksa.
Itulah naluri dasar seorang wanita yang menggantungkan hidupnya pada cinta milik orang lain, bahasa kerennya naluri seorang pelakor.
Ketika yang dia genggam bukanlah milik mutlaknya, maka rasa was-was menjadi teman yang paling setia. Ketakutan akan kehilangan itu seperti kabut yang tidak pernah benar-benar pergi.
Dan kini, Lutvia dilanda rasa itu secara utuh. Maka, tanpa banyak pertimbangan logis, dia
