Cia merasakan tangan besar Akbar membelai bahunya lagi. Beruntung, ia memiliki saudara sepupu seperti Akbar. Mereka hampir seumuran, Akbar lebih tua beberapa bulan darinya dan Akbar belum menikah. Akbar telah menjadi pengusaha kuliner yang sukses di kota gudeg ini. Dan, ia semakin beruntung karena Akbar mau menampungnya. "Ci, kamu nggak mual-mual?" tanya Akbar yang melihat Cia makan bak orang yang seminggu tak makan. Cia menggeleng. Justru ia sangat lapar. Ia membayangkan banyak makanan dan ia ingin segera pulang dari rumah sakit. Ia akan jajan, ia akan menikmati hidupnya sendiri. Tidak, ia berdua ini. Ia punya bayi kecilnya. "Biasanya orang hamil muda mual-mual, Ci," kata Akbar. Cia mengangkat bahu. Ia beruntung, ia tidak mengalami itu, pikirnya. Namun, setelah ia berpikir lagi, ia ja